Indonesia yang membentang dari Sabang atau ujung paling barat Pulau Sumatera hingga Merauke atau ujung paling timur Papua/Irian dan beriklim tropis memiliki kekayaan alam berupa tumbuh-tumbuhan serta binatang atau hewan yang tiada terhingga banyaknya.
Namun kekayaan alam berupa tumbuhan dan hewan yang banyaknya tiada terhingga itu belum semua tergali kemanfaatannya serta dimanfaatkan secara maksimal, terutama dalam hubungan sebagai obat dan ramuan tradisional bagi masyarakat setempat.
Kecenderungan terhadap dunia medis tampaknya sudah merasuk kehidupan, terlebih dalam tatanan masyarakat modern, sehingga ketradisionalan dalam obat-obatan dan ramuan nyaris tak bermakna atau terpinggirkan sebagai upaya penyembuhan dan menjaga kesehatan.
Padahal dunia medis yang notabene merupakan pola pemikiran modern itu pada dasarnya berawal dari ketradisionalan yang terus berkembang maju melalui penelitian, seiring kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi.
Sementara belum semua lapisan masyarakat mengenal, apalagi menikmati dunia medis, terlebih bagi mereka berpenghasilan pas-pasan atau minim, serta tinggal di daerah terpencil, misalnya kawasan pesisir dan pulau-pulau terpencil, serta pedalaman Pegunungan Meratus.
Oleh sebab itu, tidak mengherankan kalau masyarakat masih memilih menggunakan obat-obatan dan ramuan tradisional dalam pengobatan serta memelihara atau menjaga kesehatan mereka, termasuk bagi urang Banjar Kalsel dan yang tinggal di daerah terpencil.
Pasalnya obat dan ramuan tradisional tersebut juga memiliki khasiat atau keampuhan, serta terjangkau secara eknomis, bahkan bisa cuma-cuma (gratis) dan relatif mudah mendapatkan pada alam sekitar.
Sikap dan pola pikir masyarakat yang masih mengganderungi obat dan ramuan tradisional itu tidak bisa disalahkan, karena yang terpenting adalah bagaimana memotivasi mereka supaya berperilaku sehat dan menjadi sehat.
Selain itu, perlu penelitian yang lebih mendalam dan seksama terhadap obat-obatan dan ramuan tradisional agar efektifitasnya betul-betul terjamin, bukan sebaliknya menimbulkan efek samping berupa dampak negatif yang bisa mengancam keselamatan jiwa.
Sebagai contoh kalau obat-obatan dan ramuan tradisional tersebut bukan untuk dimakan atau diminum, tetapi sebagai obat gosok atau sebaliknya, maka penggunaannya pun secara proporsional dan profesional supaya tepatguna, tepat sasaran.
Hal lain yang juga tidak kalah pentingnya yaitu bimbingan dan penyuluhan agar tetap higenis (terjamin kesehatannya) sehingga aman, baik dalam mengolah maupun mengonsumsi atau memanfaatkan obat-obatan dan ramuan tradisional tersebut.
Jenis dan khasiatnya
Urang Banjar Kalsel dan komunitas masyarakat terasing yang tinggal di pedalaman Meratus mengenal dan memanfaatkan obat-obatan dan ramuan tradisional dalam pengobatan ataupun memelihara kesehatan dan mencegah serangan penyakit.
Sebagaimana ragam obat dan ramuan tradisional tersebut tentu dengan jenis serta khasiat berbeda, kendati di antaranya ada kesamaan hasiat dalam kesehatan masyarakat yang tinggal sejak dulu atau beabad-abad silam di Kalsel, serta Pulau Kalimantan (Borneo) pada umumnya.
Beberapa obat dan ramuan tradisional bagi urang Banjar Kalsel dan komunitas masyarakat terasing atau Suku Dayak Meratus sulit menemukan bahasa Latin atau bahasa ilmiah dalam dunia medis ataupun kefarmalogian.
Oleh karena itu,dalam penulisan obat dan ramuan tradisional tersebut kemungkinan banyak menggunakan sebutan aslinya atau "bahasa ibu" dengan tetap mengupayakan terjemahan yang pengertiannya ke dalam bahasa Indonesia guna pengenalan publik.
