Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kalimantan Selatan Gustafa Yandi mengatakan, penurunan pendapatan asli daerah (PAD) pemerintah provinsi tersebut karena kelesuan ekonomi secara nasional.
Selain itu, mungkin terkait pelayanan, ujarnya, usai rapat bersama Badang Anggaran (Banggar) DPRD Kalimantan Selatan (Kalsel) di Banjarmasin, Kamis.
Mengenai kelesuan ekonomi, mantan Kepala Biro Keuangan pemerintah provinsi (Pemprov) Kalsel itu menyatakan, hal tersebut sulit dipungkiri, karena melanda semua provinsi di Indonesia.
"Namun kalau masalah pelayan, kita bisa tingkatkan, antara lain dengan menambah `e-payment point` bekerja sama dengan PT Bank Kalsel," katanya.
Ia berharap, penambahan e-payment point dapat memudahkan bagi wajib pajak untuk membayar atau memenuhi kewajiban mereka.
Tambahan e-payment point yang sudah ada di Satui, Kabupaten Tanah Bumbu (Tanbu), Kalsel (sekitar 200 kilometer timur Banjarmasin), ke depan di Nagara (sekitar 157 kilometer utara Banjarmasin), Kabupaten Hulu Sungai Selatan.
Selain itu, di Kelua (sekita 105 kilometer utara Banjarmasin), Kabupaten Tabalong, demikian Gustafa Yandi.
Sebelumnya saat menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Kalsel 2014 pada 11 Juni lalu, gubernur setempat H Rudy Ariffin menerangkan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) turut mempengaruhi pendapatan daerah.
Pada tahun 2014 realisasi BBNKB hanya 94,28 persen dari target, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB) cuma mencapai 90,69 persen dari target, dan pajak rokok realisasinya 79,99 persen.
Faktor yang signifikan mempengaruhi tak terpenuhi target pendapatan dari kompoenan BBNKB, karena adanya pertumbuhan negatif pada kendaraan bermotor baru, terutama kendaraan roda empat, dimana tahun 2014 turun hingga 13,03 persen dibandingkan 2013
Menurut dia, penurunan itu salah satu dampak dari berkurangnya kegiatan eksploitasi sektor pertambangan batu bara sebagai imbas turunya harga komoditi tersebut tahun 2014 sebesar 26,21 persen dibandingkan 2013.
Keadaan tersebut selanjutnta mendorong berkurangnya perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan batu bara untuk melakukan pengadaan kendaraan bermotor baru.
Selain itu, depresiasi nilai tukar rupiah tahun 2014 sebesar 13,65 persen dibandingkan 2013, sementara kenaikan harga kendaraan bermotor baru yang berujung melemahnya daya beli masyarakat.
Sedangkan tak tercapainya target pajak BBKB, antara lain karena penurunan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) tahun 2014 sebesar 7,44 persen dibandingkan 2013, terutama jenis solar yang tarif pajak BBKB tersebut 7,5 persen.
Persoalan penggunaan BBM tersebut berkorelasi erat dengan berkurangnya kegiatan di sektor pertambangan yang mayoritas menggunakan pajak BBKB jenis solar atau BBM nonsubsidi, demikian Rudy Ariffin.