Barabai, Kalsel (ANTARA) - Buah "paikat" atau rotan pun menjadi mata dagangan di daerah pedalaman atau pinggiran Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan (Kalsel) untuk menambah pendapatan warga masyarakat setempat.
Pewarta Antara Kalsel dari Banjarmasin yang melakukan perjalanan ke pinggiran Maratua HST atau Pasar Pagat, ibukota Kecamatan Batu Benawa, Jumat melaporkan,buah paikat - dari ikutan hasil hutan (IHH) itu harga tergolong rendah, kendati termasuk langka.
Paikat sebutan rotan jenis kecil seperti "taman" dan "irit" sebagai bahan baku "lampit/tikar" (carpet), lain jenis "Walatung" atau "tuu" yang menjadi bahan baku meubler semisal tiang meja dan kaki kursi maupun perabotan rumah tangga lainnya.
Buah Walatung dengan ukuran besar hampir tiga kali buah paikat itupun sekarang tergolong langka, demikian pula halnya dengan tanaman komoditas tersebut.
Harga buah paikat yang mencarinya harus masuk hutan itu "pertakar" (ukuran sekitar dua setengah ons/250 geram) hanya Rp5.000.
Perempuan muda, penjual buah paikat yang tak manyebut identitas serta tidak bersedia difoto itu mengatakan, komoditas tersebut hanya sampingan dari menjual sayuran dan buah-buahan lain.
"Biasanya urang-urang kita (sebagian masyarakat Banjar ada yang 'ngidam' (sedang hamil ingin) buah aneh-aneh seperti buah paikat yang cariannya sulit," ujarnya.
Memakan buah paikat tersebut dengan cara "dipancuk" (seperti makan rujak) menggunakan garam (Uyah) dan kecap.
Pasalnya selain sedikit asam, rasa buah paikat "kalat" (sepat), walaupun masak, apalagi kalau masih mentah.
Secara traditional buah rotan kalau sudah masak agak kecoklatan/kemerahan bisa mencegah penuaan dini, menjaga kesehatan mata, mengatasi kencing nanah, mengatasi nyeri perut, meyembuhkan luka, bersifat anti inflamasi, dan menjaga peremajaan kulit.
Buah paikat dan walatung tersebut hingga tahun 1960-an masih bisa mendapatkan pada pasar-pasar tradisional/rakyat, tapi sesudah ramai-ramainya kegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) tahun 1990-an menjadi langka.
