Semarang (ANTARA News) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi M Nasir menargetkan sepeda motor listrik "Gesits" buatan anak bangsa sudah bisa diproduksi massal pada akhir 2018.
"Insya Allah, akhir 2018 sudah `mass production` yang dilakukan di bawah koordinasi PT Wikon dan Garansindo. Kalau risetnya, dari Universitas Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)," katanya di Semarang, Kamis.
Hal itu diungkapkannya usai menyampaikan orasi ilmiah bertajuk "Membangun Reputasi Internasional Perguruan Tinggi Merekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Menurut mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro Semarang (Undip) itu, riset yang dilakukan perguruan tinggi sekarang ini memang harus mengarah kepada kebutuhan industri.
"Kami mengoordinasi seluruh kementerian dan lembaga di bawah koordinasi Menristek Dikti untuk membuat rencana induk riset nasional. Lebih pas kalau riset kedepan hilirisasi dan komersialisasi untuk dunia industri," katanya.
Nasir mencontohkan, sepeda motor listrik sangat dibutuhkan mengingat penggunaan sepeda motor dan mobil konvensional menyedot 35 persen dari total konsumsi energi nasional.
"Semua orang pakai motor dan mobil menggunakan bahan bakar minyak. Kalau bisa dihemat dengan listrik bisa bergeser ke listrik, berarti kita mampu melakukan penghematan energi yang luar biasa," katanya.
Itulah, kata dia, dorongan riset motor listrik yang dilakukan ITS Surabaya dan sudah jadi, serta sudah siap diproduksi massal oleh Wikon dan PT Gesits Technologies Indo (GTI) pada akhir 2018.
Gesits Technologies Indo adalah anak perusahaan yang didirikan Garansido Group yang khusus mengurusi segala hal berkaitan dengan motor listrik Gesits.
Tak hanya motor listrik, Mensristek juga mengatakan mobil listrik nasional (molina) juga sudah disiapkan untuk mengurangi beban energi, termasuk penyiapan suplai listrik yang mencukupi.
"Problemnya, siapa yang menyediakan listrik? Kami sudah panggil PLN, panggil Pertamina. Bagaimana penyediaan energi listriknya supaya nanti `charging` (pengisian listrik, red.) bisa di mana-mana dilakukan dengan mudah," katanya.
Diakui Nasir, proses "recharging" motor dan mobil listrik masih membutuhkan waktu lama, sekitar 3-4 jam/kendaraan, sementara di luar negeri proses pengisian daya listrik hanya 5-7 menit.
"Peneliti saya tantang, kedepan bagaimana. `Recharge` kalau di negara lain cukup 5-7 menit/kendaraan, sangat cepat sekali. Apa yang harus dilakukan, kolaborasi dengan perguruan tinggi luar negeri," katanya.
"Insya Allah, akhir 2018 sudah `mass production` yang dilakukan di bawah koordinasi PT Wikon dan Garansindo. Kalau risetnya, dari Universitas Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)," katanya di Semarang, Kamis.
Hal itu diungkapkannya usai menyampaikan orasi ilmiah bertajuk "Membangun Reputasi Internasional Perguruan Tinggi Merekat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Universitas Negeri Semarang (Unnes).
Menurut mantan Rektor terpilih Universitas Diponegoro Semarang (Undip) itu, riset yang dilakukan perguruan tinggi sekarang ini memang harus mengarah kepada kebutuhan industri.
"Kami mengoordinasi seluruh kementerian dan lembaga di bawah koordinasi Menristek Dikti untuk membuat rencana induk riset nasional. Lebih pas kalau riset kedepan hilirisasi dan komersialisasi untuk dunia industri," katanya.
Nasir mencontohkan, sepeda motor listrik sangat dibutuhkan mengingat penggunaan sepeda motor dan mobil konvensional menyedot 35 persen dari total konsumsi energi nasional.
"Semua orang pakai motor dan mobil menggunakan bahan bakar minyak. Kalau bisa dihemat dengan listrik bisa bergeser ke listrik, berarti kita mampu melakukan penghematan energi yang luar biasa," katanya.
Itulah, kata dia, dorongan riset motor listrik yang dilakukan ITS Surabaya dan sudah jadi, serta sudah siap diproduksi massal oleh Wikon dan PT Gesits Technologies Indo (GTI) pada akhir 2018.
Gesits Technologies Indo adalah anak perusahaan yang didirikan Garansido Group yang khusus mengurusi segala hal berkaitan dengan motor listrik Gesits.
Tak hanya motor listrik, Mensristek juga mengatakan mobil listrik nasional (molina) juga sudah disiapkan untuk mengurangi beban energi, termasuk penyiapan suplai listrik yang mencukupi.
"Problemnya, siapa yang menyediakan listrik? Kami sudah panggil PLN, panggil Pertamina. Bagaimana penyediaan energi listriknya supaya nanti `charging` (pengisian listrik, red.) bisa di mana-mana dilakukan dengan mudah," katanya.
Diakui Nasir, proses "recharging" motor dan mobil listrik masih membutuhkan waktu lama, sekitar 3-4 jam/kendaraan, sementara di luar negeri proses pengisian daya listrik hanya 5-7 menit.
"Peneliti saya tantang, kedepan bagaimana. `Recharge` kalau di negara lain cukup 5-7 menit/kendaraan, sangat cepat sekali. Apa yang harus dilakukan, kolaborasi dengan perguruan tinggi luar negeri," katanya.
Editor: Suryanto