"Pertama kali memulai merawat mangrove dia lakukan secara sendiri, tiap hari berkeliling merawat mangrove tanpa dibantu orang lainnya. Tanpa ada modal bibitnya dia cari sendiri dari pohon yang sudah berbuah, bila ada yang mati diganti lagi, sampai benar-benar tumbuh.
Kalau tidak tumbuh bisa terbawa dalam pikiran bahkan susah tidur gara-gara memikirkan keadaan hutan mangrove yang porak poranda sekitar tahun 2008 kala itu, tambah Agus.
Dia menambahkan harus masuk ke air, kena becek lumpur, menanam mangrove, saya dibilang kurang kerjaan," ungkap pria kelahiran 28 September 1968 ini.
Agus terus saja menananam dimulai tahun 2008 dengan semangatnya semakin menggebu-gebu tanpa ada bantuan sedikitpun dari pihak pemerintah atau warga.
Namun rasa percaya diri Agus semakin tinggi, suara hatinya berkeyakinan apa yang dilakukannya merupakan jalan yang benar, yang suatu saat akan berbuah baik bagi dirinya dan orang lain.
Menjawab pertanyaan Ketua Pena Hijau Indonesia, Deny Susanto, apa penyebab utama kerusakan utama lahan mangrove beberapa beberapa tahun itu, menurut Agus penyebabnya adalah adanya aktivitas tambak dan keramba warga.
Warga membabat hutan mangrove, kemudian menggalai tanahny untuk membuat jalur-jalur tambak.
"Kerusakan pada waktu itu sudah sangat parah, sudah sekitar 60 persen dari luas lahan 150 hektare," tambah Agus.
Tak henti dirinya melakukan aksi penanaman, termasuk mendorong masyarakat pesisir untuk menjaga kawasan mangrove, pembinaan pun Agus Bei lakukan untuk misi mulia aksi penyelamatan lingkungan.
Karena jerih payahnya tanpa putus asa selama kurang tujuh tahun kini hutan mangrove Graha Indah ini sering dikunjungi warga, mangrove Giri Indah telah bertumbuh rindang. Bekantan ( Nasalis larvatus) mulai bermunculan kembali. Dahulu saat lahan kritis, hewan endemik Kalimantan berhidung mancung itu sulit ditemui.
Setelah kawasan mangrove normal kembali, bekantan pun kembali merebak. Logikanya ada mangrove maka ada bekantan, sebab mangrove merupakan rumah tinggal sekaligus sumber makannya.
"Sekarang bekantan yang ada di Graha Indah ini diperkirakan ada pada 2017 ini sudah menacapai 600 ekor," ujar Agus peria kelahiran Banyuwangi tersebut.
Dijelaskan kawasan Mangrove Center sudah menjadi destinasi wisata dari wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain sisi keindahan hutan mangrove dan keanekaragaman hayatinya. Nila edukasi dan sebagai kawasan konservasinya sangat tinggi. Berbagai akademisi, peneliti hingga banyak profesor pernah berkunjung ke Mangrove Center yang dikelola Agus Bei secara suka rela ini.
Bahkan kini telah terjalinan kerja sama yang lebih erat pihak Mangrove Center dengan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan , dimana mengemban misi dalam penyelamatan lingkungan, pelestarian mangrove yang menjadi penghasil oksigen bagi makhluk hidup di dunia.
Keberhasilan Agus melestarikan mangrove seluas 150 hektare ini juga mengundang para pemerhati lingkungan luar negeri hingga tercatat sudah 30 negara yang ingin melihat langsung lahan konservasi mangrove terluas terluas di dunia itu.
Agus menyebutkan ada sekitar 32 jenis mangrove yang tumbuh subur berserta tumbuhan lainnya serta bertambahnya beberapa jenis ikan dan kepting karena tersedianya lahan untuk berkembang biak dengan alami.
"Segi pemeliharaannya sangat diutamakan jangan sampai perambahan atau penebangan, menanam dan terus menanam serta menjaganya. Buah mangrove tidak untuk dikonsumsi, tapi itu adalah sumber makanan bekantan. Untuk manusia, masih banyak olahan makanan lainnya. Jadi manusia tak boleh serakan, ada makhluk hidup lain yang membutuhkan mangrove yaitu bekantan," jelasnya.
Perihal nilai konservasi ini, Agus Bei sangat menjaganya. Dirinya menekankan kepada anggotanya, untuk benar-benar menjaga kawasan mangrove.
"Gali dan kembangkan sisi lain dari mangrove, semisal sektor wisatanya. Kawasan ini jadi pusat pendidikan dan penelitian mengenai hutan mangrove, itu sangat bermanfaat dan bernilai tinggi," tambah Agus Bei saat menemani rombongan Pena Hijau berkeliling menggunakan perahu kelotok dikawasan hutan pemasok terbanyak oksigen duania itu.
Tak henti dirinya melakukan aksi penanaman, termasuk mendorong masyarakat pesisir untuk menjaga kawasan mangrove, pembinaan pun Agus Bei lakukan untuk misi mulia aksi penyelamatan lingkungan.
Ketua Pena Hijau, Deny Susanto menjelaskan niat kedatangan rombongan ke Mangrove Centre Balikpapan karena tertarik dan ingin tahu bagaimana caranya memelihara hutan mangrove yang sangat luas tersebut.
Dan ingin lebih mendorong anggota Pena Hijau mencintai lingkungan yang berbasis konservasi seperti di Mangrove Centre di Provinsi Kalimantan Timur.
