Jakarta (ANTARA) - Bagi warga negara Indonesia di Beijing, Idul Adha tahun ini relatif tidak berbeda dengan setahun yang lalu, meskipun tahun ini dalam suasana pandemi.
Yang sedikit berbeda adalah pelaksanaan shalat Id. Jika pada Idul Adha 1440 Hijriah, shalat Id digelar di halaman Wisma Duta KBRI, maka pada 1441 Hijriah pelaksanaannya dipindahkan ke aula serba guna premis kedutaan yang beralamatkan di Dongzhimen Wai Da Jie No 4 Beijing itu.
Oleh karena jumlah jamaah hanya 60 orang, maka cukup ditempatkan di aula yang memang tidak seluas ruang terbuka di bawah pepohonan rindang yang menaungi halaman Wisma Duta itu.
"Pelaksanaannya pun singkat, mulai 08.00 hingga 08.25 (07.00-07.25 WIB)," kata Fathurrahman Yahya selaku imam merangkap khatib shalat Idul Adha di aula KBRI Beijing kepada ANTARA, Sabtu malam.
KBRI Beijing sudah dua tahun terakhir ini mengadakan shalat Idul Adha. Berbeda dengan shalat Idul Fitri yang selalu digelar setiap tahun di halaman Wisma Duta.
Masih seperti tahun lalu, usai shalat Idul Adha tidak ada ritual penyembelihan hewan kurban seperti di tempat lain karena memang premis kedutaan di China tidak boleh ada aktivitas pemotongan hewan.
Namun kambing guling langganan KBRI Beijing yang dipesan dari Ma Hua, restoran Muslim berjaringan di China, selalu tersedia di Wisma Duta.
Bahkan dagingnya terasa lebih empuk karena memang kambingnya masih berusia muda. Oleh karena itu banyak yang suka dan banyak yang tidak kebagian juga tentunya karena dalam antrean santap kambing guling itu berlaku asas, siapa cepat, dialah yang dapat.
Pada tahun ini Idul Adha di seantero China juga suasananya nyaris sama, tidak ada perayaan penyembelihan binatang kurban.
Padahal, esensi Idul Adha bagi umat Islam di China adalah perayaan penyembelihan binatang kurban. Dan, perayaan Idul Adha di China jauh lebih semarak daripada Idul Fitri.
Penyembelihan puluhan ekor binatang kurban, seperti sapi dan kambing, di Masjid Niujie Beijing selalu menarik perhatian masyarakat luas, bukan hanya umat Islam yang tinggal di sekitar salah satu masjid tertua di China itu.
"Selesai shalat Id, jamaah langsung bubar dan pulang ke rumah masing-masing," demikian pesan singkat seorang warga negara Indonesia selepas shalat Idul Adha di Masjid Nanxiapo, Beijing, Jumat (31/7/2020).
Tidak bisa dimungkiri, tiadanya ritual pemotongan hewan kurban itu lantaran China baru-baru ini mengeluarkan regulasi baru pemeliharaan dan pengembangbiakan binatang sebagai salah satu upaya untuk mengurangi risiko penularan COVID-19.
Selain itu penyembelihan hewan kurban juga berpotensi mendatangkan orang dalam jumlah yang tidak sedikit dengan pergerakan yang sulit dikendalikan.
Bangga
Sementara di Taiwan, ribuan pekerja migran Indonesia tumpah ruah di Taipei Travel Plaza, pada Jumat pagi.
Taman terbuka di kawasan Taipei Main Station (TMS), dalam tiga tahun terakhir sudah menjadi langganan bagi komunitas pekerja migran Indonesia untuk menggelar shalat Id.
Sebelumnya, shalat Id digelar di halaman utama TMS yang relatif lebih sempit daripada di taman bekas terminal bus jurusan Bandar Udara Internasional Chiang Kai Shek di Kota Taoyuan itu.
Meskipun lebih luas, tetap saja shalat Id di Taipei Travel Plaza digelar secara bergelombang agar bisa menampung jamaah lebih banyak.
Pada Jumat pagi saja shalat Id di Taipei Travel Plaza dilaksanakan dalam tiga gelombang, mulai pukul 07.00 waktu setempat (06.00 WIB). Masing-masing gelombang diikuti 600 hingga 700 orang.
Penyelenggaranya masih tetap sama dengan shalat Idul Fitri, yakni Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Taiwan bekerja sama dengan Global Workers' Organization (GWO) dan Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT).
Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia (KDEI) Taipei turut mendukung penyelenggaraan shalat Idul Adha yang khusus diperuntukkan bagi WNI itu. Dukungan diberikan dalam bentuk pendanaan.
Menariknya, PCINU Taiwan mendapatkan kepercayaan dari Pemerintah Kota Taipei untuk menggelar shalat Idul Adha setelah dianggap berhasil menggelar shalat Idul Fitri yang sama-sama dalam situasi pandemi.
GWO selaku lembaga nonpemerintahan menjadi jaminan atas penyelenggaraan tersebut, sedangkan PSHT sebagai salah satu perguruan pencak silat membantu pengamanan.
"Dari segi pengamanan, kami lebih ketat daripada di masjid-masjid di Taiwan yang hanya mengukur suhu tubuh. Kami tidak hanya itu, setiap jamaah wajib menunjukkan ARC (Kartu Penduduk Asing) atau paspor lalu kami potret untuk memudahkan pelacakan kalau terjadi sesuatu," kata Sekretaris Tanfidziyah PCINU Taiwan Didik Purwanto.
Ritual yang digelar PCINU di Taipei Travel Plaza itu termasuk salah satu dari lima lokasi pelaksanaan shalat Idul Adha yang disahkan oleh pemerintah Taiwan pada 31 Juli 2020 karena dianggap mampu melaksanakan sesuai protokol kesehatan.
Dari lima tempat penyelenggaraan shalat Id tersebut, hanya Taipei Travel Plaza, yang merupakan tempat terbuka.
Empat tempat lainnya, yakni Masjid Besar Taipei, kampus National Chiao Tung University (NCTU) Hsinchu, Masjid Taichung, dan Masjid Kaoshiung merupakan tempat tertutup.
"Tentu saja kami bersyukur dan bangga mendapat kepercayaan lagi dari pemerintah Taipei," kata Didik yang bertindak sebagai Sekretaris Panitia Shalat Idul Adha di Taipei Travel Plaza.
Pelaksanaan shalat Idul Adha di Taipei Travel Plaza itu menyita perhatian media di Taiwan. Apa lagi kalau bukan kedisiplinan jamaah yang menjadi sorotan.
Mereka menaati protokol pencegahan pandemi dengan mengenakan masker dan membawa sajadah sendiri-sendiri, demikian laporan Taiwan News, Jumat.
Selepas shalat Id, mereka pulang ke rumah majikan untuk kembali bekerja karena Idul Adha di Taiwan bukan hari libur nasional, sama dengan hari-hari keagamaan lainnya.