...tidak ada harga untuk apa dipanen."
Takengon, Aceh (ANTARA News) - Petani di Tanah Gayo, yakni Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah membiarkan buah tomat tidak dipanen, karena mereka menilai komoditi sayuran itu tidak ada lagi harganya.
Pantauan wartawan, Sabtu, harga yang semakin tidak menentu merupakan penyebab sebagian petani tomat di kedua daerah yang berhawa dingin itu lebih memilih tidak memanen hasil pertanian mereka, sehingga dibiarkan begitu saja membusuk di batang.
Bahkan ada petani yang sengaja membuang tomat hasil panennya akibat tidak ada harga di pasaran. Hal itu dilakukan oleh seorang petani tomat di kawasan Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, yang kemudian diposting di media sosial hingga menuai keprihatinan dan berbagai tanggapan netizen.
Sementara petani tomat di Aceh Tengah, Radi mengatakan panen tomat di kalangan petani saat ini memang sedang melimpah, namun petani merugi akibat harga yang terjun bebas.
"Sama saya pun saya biarkan saja jadi `kolak` di batang, tidak ada harga untuk apa dipanen," tutur Radi.
Anjloknya harga tomat sudah terjadi sejak awal Maret seiring panen raya petani tomat di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Para petani merugi bahkan tak bisa mengembalikan modal tanam mereka.
Harga tomat di tingkat petani di kedua daerah ini dalam sepekan terakhir hanya Rp500/Kg dan belakangan malah tak ada pembeli.
Para agen tomat juga mengaku kesulitan untuk menghabiskan dagangannya jika mengambil tomat dalam jumlah banyak dari petani.
"Sulit kita jual sekarang karena barang banyak," kata agen tomat di Takengon, Sukran.
Menurut dia harga tomat memang selalu anjlok di setiap panen raya berlangsung. Sukran berharap adanya campur tangan pemerintah daerah guna mencari solusi agar harga bisa selalu stabil sepanjang tahun.
"Ini setiap tahun pasti terjadi. Seharusnya pemerintah daerah bisa mencarikan solusi, seperti mendirikan industri untuk pengolahan tomat agar walau pun barangnya melimpah sudah ada tempat pengolahan, supaya harga bisa tetap stabil sepanjang tahun," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan, Iriyanto, warga Kabupaten Bener Meriah. Menurut dia, di daerah itu juga belum ada industri pengolahan yang dapat menampung tomat dalam jumlah besar.
"Sudah sering sebenarnya diusulkan penyuluh tapi belum terealisasi, maka kita pun harus cermat menentukan musim tanam, supaya tidak terjadi panen serentak," kata dia.
Pantauan wartawan, Sabtu, harga yang semakin tidak menentu merupakan penyebab sebagian petani tomat di kedua daerah yang berhawa dingin itu lebih memilih tidak memanen hasil pertanian mereka, sehingga dibiarkan begitu saja membusuk di batang.
Bahkan ada petani yang sengaja membuang tomat hasil panennya akibat tidak ada harga di pasaran. Hal itu dilakukan oleh seorang petani tomat di kawasan Simpang Tiga Redelong, Kabupaten Bener Meriah, yang kemudian diposting di media sosial hingga menuai keprihatinan dan berbagai tanggapan netizen.
Sementara petani tomat di Aceh Tengah, Radi mengatakan panen tomat di kalangan petani saat ini memang sedang melimpah, namun petani merugi akibat harga yang terjun bebas.
"Sama saya pun saya biarkan saja jadi `kolak` di batang, tidak ada harga untuk apa dipanen," tutur Radi.
Anjloknya harga tomat sudah terjadi sejak awal Maret seiring panen raya petani tomat di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Para petani merugi bahkan tak bisa mengembalikan modal tanam mereka.
Harga tomat di tingkat petani di kedua daerah ini dalam sepekan terakhir hanya Rp500/Kg dan belakangan malah tak ada pembeli.
Para agen tomat juga mengaku kesulitan untuk menghabiskan dagangannya jika mengambil tomat dalam jumlah banyak dari petani.
"Sulit kita jual sekarang karena barang banyak," kata agen tomat di Takengon, Sukran.
Menurut dia harga tomat memang selalu anjlok di setiap panen raya berlangsung. Sukran berharap adanya campur tangan pemerintah daerah guna mencari solusi agar harga bisa selalu stabil sepanjang tahun.
"Ini setiap tahun pasti terjadi. Seharusnya pemerintah daerah bisa mencarikan solusi, seperti mendirikan industri untuk pengolahan tomat agar walau pun barangnya melimpah sudah ada tempat pengolahan, supaya harga bisa tetap stabil sepanjang tahun," ujarnya.
Hal senada juga diungkapkan, Iriyanto, warga Kabupaten Bener Meriah. Menurut dia, di daerah itu juga belum ada industri pengolahan yang dapat menampung tomat dalam jumlah besar.
"Sudah sering sebenarnya diusulkan penyuluh tapi belum terealisasi, maka kita pun harus cermat menentukan musim tanam, supaya tidak terjadi panen serentak," kata dia.
Pewarta: Mukhlis
Editor: Kunto Wibisono