Laju pembangunan infrastruktur jalan yang dilakukan pemerintah kabupaten dan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah beberapa tahun terakhir mulai dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat di pedesaan hingga perkotaan.
Jalur-jalur darat antar desa, kecamatan, kabupaten bahkan antar provinsi di daratan Pulau Kalimantan kini telah terhubung.
Banyak daerah yang dulu masih terisolasi hanya dapat ditempuh dengan jalur sungai, kini mulai terbuka dan dapat dituju dengan jalur darat dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat.
Masyarakat mulai meninggalkan transportasi laut, seperti kapal penumpang, barang dan kapal feri.
Padahal, sebelum tahun 2000-an, Sungai Barito yang menghubungkan dua provinsi di Kalimantan, yakni, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah itu menjadi satu-satunya jalur transportasi untuk arus penumpang dan barang.
Beberapa tahun belakangan ini, mereka lebih memilih menggunakan transportasi darat. Menggunakan jalur darat bisa lebih efektif dan lebih murah.
Seorang buruh bongkar muat di pelabuhan Banjaraya Banjarmasin, Ucang, menuturkan, dua bus air (kapal penumpang dan barang) jurusan Banjarmasin-Palangkaraya sudah tidak aktif lagi.
"Karena jalur darat antara Banjarmasin, Kalsel dengan Palangkaraya, Kalteng sudah terhubung, sehingga angkutan kapal tidak ada lagi," terangnya.
Selain Banjarmasin-Palangkaraya ada juga pelayaran Banjarmasin dengan beberapa daerah lain juga berhenti, karena akses jalan ke daerah tersebut sudah terbangun.
Kendati banyak pelayaran yang tutup, namun masih ada beberapa rute yang masih tetap bertahan. Seperti, Banjarmasin-Muara Teweh dan Banjarmasin-Puruk Cahu.
Bus air atau kapal dua tingkat yang berkapasitas lebih dari 100 penumpang itu kini masih berlabuh di pelabuhan Banjaraya untuk melayani penumpang dan barang tujuan Puruk Cahu dan Muara Teweh.
Alasannya, karena biaya pengiriman barang melalui sungai dari Banjarmasin ke Puruh Cahu dan Muara Teweh di Provinsi Kalimantan Tengah itu jauh lebih murah dibandingkan melalui jalur darat.
Bahkan untuk barang-barang tertentu yang hendak dikirim ke Palangkaraya terkadang masih menggunakan kapal carteran, karena pertimbangan biaya lebih murah.
Ucang mengungkapkan, biaya pengiriman barang menggunakan jalur darat dengan menggunakan transportasi Sungai Barito cukup jauh selisihnya.
Masih jadi alternatif
Seorang pedagang sembako di Barito Kuala Lina yang biasa menggunakan feri di pelabuhan Banjaraya mengaku masih memilih menggunakan transportasi sungai daripada menggunakan jalur darat.
"Karena biayanya sangat murah," terangnya.
Ia mengaku memilih biaya transportasi semurah-murahnya, untuk menekan biaya transportasi dan agar dapat menjual barang dagangannya jauh lebih murah dibandingkan dengan pedagang yang lain.
Maklum, ujar dia, saat ini pedagang semakin banyak, jadi harus pintar-pintar menghemat biaya angkutan agar tidak menambah harga jual barang sembako.
Lina mengakui ada daerah-daerah tertentu lebih efektif menggunakan jalur darat, dan ada juga daerah tertentu yang lebih efektif menggunakan jalur sungai.
Mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Banjarmasin yang berasal dari Tamban, Kabupaten Barito Kuala, Sriani, mengatakan, setiap hari pergi ke kampus melalui jalur Sungai Barito dengan menggunakan kapal feri Banjarmasin-Tamban.
Meski ada jalur darat, namun tidak efektif, karena harus memutar ke daerah lain yang jaraknya hingga 50 km sebelum sampai di kampus Kayu Tangi, Banjarmasin.
Hal yang sama juga disampaikan pedagang kayu olahan di Banjarmasin H Poniran.
Pedagang asal Jawa Tengah itu mengaku lebih memilih mengirim barangnya dari Tamiang, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah dengan melalui transportasi Sungai Barito.
"Kalau menggunakan jalur darat, banyak razia polisi, sehingga kami harus mengeluarkan dana tambahan," kata dia.
Meski jalur Kalimantan Selatan dengan Kalimantan Tengah telah terhubung dan menjadi jalur yang padat, untuk pengiriman kayu olahan masih lebih efektif menggunakan transportasi sungai.
Untuk usaha tertentu, kata dia, pengusaha lebih memilih jalur darat. Akan tetapi untuk usaha di bidang perkayuan masih untung menggunakan jalur sungai.
Terlebih saat ini pangsa pasar kayu mulai turun karena bersaing dengan harga baja ringan yang hampir lebih murah daripada harga kayu, sementara harga kayu semakin naik.
Menurut Poniran, menurunnya permintaan akan kayu juga disebabkaan oleh perubahan sikap masyarakat dan pemerintah yang beralih dari bahan bangunan dari kayu ke baja ringan.
"Kalau sudah seperti itu, kita harus bisa menekan biaya operasional dengan cara menggunakan jalur sungai," tambahnya.
Dalam satu bulan, Poniran mengaku mendapatkan kiriman kayu olahan sekitar 10 buah kapal.
Pengusaha jasa transportasi kapal tongkang di Banjarmasin Rustam, mengatakan, saat ini Sungai Barito lebih banyak dijadikan lalu litas kapal-kapal besar.
Berbeda dengan sebelum tahun 2000, kapal besar yang masuk ke Sungai Barito masih tidak sebanyak saat ini.
Memang ada beberapa kapal yang tidak lagi beraktivitas karena jalur darat terhubung, tetapi untuk pengiriman barang tertentu masih lebih ideal menggunakan jalur sungai.
Rustam yang mengaku memiliki kapal tongkang berkapasitas 4-5 ribu metrik ton batubara dengan jalur dari Klanis, Kalteng ke Gresik, Jawa Timur.
Namun demikian, untuk melewati alur Sungai Barito kini harus berhati-hati, karena dikhawatirkan kandas akibat sedimentasi sungai yang makin parah./C