Jakarta (ANTARA) - Direktur kreatif rumah mode Burberry, Riccardo Tisci, mungkin tidak mengenal RA. Kartini dan tidak tahu apa yang diperjuangkan oleh perempuan asal Rembang, Jawa Tengah itu. Tapi, pria asal Italia ini rupanya memiliki visi yang sama dengan Kartini.
Tisci ingin memperlihatkan bahwa perempuan juga bisa melakukan apa yang biasa dilakukan oleh kaum lelaki, dan mereka juga memiliki kekuatan dan kemampuan yang sama dengan lawan jenisnya.
Tisci melalui karyanya menunjukkan kekuatan yang dimiliki oleh perempuan modern di perkotaan. Melalui fesyen dia memperlihatkan bagaimana kekuatan feminitas bisa mempengaruhi segalanya.
Dan mungkin semesta mendukung visi Kartini dan Tisci, dua orang yang berbeda jaman, ras, bahkan jenis kelamin ini. Tisci menggelar pagelaran busana secara streaming melalui Instagram TV dari akun resmi Burberry pada Rabu, 21 April. Sementara di Indonesia, 21 April selalu dirayakan sebagai Hari Kartini.
"Saya ingin koleksi ini terasa benar-benar melambangkan kekuatan energi feminin, selayaknya baju zirah modern yang menampilkan aura garang yang khas," kata Tisci dalam pernyataannya.
"Ada sikap mendasar pada koleksi yang sangat 'Inggris' ini, menjadi unik namun eksentrik dan benar-benar otentik dalam cara Anda mengekspresikan diri," tambah Tisci.
Dengan tema yang mengusung unsur feminin seperti itu, sebagian besar orang akan mengira bahwa Tisci akan membawa koleksinya untuk fokus pada unsur-unsur feminin seperti motif floral, kemudian menciptakan bentuk dan pakaian yang feminin, ringan, mungil, dan anggun.
Namun dalam pagelaran busana yang digelar secara daring ini, bukan unsur feminin seperti itu yang diperlihatkan oleh Tisci. Tisci banyak memperlihatkan sisi maskulin dan androgini atau yang saat ini banyak dikenal dengan sebutan "gender-fluid".
Koleksi dari rumah mode asal Inggris untuk Musim Gugur/Dingin 2021 ini seperti menantang konsep konvensional "feminin" yang kerap kali menggunakan jenis kain seperti chifon atau organza serta tulle, yang menampilkan pakaian atau gaun elegan yang menjuntai-juntai, yang berkibar ketika tertiup angin.
Namun bukan itu yang ingin diperlihatkan oleh Tisci. Koleksi kali ini banyak memperlihatkan bentuk linier dan garis tajam. Sejumlah kritikus fesyen menyebut koleksi Tisci ini sebagai "evolusi siluet busana wanita".
Kepada Vogue, Tisci mengungkapkan bahwa dia mendapatkan banyak referensi mengenai evolusi cara berpakaian perempuan yang dimulai dari alam terutama berabad-abad yang lalu.
"Sepanjang sejarah, kostum yang dikenakan orang pada jaman purba dirancang sedemikian rupa untuk dongeng anak-anak (cerita The Flinstone), garis besar yang naif, tetapi dibuat jauh lebih sensual," katanya.
Kemampuan adaptasi perempuan pada perkembangan jaman dia tuangkan dalam koleksinya, tidak banyak siluet, namun ada banyak layer untuk menunjukkan evolusi cara berpakaian perempuan.
Setiap bagian dari koleksi dibuat dengan sangat memperhatikan detil, baik itu pada pengerjaan pola atau pun penggunaan warna. Tiap potongan diberi "pembatas" yang khas dengan pilihan bahan atau warna tegas serta kontras.
Kemudian beberapa sentuhan aksentuasi tampak di berbagai tempat tanpa terkesan berlebihan, seperti rumbai bulu, cut-out pada bahu, potongan lengan yang longgar, tambahan bahan pada bagian bawah pakaian dan lain sebagainya.
Setiap model memperagakan tampilan dengan berbagai layer busana yang berbeda-beda. Tisci seperti ingin memperlihatkan bahwa tiap individu perempuan memiliki cara berpikir yang berbeda namun punya kekuatan yang sama. Ada model yang tampil dengan mantel bulu dan parka, jubah bermotif, gaun ketat bermandikan payet emas dan eyelet friging.
Tisci memperlihatkan sensualitas perempuan tanpa terlihat vulgar melalui gaun emas dengan aksen draperi di bagian dada, yang mengingatkan pada cara berbusana dewi-dewi Yunani. Adapula padanan jaket dengan pola bertumpuk yang dipadu dengan gaun plunge neck monokrom putih hitam, namun tampak "sopan" dengan dalaman turtle neck mesh hitam.
Beberapa aksesori dan penutup kepala juga banyak digunakan. Topi yang menyerupai peci, dengan rumbai di bagian kiri dan kanan, kemudian menjuntai hingga lutut. Tisci tampak ingin bereksperimen dengan bentuk dan proporsi yang lebih avant-garde tanpa kehilangan unsur maskulin.
Dari sudut pandang pemilihan kain, ada beragam kain dan tekstur yang digunakan oleh Tisci. Pria asal Italia ini bermain dengan aneka jenis kain, pola, bahkan bulu yang mewah. Tisci juga bermain dengan warna yang tampak maskulin namun sekaligus feminin. Warna-warna yang digunakan sebagian besar adalah warna netral seperti oranye, emas, coklat, dan krem, warna warni khas Burberry.
Dikutip dari laman Instagram Burberry, Tisci juga memberikan sentuhan warna yang mewakili optimisme seperti kuning cerah, merah, biru dan merah muda.
"Feminitas adalah hal yang sangat seksi, menurutku, tapi tanpa menjadi vulgar. Feminitas adalah sesuatu yang sangat ingin saya capai di Burberry begitu saya bekerja di rumah mode ini. Karena menurut saya, ini adalah perusahaan yang sangat maskulin," kata Tisci.