Banjarmasin (ANTARA) - Bulan Ramadhan atau bulan puasa telah memunculkan semangat untuk melestarikan budaya nenek moyang yang berkaitan dengan penganan atau kuliner Banjar.
Setidaknya itulah pengakuan Ibu Atus, warga bilangan Cemara Raya, Prumnas, Kayu Tangi Banjarmasin, kepada Antara Kalsel, Senin, lantaran ia adalah seorang penjual kue khas Banjar, sebagai menu berbuka puasa bagi masyarakat setempat.
Ibu Atus yang sudah sekitar 30 tahun menggeluti membuat penganan setiap bulan Ramadhan tersebut, mengaku merasa bersyukur datangnya Ramadhan, karena ia bisa berkreasi terus untuk mempertahankan budaya membuat penganan khas Banjar tersebut.
Setidaknya ada 20 macam dari 41 macam yang dikenal luas jenis kue Banjar, yang dibuat isteri penggiat lingkungan Akhmad Arifin ini, seperti kue bingka tapai, bingka kentang, amparan tatak pisang, sari penganten, sari india , dawai sagu wan pisang, sarimuka, dan yang lainnya.
Dalam sehari Ibu Atus mampu menjual habis 20 ciper, setiap ciper ada 15 tatak (potongan) berarti setiap hari ada 300 tatak, setiap tatak dijual seharga Rp15 ribu.
Itu hitungan kue pakai ciper belum lagi, yang bukan pakai ciper seperti bingka yang sehari sekitar 20 biji, sebiat biji bingka dijual Rp40 ribu, atau sebelah Rp20 ribu.
Menurut Agus, anak dari Ibu Atus yang ikut menunggu jualan penganan tersebut, menyebutkan walau harga kue yang dijual mereka agak mahal Rp15 ribu per tatak tetapi rasanya lebih enak, makanya pelanggan sangat panatik untuk membeli kue ibu Atus ini.
Mahalnya kue buatan Ibu Atus karena bahan pilihan selain tepung beras, juga gula aren yang asli, pewarna alam terbuat dari daun pandan dan tanaman yang lain, tidak menggunakan pengawet dan pewarna kimia.
Hasil pemantauan Antara di tempat lain yang menjamur lokasi penjualan penganan Banjar berbuka puasa ini kue kue serupa rata-rata dijual Rp10 ribu per tatak.
Memang selama Ramadhan, menjamur lokasi penjualan penganan Banjar berbuka puasa, khususnya yang menjual penganan khas setempat, ada sebagian kua Banjar yang hanya dibuat waktu tertentu saja seperti hanya bulan Ramadhan, karena kue-kue tersebut dinilai sakral.
Ramadhan munculkan semangat untuk lestarikan kuliner Banjar
Senin, 4 April 2022 13:25 WIB