Sampai pada akhirnya, ada warga yang mengira, kalau saya sudah tidak waras," kata Agus saat berdialog dengan rombongan wartawan dari Banjarmasin yang tergabung dalam Pena Hijau Indonesia, di kantornya Kelurahann Graha Indah, Balikpapan Utara, Kamis.
Dia menambahkan harus masuk ke air, kena becek lumpur, menanam mangrove, saya dibilang kurang kerjaan," ungkap pria kelahiran 28 September 1968 ini.
Agus terus saja menananam dimulai tahun 2008 dengan semangatnya semakin menggebu-gebu tanpa ada bantuan sedikitpun dari pihak pemerintah atau warga.
Namun rasa percaya diri Agus semakin tinggi, suara hatinya berkeyakinan apa yang dilakukannya merupakan jalan yang benar, yang suatu saat akan berbuah baik bagi dirinya dan orang lain.
Menjawab pertanyaan Ketua Pena Hijau Indonesia, Deny Susanto, apa penyebab utama kerusakan utama lahan mangrove beberapa beberapa tahun itu, menurut Agus penyebabnya adalah adanya aktivitas tambak dan keramba warga.
Warga membabat hutan mangrove, kemudian menggalai tanahny untuk membuat jalur-jalur tambak.
"Kerusakan pada waktu itu sudah sangat parah, sudah sekitar 60 persen dari luas lahan 150 hektare," tambah Agus.
Tak henti dirinya melakukan aksi penanaman, termasuk mendorong masyarakat pesisir untuk menjaga kawasan mangrove, pembinaan pun Agus Bei lakukan untuk misi mulia aksi penyelamatan lingkungan.
Karena jerih payahnya tanpa putus asa selama kurang tujuh tahun kini hutan mangrove Graha Indah ini sering dikunjungi warga, mangrove Giri Indah telah bertumbuh rindang. Bekantan ( Nasalis larvatus) mulai bermunculan kembali. Dahulu saat lahan kritis, hewan endemik Kalimantan berhidung mancung itu sulit ditemui.
Setelah kawasan mangrove normal kembali, bekantan pun kembali merebak. Logikanya ada mangrove maka ada bekantan, sebab mangrove merupakan rumah tinggal sekaligus sumber makannya.
"Sekarang bekantan yang ada di Graha Indah ini diperkirakan ada pada 2017 ini sudah menacapai 600 ekor," ujar Agus peria kelahiran Banyuwangi tersebut.
Dijelaskan kawasan Mangrove Center sudah menjadi destinasi wisata dari wisatawan domestik maupun mancanegara. Selain sisi keindahan hutan mangrove dan keanekaragaman hayatinya. Nila edukasi dan sebagai kawasan konservasinya sangat tinggi. Berbagai akademisi, peneliti hingga banyak profesor pernah berkunjung ke Mangrove Center yang dikelola Agus Bei secara suka rela ini.
Bahkan kini telah terjalinan kerja sama yang lebih erat pihak Mangrove Center dengan kementerian lingkungan hidup dan kehutanan , dimana mengemban misi dalam penyelamatan lingkungan, pelestarian mangrove yang menjadi penghasil oksigen bagi makhluk hidup di dunia.
Keberhasilan Agus melestarikan mangrove seluas 150 hektare ini juga mengundang para pemerhati lingkungan luar negeri hingga tercatat sudah 30 negara yang ingin melihat langsung lahan konservasi mangrove terluas terluas di dunia itu.
Agus menyebutkan ada sekitar 32 jenis mangrove yang tumbuh subur berserta tumbuhan lainnya serta bertambahnya beberapa jenis ikan dan kepting karena tersedianya lahan untuk berkembang biak dengan alami.
"Segi pemeliharaannya sangat diutamakan jangan sampai perambahan atau penebangan, menanam dan terus menanam serta menjaganya. Buah mangrove tidak untuk dikonsumsi, tapi itu adalah sumber makanan bekantan. Untuk manusia, masih banyak olahan makanan lainnya. Jadi manusia tak boleh serakan, ada makhluk hidup lain yang membutuhkan mangrove yaitu bekantan," jelasnya.
Perihal nilai konservasi ini, Agus Bei sangat menjaganya. Dirinya menekankan kepada anggotanya, untuk benar-benar menjaga kawasan mangrove.
"Gali dan kembangkan sisi lain dari mangrove, semisal sektor wisatanya. Kawasan ini jadi pusat pendidikan dan penelitian mengenai hutan mangrove, itu sangat bermanfaat dan bernilai tinggi," tambah Agus Bei saat menemani rombongan Pena Hijau berkeliling menggunakan perahu kelotok dikawasan hutan pemasok terbanyak oksigen duania itu.
Tak henti dirinya melakukan aksi penanaman, termasuk mendorong masyarakat pesisir untuk menjaga kawasan mangrove, pembinaan pun Agus Bei lakukan untuk misi mulia aksi penyelamatan lingkungan.
Ketua Pena Hijau, Deny Susanto menjelaskan niat kedatangan rombongan ke Mangrove Centre Balikpapan karena tertarik dan ingin tahu bagaimana caranya memelihara hutan mangrove yang sangat luas tersebut.
Dan ingin lebih mendorong anggota Pena Hijau mencintai lingkungan yang berbasis konservasi seperti di Mangrove Centre di Provinsi Kalimantan Timur.