Guna lebih memudahkan pengenalan atau mencocokkan dengan ekslopedi bahasa Indonesia dalam konteks farmakologi di Tanah Air ini, penulisan obat-obatan dan ramuan tradisional tersebut berdasarkan kelompok kesehatan atau penyakit yang masyarakat Kalsel serta Indonesia alami.
1. Demam panas karena pengaruh cuaca, maka untuk penurunan atau penyembuhan bisa mengosumsi "banyu kinca" (air santan segar campur gula merah/aren), dan air bercampur daun "raja babangun/turus dingin" yang diremas dengan mengusap-usapkan ke badan atau kepala.
2. Deman panas karena pengaruh cuaca dan mengeluarkan "karumut" (sejenis campak) pada muka serta bagian tubuh, untuk penyembuhan pada umumnya cukup memandikan "banyu nyiur" (air kelapa) dengan cara tertentu.
3. Sakit gigi jika tidak berlubang atau sekedar pengaruh peradangan gusi, dapat berkumur-kumur dengan air rebusan daun sirih, baik sirih biasa maupun sirih merah. Namun bila gigi yang sakit berlubang dapat mengumur-kumurkan air rebusan kulit batang "ketapi" (ketapi sp) dan kulit batang bunga tanjung.
Selain itu, mengumur-kumurkan air rendaman tempurung (batok) kelapa yang dibakar. Pengobatan ini pada umumnya cepat sembuh, tetapi berisiko atau berdampak terhadap percepatan pengeroposan gigi.
4. Luka kecil atau tidak terlalu besar untuk mengurangi atau menghentikan darah keluar dan sekaligus buat penyembuhan, cukup mengoleskan getah batang keladi (talas), menutup dengan remesan daun sengkong, pucuk pisang dan daun jambu "karantukal" (jambu biji/jambu klotok).
Sementara jika mata luka agak besar misalnya kena bacok, untuk menghentikan darah keluar bisa menggunakan daun ambaratan (ambaratan sp) yang disebut juga daun maling. Mengapa disebut duan maling? Karena pada umum maling kena bacok untuk sementara menggunakan daun ambaratan agar tidak ada ceceran darah guna menghilangkan jejak.
Ambaratan sejenis tumbuhan hutan Meratus. Sesudah dengan daun ambaratan tersebut, kemudian baru pengobatan yang lebih intensif lagi, karena penyembuhan luka itu hanya pada kulit/bagian luar.
5. Mimisan atau darah keluar dari lubang hidung, urang Banjar Kalsel menyebutnya "rastung" atau memesan, untuk menghentikannya cukup dengan "manyumpalkan" (menyumbat) lubang hidup dengan daun sirih.
6. "Bahiraan" (sering buang air besar) jika belum terlalu parah, untuk pengobatan cukup mengonsumsi pucuk daun jambu karantukal/jambu biji, air rendaman kerak nasi yang hangus, "tangkung" jagung (tempat tempelan beras jagung) yang dibakar.
7. Berak darah karena gangguan/infeksi usus atau saluran pencernaan bila belum parah, serta keluar "tumbung" (zubur/ambean), untuk pengobatan bisa mengonsumsi pisang nyaru, "manisan habang" (tebu merah), buah ulur-ulur (ulur-ulur sp). Ulur-ulur sejenis buahan dari pedalaman Meratus, dan umumnya komunitas masyarakat terasing yang banyak menggunakan obat tradisional itu.
Bentuk buah ulur-ulur seperti buah markisa, termasuk tanaman menjalar, kalau direndam airnya berwarna agak kemerah-merahan dan terasa kalat (sepat).
8. Sakit perut biasa, untuk penyembuhan bisa menggunakan tumbuhan jenis gulma atau kategori rumput-rumputan yang oleh urang Banjar Kalsel menyebutnya "pulut-pulut tahi bayi" (pulut = sejenis lem, tahi = kotoran, bayi = babi). Daun tanaman tersebut diremas-remas dengan kapur sirih, kemudian diuleskan di perut.
Alternatif lain, mengoleskan minyak gas/minyak tanah yang sudah terpakai lampu teplok bercampur bawang merah ke perut yang sakit tersebut, serta "urat bayang" (urat yang ada pada belakang kaki/betis bagian bawah).
