Jakarta, (Antaranews Kalsel) - Kementerian Koordinator bidang Perekonomian sedang menyiapkan paket kebijakan ekonomi untuk mempercepat implementasi enam aspek yang terangkum dalam buku biru (blueprint) perbaikan sistem logistik dan rantai suplai nasional.
Paket kebijakan khusus logistik yang rencananya diterbitkan tahun 2016 ini, mencakup antara lain revisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Kementerian Perhubungan yang dinilai memberatkan industri transportasi nasional, kata Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kemenko Perekonomian Edy Putra Irawadi, Rabu (19/10).
"Sebenarnya penyatuan peraturan logistik, birokrasi, dan prosedur ditargetkan pada 2025. Tetapi mengingat persaingan di ASEAN sangat ketat, kita harus punya terobosan artinya `blueprint' kita percepat," Edy Putra Irawadi di sela acara di Jakarta.
Berdasarkan Indeks Kinerja Logistik atau "Logistic Performance Index" (LPI) 2016 versi BanJakarta International Logistics Summit and Expo (JILSE)k Dunia yang digunakan Edy untuk mengukur tingkat kesuksesan pembangunan sistem logistik Tanah Air, ia menilai infrastruktur, pelaku jasa, serta bea dan cukai mendapat catatan paling buruk.
Indonesia dinilai lemah dalam hal transportasi multimoda dan lambatnya pembangunan proyek infrastruktur, sedangkan pelaku jasa logistik disebutnya hanya berperan sebagai agen.
"Kalau bea dan cukai tidak bisa `perform¿ karena tuntutan elektronifikasi. Sistem elektronik ini baru ada di 21 dari keseluruhan 137 pelabuhan di Indonesia. Kita masih belum bisa membangun elektronifikasi bea dan cukai di seluruh pelabuhan karena masalah infrastruktur telekomunikasi," papar Edy.
Berbagai kendala tersebut yang akan diusahakan penanganannya melalui paket kebijakan ekonomi, sesuai instruksi Presiden Joko Widodo untuk menurunkan biaya logistik.
Selain menerbitkan paket kebijakan ekonomi tentang pembentukan Pusat Logistik Berikat (PLB) pada Maret lalu, pemerintah juga telah menerapkan manajemen risiko satu pintu oleh Ditjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, sistem dokumen tarif tunggal oleh Kementerian Perhubungan, serta deregulasi oleh Kementerian Perdagangan.
"Selanjutnya kita harus menambah fasilitas dan memperkuat kawasan industri, termasuk `in land FTA' yang merupakan bagian rantai suplai global," tutur Edy./f