Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Selatan meminta pihak rumah sakit tetap optimal memberikan pelayanan masyarakat meskipun sedang menghadapi masalah tunggakan pembayaran klaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Ketua Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalimantan Selatan M. Lutfi Saifuddin mengatakan hal tersebut di Banjarmasin, Selasa, sehubungan dengan besarnya tunggakan klaim BPJS Kesehatan dari sejumlah RS di provinsi yang meliputi 13 kabupaten dan kota, serta berpenduduk lebih dari empat juta jiwa tersebut.
Baca juga: DPRD ingatkan eksekutif responsif keluhan masyarakat
Baca juga: FKM Uniska : Tingkat kerusakan gigi masyarakat Kalsel tinggi

Sebagai contoh tunggakan BPJS Kesehatan terhadap Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ulin Banjarmasin milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalsel mencapai Rp21 miliar ( September-November 2019).

Apalagi, kata wakil rakyat asal daerah pemilihan Kalsel I/Kota Banjarmasin itu, kalau ditambah Desember 2019, tunggakan BPJS Kesehatan pada RSUD Ulin bisa mencapai Rp28 miliar dengan asumsi per bulan rata-rata Rp7 miliar.

"Sementara ketika kami konsultasi dengan BPJS Kesehatan pusat, mereka tidak bisa memastikan pelunasan tunggakan tersebut, kecuali menyatakan akan membayar Tahun 2020," kata politikus muda Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) tersebut.

Ia secara pribadi memaklumi terhadap ketidakpastian waktu bagi BPJS Kesehatan untuk membayar/melunasi tunggakan mereka, karena kondisi keuangan yang merugi.
Baca juga: Dinkes Tanah Bumbu imbau masyarakat waspadai musim pancaroba
Baca juga: Puskesmas modern segera dibangun di HSU dan Batola

"Meruginya BPJS Kesehatan tersebut karena, antara lain peserta BPJS Kesehatan yang menunggak," kata anggota DPRD Kalsel dua periode itu.

Selain itu, kata dia, pengenaan tarif iuran BPJS Kesehatan yang masih rendah, yaitu hanya Rp25.000 rupiah/jiwa, sedangkan hasil survei tim independen biaya pengobatan per orang per bulan minimal Rp42.000, yang berarti sudah terjadi selisih Rp17.000.

"Oleh karena tingginya tunggakan iuran BPJS Kesehatan serta selisih kurang dalam pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat tersebut sehingga BPJS Kesehatan merugi," katanya.

Hal itu berbeda dengan BPJS Ketenagakerjaan atau yang dahulu bernama Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) di mana dari pengumpulan iuran peserta bisa menjadi modal berinvestasi guna pengembangan dana tersebut, demikian Lutfi Saifuddin.

Pewarta: Sukarli/Syamsuddin Hasan

Editor : Hasan Zainuddin


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Selatan 2019