9. "Kebabagusan" atau salah tidur dan ada pula yang menyebut "balawa" yaitu berupa bengkak pada bagian leher, untuk penyembuhan bisa menggunakan beberapa obat tradisional, seperti menguleskan cairan nila (balau). Alternatif lain biji "kalangkala" (kalangkala sp) dan atau biji "sangkuang" (sangkuang sp) dibakar, kemudian campur minyak "lemak" (terbuat dari kelapa) dan uleskan ke leher yang sakit.
Kalangkala pepohonan berdaun agak lebar yang bisa tumbuh di dataran rendah dan tinggi, bentuk buahnya bulat kalau masak berwarna merah dan isi menyerupai adpokat. Bagi urang Banjar Kalsel bisa menjadikan kalangkala sebagai pendamping lauk makan.
Sedangkan sangkuang pepohonan berdaun agak kecil seperti daun pohon lengkeng, dan buahnya pun bulat sebagaimana lengkeng. Namun rasa berbeda, yaitu kalau lengkeng manis, tetapi sangkuang kalau masak terasa asam manis. Pada umumnya sangkuang tumbuh di pinggir-pinggir sungai.
10. "Tampihaan" yaitu sakit/bengkak pada selangkang (antara paha dengan kemaluan), penyembuhan dapat menggunakan pucuk daun "lombok parawit" (cabai rawit) yang diremas bercampur kapur sirih, kemudian diuleskan pada bagian yang sakit.
11. Kurap-sejenis penyakit kulit, selagi belum parah untuk penyembuhan bisa menggunakan daun "gulinggang" (daun tapak babi) dengan menggosok-gosokan ke kulit tersebut secara rutin minimal satu kali dalam sehari, akan lebih baik bila sering atau jika ada kesempatan guna percepatan pulih kembali.
12. Kayap, sejenis penyakit kulit basah dan terasa perih. Penyembuhan bisa menggunakan tahi (kotoran) cacing. Tetapi alternatif yang cukup bagus yaitu buah jagung mentan yang diparut, kemudian "kasaikan" (uleskan) ke kulit yang kena kayap tersebut. Insya Allah proses penyembuhannya cepat.
13. Gula darah atau kencing manis, kalau pendekatan ilmu medis mungkin untuk pengobatan minum rebusan isolen. Tetapi obat tradisional urang Banjar Kalsel pada umumnya, antara lain daun bungur, daun kopi dan kulit pohon tandui.
Kesemua obat atau ramuan tradisional itu cara penggunaan direbus terlebih dahulu baru diminum. Meminum harus rutin setiap hari dengan lama tergantung tingkat keparahan. Misalnya kalau belum parah atau sebatas baru indikasi, mungkin cukup sekali sehari sebanyak 300 ml dengan tempo tidak sampai satu tahun.
Pohon tandui (tandui sp) termasuk tumbuhan hutan Meratus yang belakangan tergolong langka dan terancam punah. Bentuk dan daging buahnya seperti mangga, tetapi masak sekali pun rasanya tetap asam, tak ada rasa manis kecuali dikasih gula merah.
14. Sakit pinggang biasa, bukan karena terjatuh atau keseleo, untuk penyembuhan bisa mengonsumsi sayur umbut "walatung" (rotan ukuran besar). Gangan (gulai) walatung salah satu kuliner khas masyarakat Kalimantan Tengah (Kalteng).
Selain itu, meminum rebusan kulit kayu alaban, termasuk tumbuhan Meratus. Sebagaimana orang-orang Banjar daerah hulu sungai Kalsel dalam berladang selalu meminum rebusan kulit kayu alaban sehingga terhindar dari penyakit pinggang.
15. Batuk, kalau belum parah atau masih batuk ringan, penyembuhan antara lain, cukup minum jeruk nipis campur madu atau kecap asin, minum asam kamal/asam jawa campu sedikit garam, minum bunga belimbing tunjung (belimbing buluh/sayur).
Selain itu, uleskan "limau amas" (jeruk emas) di leher hingga dekat dada. Limau amas pohonnya berduri dan buahnya bentuk kecil berdiameter sekitar lima milimeter, bila masak berwarna merah.
