Banjarmasin (ANTARA) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang diketuai H Ardiansyah dan Sekretarisnya Firman Yusi mengharapkan agar literasi bukan sekadar membaca, menulis dan berhitung.
"Kita harapkan literasi juga penalaran dan pemahaman bagi anak didik generasi mendatang," ujar Fraksi PKS pada rapat paripurna internal DPRD Kalsel yang dipimpin Wakil Ketuanya Muhammad Syaripuddin di Banjarmasin, Rabu
Harapan Fraksi PKS itu dikemukakan dalam pemandangan umumnya terhadap Raperda tentang Kepustakaan dan Pemberdayaan Literasi atas usul Komisi IV Bidang Kesra DPRD Kalsel yang juga membidangi pendidikan.
Dalam pemandangan umumnya yang dibacakan H Gusti Rosyadi Elmi tersebut, Fraksi PKS juga berharap , dengan keberadaan Perda Kepustakaan dan Pemberdayaan Literasi nanti mampu meningkatkan angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalsel.
Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) Kalsel, IPM provinsi yang kini berpenduduk lebih empat juta jiwa tersebar pada 13 kabupaten/kota pada tahun 2022 mencapai angka 71,84 atau meningkat 0,56 persen dari tahun sebelumnya (71,28).
"Tentu kepustakaan dan pemberdayaan literasi harus terus dimasifkan di seluruh pelosok kota sampai desa penjuru Kalsel sebagai sarana penyelenggaraan pendidikan formal dan informal, serta penunjang pembelajaran sepanjang hayat warga Banua," demikian wakil rakyat dari PKS.
Pendapat dan harapan senada dari Fraksi Partai Golkar (FPG) DPRD Kalsel yang diketuai H Karlie Hanafi Kalianda serta Sekretarisnya Troy Satria.
Dalam pemandangan umum yang dibacakan Hj Hariyatie tersebut, FPG menambahkan, keberadaan perpustakaan hendaknya benar-benar menjadi wahana pembelajaran sepanjang hayat dan wahana rekreasi ilmiah.
Selain itu, menjadi pedoman dalam upaya menumbuh kembangkan perpustakaan dan budaya literasi di Kalsel sehingga perpustakaan menjadi bagian hidup keseharian masyarakat.
"Perlunya Perda Kepustakaan dan Pemberdayaan Literasi, karena saat ini Kalsel belum memiliki instrumen hukum yang mengatur mengenai perpustakaan sehingga penyelenggaraan perpustakaan belum optimal sesuai standar peraturan perundang-undangan," demikian FPG.