Jakarta (Antaranews Kalsel) - Pemerintah Indonesia akan segera membawa Diah Anggraini (36), pekerja migran Indonesia di Yordania untuk kembali ke kampung halamannya di Kecamatan Kedungkandang, kota Malang, Jawa Timur.
Dari siaran pers Kementerian Ketenagakerjaan, Senin, diketahui bahwa selama bekerja 12 tahun di Yordania, Diah tidak memperoleh hak-haknya sebagai pekerja.
"Sambil menunggu proses penyelesaian kasusnya, saat ini Diah Anggraini berada di penampungan Griya Singgah KBRI Amman sebelum diterbangkan ke Indonesia, " kata Dubes Indonesia untuk Yordania Andy Rachmianto.
Andy mengatakan, selama 12 tahun, Diah hilang kontak dengan keluarganya setelah berangkat ke Yordania pada 5 Oktober 2006 melalui PT Safina Daha Jaya.
Diah tidak diberi akses komunikasi dengan keluarganya di Indonesia oleh majikannya.
"Selama bekerja di Yordania, Diah mengaku diperlakukan dengan tidak manusiawi dan gajinya tidak dibayarkan. Akhirnya, ia melarikan diri dari majikannya untuk segera pulang ke tanah air," kata Andy.
Setelah melakukan penyelidikan dan koordinasi dengan berbagai pihak, kata Andy, akhirnya pemerintah berhasil menemukan Diah dan langsung melakukan kontak dengan keluarga Diah.
Saat diinvestigasi di awal Desember 2018, ditemukan keterangan bahwa Diah tidak diurus dokumennya sejak 2014 dan tidak ada kejelasan tentang gaji dan hak-hak ketenagakerjaannya selama 12 tahun.
Bahkan saat diwawancara, Diah tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
"Atas dasar ini, maka tim memutuskan untuk membawa Diah tinggal di Griya Singgah KBRI Amman untuk diperjuangkan hak-haknya termasuk gajinya yang belum dilunasi oleh majikannya," tegasnya.
Sementara Atase Ketenagakerjaan KBRI di Amman Jordania Suseno Hadi mengungkapkan KBRI telah memanggil majikannya. Majikan lalu kooperatif dan berjanji akan menyelesaikan pembayaran gajinya sebesar 9.000 dolar AS atau setara Rp126 juta.
"Sejumlah 2/3 gajinya telah dibayarkan, tinggal sisa 1/3 lagi yang belum dibayarkan serta denda izin tinggal yang sampai saat ini belum dibayarkan majikannya," kata Atase Suseno.
Di Griya Singgah, lanjut Suseno, Diah terus beradaptasi dan belajar bahasa Indonesia secara intensif dan menyelesaikan pelatihan yang diselenggarakan KBRI.
"Terhitung mulai 10 Februari 2019, pengumuman Amnesti yang diberikan oleh pemerintah Yordania telah diberlakukan. Dipastikan tidak lama lagi Diah dapat segera kembali ke Tanah Air, " katanya.
Saat ini, Diah berada di Griya Singgah KBRI Amman dalam kondisi fisik yang prima, ceria dan mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Bahkan Diah begitu gembira dapat komunikasi secara langsung melalui panggilan video dengan ibunya di Indonesia.
Diah pun menyatakan rasa terima kasih kepada Dubes RI di Yordania dan seluruh pihak KBRI Amman yang telah membantu dan segera memulangkan dirinya kepada keluarga di Malang, Jawa Timur.
"Saya gembira sekali dan memang sudah lama hilang kontak dan tidak berkomunikasi dengan keluarga. Saya ingin segera pulang dan bertemu dengan kedua orang tua di kampung halamannya," kata Diah.*
Baca juga: Negara pastikan lindungi pekerja migran Indonesia
Baca juga: KJRI Jeddah beri pembekalan pekerja migran Indonesia
Dari siaran pers Kementerian Ketenagakerjaan, Senin, diketahui bahwa selama bekerja 12 tahun di Yordania, Diah tidak memperoleh hak-haknya sebagai pekerja.
"Sambil menunggu proses penyelesaian kasusnya, saat ini Diah Anggraini berada di penampungan Griya Singgah KBRI Amman sebelum diterbangkan ke Indonesia, " kata Dubes Indonesia untuk Yordania Andy Rachmianto.
Andy mengatakan, selama 12 tahun, Diah hilang kontak dengan keluarganya setelah berangkat ke Yordania pada 5 Oktober 2006 melalui PT Safina Daha Jaya.
Diah tidak diberi akses komunikasi dengan keluarganya di Indonesia oleh majikannya.
"Selama bekerja di Yordania, Diah mengaku diperlakukan dengan tidak manusiawi dan gajinya tidak dibayarkan. Akhirnya, ia melarikan diri dari majikannya untuk segera pulang ke tanah air," kata Andy.
Setelah melakukan penyelidikan dan koordinasi dengan berbagai pihak, kata Andy, akhirnya pemerintah berhasil menemukan Diah dan langsung melakukan kontak dengan keluarga Diah.
Saat diinvestigasi di awal Desember 2018, ditemukan keterangan bahwa Diah tidak diurus dokumennya sejak 2014 dan tidak ada kejelasan tentang gaji dan hak-hak ketenagakerjaannya selama 12 tahun.
Bahkan saat diwawancara, Diah tidak mampu berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.
"Atas dasar ini, maka tim memutuskan untuk membawa Diah tinggal di Griya Singgah KBRI Amman untuk diperjuangkan hak-haknya termasuk gajinya yang belum dilunasi oleh majikannya," tegasnya.
Sementara Atase Ketenagakerjaan KBRI di Amman Jordania Suseno Hadi mengungkapkan KBRI telah memanggil majikannya. Majikan lalu kooperatif dan berjanji akan menyelesaikan pembayaran gajinya sebesar 9.000 dolar AS atau setara Rp126 juta.
"Sejumlah 2/3 gajinya telah dibayarkan, tinggal sisa 1/3 lagi yang belum dibayarkan serta denda izin tinggal yang sampai saat ini belum dibayarkan majikannya," kata Atase Suseno.
Di Griya Singgah, lanjut Suseno, Diah terus beradaptasi dan belajar bahasa Indonesia secara intensif dan menyelesaikan pelatihan yang diselenggarakan KBRI.
"Terhitung mulai 10 Februari 2019, pengumuman Amnesti yang diberikan oleh pemerintah Yordania telah diberlakukan. Dipastikan tidak lama lagi Diah dapat segera kembali ke Tanah Air, " katanya.
Saat ini, Diah berada di Griya Singgah KBRI Amman dalam kondisi fisik yang prima, ceria dan mampu berkomunikasi dengan bahasa Indonesia. Bahkan Diah begitu gembira dapat komunikasi secara langsung melalui panggilan video dengan ibunya di Indonesia.
Diah pun menyatakan rasa terima kasih kepada Dubes RI di Yordania dan seluruh pihak KBRI Amman yang telah membantu dan segera memulangkan dirinya kepada keluarga di Malang, Jawa Timur.
"Saya gembira sekali dan memang sudah lama hilang kontak dan tidak berkomunikasi dengan keluarga. Saya ingin segera pulang dan bertemu dengan kedua orang tua di kampung halamannya," kata Diah.*
Baca juga: Negara pastikan lindungi pekerja migran Indonesia
Baca juga: KJRI Jeddah beri pembekalan pekerja migran Indonesia
Editor: Erafzon Saptiyulda AS