Banjarmasin (ANTARA) - Mungkin tak banyak orang kenal dengan "alai" atau masih asing mengenalnya.
Alai (parkia roxburghii) nama sebuah pohon yang juga terdapat pada kawasan Pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan (Kalsel), buahnya seperti petai besar atau kedaung.
Pohon tersebut sudah tergolong langka atau mungkin punah hanya tinggal nama yang menjadi kebanggaan komunitas masyarakat tertentu.
Karena Alai sebagai pelindung dari panas terik matahari, juga sebuah pertanda lahan tersebut subur untuk usaha pertanian.
Siapa perempuan asal Alai yang berobsesi akan terus mengabdi untuk Banua (istilah bahasa daerah Banjar yang pengertiannya daerah Kalsel) dan negerinya tercinta Indonesia.
Perempuan itu tidak lain dan tak bukan Hj Noomiliyani AS, SH, (AS singkatan nama ayahnya almarhum Kolonel Inf Aberani Sulaiman, mantan Gubernur Kalsel).
"Srikandi" Partai Golkar yang alumnus Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM d/h Unlam) Banjarmasin tersebut kini menjadi Bupati Barito Kuala (Batola), Kalsel.
Jauh perjalanan dari Alai atau kawasan Meratus hingga ke kuala/muara Sungai Barito, tapi mantan aktivis Forum Komunikasi Putra Putri Indonesia (FKPPI) atau anak-anak TNI itu tidak masalah.
Perempuan kelahiran Banjarmasin 21 April 1959, yang tanggal kelahiran memiliki kesamaan dengan Raden Ajeng Kartini, seorang perjuang kaum perempuan, itu menggunakan pepatah "dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung" (di manapun berada akan melakukan pengabdian yang terbaik).
Mengangkat harkat perempuan
Selain melakukan pembangunan secara umum, mengangkat derajat dan harkat kaum perempuan merupakan salah satu obsesinya, terutama di Batola, yang merupakan pemekaran Kabupaten Banjar, Kalsel, tahun 1960.
Sejak awal menjadi Bupati Batola tahun 2017, mantan Ketua DPRD Kalsel itu mulai gencar melakukan pembangunan di daerah pertanian pasang surat dengan mengacu data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
"Sebab mengawali pembangunan tanpa data bisa percuma atau hasilnya tidak maksimal," ujarnya saat berbincang (bapanderan) santai di Kantor Antara Kalsel, 20 Mei lalu.
Istri H Hasanuddin Murad SH (mantan Bupati Batola dua periode) ini berprinsip, kalau orang bisa, dia pun harus bisa atau kenapa dirinya tidak bisa.
Ia berharap, sepeninggalnya sebagai Bupati Batola 4 November 2022 nanti maka akan muncul generasi penerus yang lebih hebat lagi untuk semakin memajukan daerah yang berbatasan dengan Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng) itu.
Mengenai kesetaraan gender, dia mengaku bangga karena hasil survei BPS 2021 mnunjukkan Batola tertinggi atau nomor satu se-Kalsel, provinsi yang terdiri atas 13 kabupaten/kota.
Kenapa tidak?
Sebelumnya orang nomor satu di jajaran pemerintah kabupaten (Pemkab) Batola tersebut mengungkapkan itu sehubungan peringatan Hari RA Kartini 2022.
Ia menyebutkan, dari 195 desa se-Batola, 12 di antaranya memiliki kepala desa (kades) perempuan dan juga seorang lurah.
"Perempuan yang menjadi kades dan lurah relatif masih muda. Untuk kades rata-rata meraih suara signifikan pada pemilihan kepala desa (pilkades)," ungkapnya.
"Bahkan beberapa orang mengalahkan petahana yang laki-laki," ujar mantan Ketua DPRD Kalsel 2014-2019 yang kemudian mengundurkan diri karena mencalon Bupati Barola itu.
Begitu juga anggota Badan Permusyawatan Desa (BPD) hampir 40 persen perempuan yang pemilihannya juga secara langsung sebagaimana pilkades, lanjutnya.
Sosok bupati yang akrab dengan sapaan Ibu Yayan itu menambahkan, dari 35 keanggotaan DPRD Batola periode 2019-2024, ada delapan orang di antaranya perempuan.
"Hal lain ada lima orang pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) jajaran Pemkab Batola dari pemerintah dan ditambah seorang pelaksana tugas (Plt). Kesemua itu unggulan kabupaten setempat," tuturnya.
Mungkinkah Ibu Yayan kembali menjadi Bupati Barito untuk periode kedua atau menjadi orang nomor satu di jajaran pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel.
Dia menyatakan pasrah kepada Allah, dan pada prinsipnya mematuhi ketentuan partai politik yang mengusung serta keinginan masyarakat.
Kembali kepada pohon Alai, walaupun telah tiada, namanya diabadikan menjadi sebuah nama kecamatan di pinggiran kawasan Meratus 1950-an dengan nama Kecamatan Batang Alai yang dulu masuk Kewedanaan Barabai.
Kecamatan Batang Alai dengan ibukotanya Birayang, lebih kurang sembilan kilometer dari Barabai (165 kilometer timur laut Banjarmasin), yang kini menjadi ibukota Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST).
Kemudian Kecermatan Batang Alai menjadi Kecamatan Batang Alai Selatan (BAS) dengan ibukotanya tetap Birayang dan Kecamatan Batang Alai Utara (BAU) beribukota Ilung.
Pada 2000-an BAS dimekarkan lagi menjadi tiga, yaitu Kecamatan Batang Alai Timur (BAT) dengan ibukotanya Labuhan, Kecamatan Limpasu dan BAS sendiri.
Bahkan di Banjarmasin hingga tahun 1970-an masih kental Kerukunan Bubuhan Batang Alai (KBBA), yang penggeraknya banyak sudah almarhum, seperti mantan Kabag Humas Pemprov Kalsel HA Makkie dan mantan Ketua PTA Banjarmasin H Rusdiansyah Asnawi.
Ada pula seorang ustadz ujung namanya "BBA" - bukan gelar akademisi, tapi singkatan dari Bubuhan Batang Alai (bubuhan dari bahasa daerah Banjar yang pengertiannya kelompok/komunitas).
Bupati HST sekarang (2020 - 2024) sudah menyiapkan lagi rencana satu kecamatan baru, sehingga Alai akan memiliki lima kecamatan dan formalitas memenuhi menjadi kabupaten berdiri sendiri atau Kabupaten Batang Alai sebagai pemekaran dari "Bumi Murakata" HST