Jakarta (ANTARA) -
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Abraham Wirotomo mengatakan risiko penularan COVID-19 varian Omicron dari pelaku perjalanan ibadah umrah bisa diminimalisasi apabila karantina dan protokol kesehatan diterapkan secara disiplin.
"Intinya, kalau orang dikarantina tujuh hari, probabilitas muncul transmisi lokal cuma 0,01-1 persen. Jadi, kuncinya ada pada disiplin pelaksanaan, baik dari sisi pemerintah maupun masyarakat yang menjalani karantina," kata Abraham di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin.
Pemerintah membuka kembali penyelenggaraan ibadah umrah mulai Sabtu (8/1). Sebelumnya, keberangkatan umrah yang rencananya dilaksanakan pada Desember 2021 ditunda untuk mencegah penularan Omicron.
Menurut Abraham, pemerintah sudah menyiapkan berbagai langkah mencegah kasus impor Omicron, termasuk dari para jamaah umrah. Langkah itu, antara lain memastikan karantina dan isolasi dilaksanakan dengan kepatuhan maksimal, meningkatkan pelacakan, dan menerapkan protokol kesehatan ketat pasca-karantina.
"KSP akan melakukan monitoring lapangan memastikan apakah semuanya berjalan sesuai arahan Presiden," katanya.
Ia menambahkan pemerintah juga sudah mengoptimalkan berbagai sumber daya untuk mengendalikan penularan Omicron. Misalnya, dengan penambahan kapasitas di lokasi karantina terpusat, distribusi obat ke 34 provinsi, hingga penambahan kuota oksigen.
Baca juga: Imigrasi Banjarmasin operasikan TPI Udara untuk layani embarkasi umrah
"Oksigen per pekan ini sudah tambah persediaan hingga 80 persen, naik dari sebelumnya yang hanya 50-60 persen. Para tenaga kesehatan di setiap daerah juga sudah siap kembali di lapangan menghadapi Omicron," ujarnya.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mencatat terdapat 318 kasus Omicron di Indonesia per 7 Januari 2022. 295 kasus merupakan kasus yang berasal dari pelaku perjalanan luar negeri, dan sisanya 23 kasus merupakan transmisi atau penularan lokal.
Baca juga: Imigrasi Banjarmasin operasikan TPI Udara untuk layani embarkasi umrah