Dalam wawancara di sebuah stasiun televisi nasional, ia menyampaikan bahwa ketiganya perlu ditata ulang agar mampu menjawab tantangan zaman secara lebih efisien dan strategis. Pernyataan itu kembali membuka ruang diskusi tentang integrasi media negara.
Baca juga: PLN UID Kalselteng-ANTARA kerja sama publikasi pelayanan dan informasi publik
Wacana penggabungan ketiga lembaga sebenarnya telah lama mengemuka. Gagasan dasarnya adalah menciptakan ekosistem media negara yang lebih kuat, ramping, dan adaptif terhadap perkembangan teknologi informasi. Kini, momentum itu tampaknya hadir melalui pembahasan Rancangan Undang-Undang Radio dan Televisi Republik Indonesia (RUU RTRI) di Komisi VII DPR RI.
UU Penyiaran nomor 32 Tahun 2002 dalam Pasal 14 ayat 1 dan 2 mengidentifikasi Radio Republik Indonesia (RRI) dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) sebagai lembaga penyiaran berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara dan berfungsi sebagai sarana komunikasi massa bagi masyarakat.
Kedua lembaga, seperti dijelaskan dalam Pasal 15 UU tersebut, bertugas menyediakan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta mempromosikan kehidupan demokrasi, keanekaragaman budaya, dan pelestarian lingkungan hidup; meningkatkan kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, dan budaya; dan menyediakan akses bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi, serta meningkatkan kualitas dan aksesibilitas informasi bagi masyarakat.
Sementara itu, Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA, sesuai Keputusan Presiden Nomor 307 Tahun 1962 yang diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 1966, bertugas menyediakan informasi yang akurat dan objektif kepada Masyarakat dengan status sebagai kantor berita nasional.
Ketiga lembaga itu memiliki visi dan misi hampir sama. Ketiganya juga mendapat dana dari APBN, kecuali LKBN ANTARA melalui skema Public Service Obligation atau PSO. Artinya secara pendanaan ketiganya melibatkan peran pemerintah. Maka, penyatuan dalam satu ekosistem media negara dinilai sebagai langkah logis untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Atas dasar itulah kemudian banyak kalangan berharap ketiga media itu disatukan dalam sebuah holding atau korporasi, sehingga lebih efisien. Gagasan penyatuan tersebut makin menggema dalam pembahasan RUU Radio dan Televisi Republik Indonesia atau RTRI di Komisi VII DPR RI.
Baca juga: Oknum polisi meminta maaf usai terlibat kekerasan terhadap jurnalis ANTARA