16. Maag, yang kono karena kebanyak asam lambung yang menjadi penyebab. Untuk pengobatan tradisional cukup sederhan, antara lain dengan mengonsumsi pisang awa, baik yang mentah maupun masak.
Bisa pula dengan mengonsumsi pisang manggala. Pisang ini penuh biji sehingga untuk dimakan kurang enak, karena juga rasa kalat (sepat), kecuali untuk campurang rujak serta gangan keladi. Fungsi pisang manggala bisa menghilangkan rasa gatal keladi yang disayur.
17. Kena penyakit kuning atau gejala liver, pencegahan atau pengobatan dengan memimun seduhan "janar" (kunyit), temulawak, dan kayu kuning. Kayu kuning tumbuhan hutan yang berambat.
18. Bisul: supaya cepat pecah dan buat pengobatannya secara tradisional urang Banjar Kalsel tempo dulu menggunakan getah pohon lua. Fungsi getah lua seperti etiol. Pohan lua umumnya tumbuh dan berkembang di tepi-tepi sungai, buah seperti buah tin (buah tin = buah timur tengah, dan diabadikan dalam Al Qur`an).
19. Minyak kayu " ulin" (kayu besi bisa untuk menumbuhkan dan penyubur rambut. Ulin merupakan primadona kayu-kayuan/pepohonan kawasan Meratus.
20. Daun jarak (jarak pagar) dapat membantu percepatan buang angin "keluar angin" bagi orang yang baru operasi. Kan ketentuan kedokteran tempo dulu, seseorang sehabis operasi tidak boleh makan minum, kecuali sudah kentut. Sedangkan masa tunggu untuk keluar kentut itu relatif lama sehingga cukup membosankan bagi pasien.
Cara penggunaan, daun jarang itu "dihaling" (dipanaskan) ke api (bisa lilin dan lampu teplok), kemudian letakan di punggung sebanyak tiga kali. Insya Allah tidak sampai satu jam bisa buang angin alias kentut.
Ke-20 obat atau ramuan tradisional tersebut berasal dari tumbuhan yang mungkin masih banyak lagi diketahui. Tetapi dari hewan pun bisa menjadi obat-ramuan tradisional.
Sebagai contoh mengonsumsi ikan buntal dalam doses tidak banyak atau berlebihan dapat menyembuhkan penyakit "hilu" (sakit tulang), mengonsumsi "iwak haruan" (ikan gabus) yang direbus atau dibuat "paisan" (pepesan) mempercepat penyembuhan luka dalam, seperti habis operasi.
Begitu pula kalau kita kena "pating" (sirip) ikan baung, lais, "sanggiringan" (sejenis baung tetapi lebih kecil), buat penyembuhan nyeri cukup menggunakan otak ikan tersebut dengan diuleskan pada bagian yang sakit.
Sama halnya dengan pencegahan tradisional dalam mengonsumsi udang sebagai antiseptek supaya tidak terkena alergi berupa gatal-gatal, juga jangan lupa memakan ekor udang tersebut.
Langka
Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Dalam spektrum ini hanya sebagian dan mungkin masih banyak lagi obat-obatan dan ramuan tradisional urang Banjar Kalsel dan Suku Dayak Meratus belum digali, karena faktor kelangkaan.
Sejumlah obat-obatan dan ramuan tradisional urang Banjar Kalsel dan komunitas masyarakat terasing yang tinggal di pedalaman Meratus itu di antara sudah langka, dan terancam punah jika tidak ada upaya pelestarian.
Sebagai contoh tanaman yang kini langka dan terancam punah, antara lain ulur-ulur, walatung, tandui, pisang manggala, pohon ulin, sangkuang, serta kayu kuning. Kesemua itu juga termasuk dari sumber daya genetik lokal (SDGL) Kalsel atau Kalimantan pada umumnya.
Guna melindungi SDGL Kalsel tersebut dari kepunahan, DPRD provinsi setempat kini sedang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengelolaan SDGL.
Selain untuk melindungi dari kepunahan, Perda tentang SDGL Kalsel itu nanti mengatur bagaimana SDGL tersebut menjadi bernilai ekonomi, dan pada gilirannya mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat setempat.
Ragam Obat Dan Ramuan Tradisional Banjar Kalsel
Minggu, 17 Desember 2017 9:44 WIB