Barabai (ANTARA) - Berbicara tentang keindahan alam di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) seakan tidak ada habisnya. Karena ada ratusan objek indah yang bisa dikunjungi dan salah satunya adalah bukit Mangkun di Desa Nateh Kecamatan batang Alai Timur (BAT).
Menurut salah satu pendaki gunung Wahyu, kamis (14/3) di Barabai menyampaikan, dari puncak bukit Mangkun pendaki bisa melihat pemandangan gugusan karst beserta hutan rimbun khas Pegunungan Meratus yang menyejukkan mata.
Menuju bukit tersebut sangatlah mudah, tinggal menuju ke Desa Nateh dan akan bertemu persimpangan jalan. Satu mengarah ke Desa Pambakulan dan yang satu lagi ke arah Desa Kukup. Ikutilah jalan menuju Desa Kukup. Di kiri kanan jalan berjajar kebun sayur dan karet serta persawahan milik warga.
"Namun dari Kukup tidak bisa langsung mendaki, harus terlebih dahulu berjalan kaki menuju jalur pendakian selama kurang lebih satu jam. Selama perjalanan, pendaki akan melihat pemandangan yang bervariasi, mulai area persawahan, hingga perkebunan milik masyarakat setempat," katanya.
Tiba di kaki bukit, pendakian dimulai namun tetap berhati-hati untuk mencari pijakan yang kokoh, kalau tidak, batu yang diinjak bakal jatuh.
Bukit Mangkun sendiri diselimuti pepohonan rimbun, untuk bisa mendaki menurutnya harus menyibak ranting-ranting pohon atau akar yang bergelantungan.
Seringkali juga harus mengambil jalan memutar karena tubuh sudah tak mampu menerobos tumbuhan liar yang berulang-ulang melilit tubuh. Nekat menabrak pun percuma. Lolos di satu titik pendakian, belum tentu bisa menerobos titik selanjutnya.
Agar bisa mencapai puncak, tak hanya harus mencari pijakan berupa batu kokoh. Kedua tangan juga harus kokoh dan trampil untuk berpegangan ke batang-batang pohon atau akar yang bergelantungan. Gunanya, sekadar menarik tubuh dan kaki agar berpindah dari pijakan satu ke pijakan lainnya.
Mangkun, memiliki sudut kemiringan 40 hingga 80 derajat. Bagi para pendaki yang baru tentu merupakan pendakian yang berat. Setelah Satu jam pendakian, puncak mulai kelihatan dan pemandangan alam sudah cukup terbuka, gugusan panjang perbukitan yang mengitari Nateh mulai kelihatan bentuknya. Namun belum tiba di puncaknya.
"Saat itu kami melanjutkan pendakian dengan medan yang lebih berat karena bebatuan yang diinjak lebih rapuh dan lebih gampang menggelinding dibandingkan bebatuan yang awal kami daki dari kaki bukit," katanya.
Jalurnya pun dikatakan Wahyu tak ada yang pasti. Lagi-lagi ditutupi semak belukar. Satu hal yang pasti, untuk menuju ke atas, tentunya cukup terus mendaki saja ke atas.
"Ketika sampai di puncak, semua rasa lelah itu akhirnya terbayar. Sejauh mata memandang, di kiri dan kanan hanya ada puncak perbukitan serta hutan hijau yang membentang. Tanpa ada satu pun yang menghalangi pandangan. Bukit Sawar yang montok, Bukit Panyulingan yang memanjang layaknya tembok raksasa, serta perbukitan lainnya yang tak kalah megahnya.
Dia mengisahkan, ternyata puncak yang digapainya bukanlah puncak yang sesungguhnya. Hanya berjarak enam meter dari tempatnya bersantai dan menikmati pemandangan, masih ada dinding batu. Untuk mencapai ke atasnya, tak satu pun dari rombongannya yang bisa melihat jalur pendakian. Satu-satunya cara, yakni hanya dengan memanjat tebing.
Terlepas dari segala lelah, serunya pendakian yang dibarengi dengan eloknya pemandangan, Wahyu berpesan ada beberapa hal penting yang patut diambil dari perjalanan kali ini.
"Jangan mengambil sesuatu kecuali gambar, jangan membunuh sesuatu kecuali waktu dan jangan meninggalkan sesuatu kecuali jejak kaki," pesannya.
Dia juga sangat berharap, semoga saja hamparan keindahan beserta hasil alamnya tidak tergerus oleh keinginan sementara, yang kemudian hanya menyisakan siksa misalnya adanya perkebunan sawit dan pertambangan batu bara.