Martapura (ANTARA) - Usia masih relatif muda namun jabatan dan gelar akademisi yang disandang Ajun Komisaris Polisi (AKP) Dr Singgih Aditya Utama SIK MH sungguh membanggakan bagi dirinya sendiri, orang tua, kerabat, rekan kerja maupun institusi.
Yaa, sosok Singgih yang menjabat Kepala Satuan Intelkam Kepolisian Resor Banjar, Polda Kalimantan Selatan bertambah sempurna dengan gelar akademisi yang disandangnya yakni Doktor Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (Unisula).
Perwira pertama lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) tahun 2013 itu, resmi menyandang gelar akademisi Doktor setelah berhasil melewati ujian promosi doktor dalam ilmu hukum di universitas yang terletak di Semarang, dengan nilai sempurna, Cum Laude.
Ujian promosi doktor Ilmu Hukum yang diselenggarakan Universitas Islam Sultan Agung (Unisula) di Jalan Raya Kaligawe KM 4 Semarang pada tanggal 18 Desember 2021 telah resmi menyematkan gelar doktor di depan namanya.
"Alhamdulillah, saya bahagia, dan sangat bersyukur atas anugerah yang telah diberikan Allah SWT. Semuanya dimudahkan sejak dari awal dan hasil akhirnya sesuai harapan," ujar suami dari Ipda Putri Yolanda Permatasari S.Tr.K yang juga lulusan Akpol itu.
Pria kelahiran Blora, Provinsi Jawa Tengah tepat tanggal 12 Desember 1992 itu, membawakan disertasi berjudul "Rekonstruksi pengaturan rehabilitasi bagi tersangka pemakai narkotika pada tahap penyidikan berbasis nilai keadilan".
Disertasi itu, disampaikan di depan tim penguji dan promotor yakni Prof Dr Gunarto SH, SE, Akt MHum, Prof Dr Anis Mashdurohatun SH MHum, Prof Dr Sri Endah Wahyuningsih, SH MHum, Prof Dr Mahmutarom HR, SH MH dan Prof Dr Eko Soponyono, SH MH.
Untuk diketahui, AKP Dr Singgih Aditya Utama SIK MH dalam disertasi yang disusunnya mengupas tentang sebuah terobosan dalam penyidikan tindak pidana narkotika yang dikaitkan dengan program rehabilitasi bagi pemakai narkotika.
Terobosan yang dicetuskan yakni finalisasi sebuah assesement terhadap pemakai narkotika yang selama ini berdasarkan UU Narkotika meski dalam assessment penyidikan direkomendasikan untuk rehabilitasi tetapi dapat saja tetap menjalani hukuman pidana.
Diketahui, Undang-Undang narkotika yang diberlakukan saat ini memang berorientasi kepada asas legalitas dan secara umum mengedepankan segala suatu dalam ranah pidana yang harus melewati putusan pengadilan.
"Segala sesuatu dalam ranah pidana harus melewati putusan pengadilan, tidak cocok untuk diterapkan kepada pemakai narkotika karena pemakai narkotika adalah orang sakit yang harus menjalani pengobatan," ucap doktor Singgih penuh semangat.
Dikatakannya, argument pemakai narkotika adalah orang sakit, harusnya perhatian besar diberikan kepada tim assement pada tahap penyidikan guna mendapatkan legitimasi sebagai dasar rehabilitasi pemakai narkotika tanpa harus melalui proses sampai dengan pengadilan.
"Melalui metode di atas ada beberapa keuntungan didapat, pertama pemakai narkoba berkurang karena program rehabilitasi menempatkan pemakai nakrotika sebagai pasien. Kedua, pemangkasan sistem, maka otomatis mengurangi APBN yang dikeluarkan oleh negara," katanya.