Banjarmasin (ANTARA) - Seorang pengamat politik mengilai, keputusan pemerintah untuk tetap menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak pada 2020 ini adalah tepat, mengingat tak ada jaminan di tahun depan pandemi COVID-19 dapat teratasi.
Menurut pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof Dr H Budi Suryadi, gelaran pilkada di tengah ancaman wabah COVID-19 memang sesuatu yang tidak bisa dihindari.
"Sekarang fokusnya tentu protokol kesehatan yang wajib dipenuhi. Jangan sampai pilkada jadi buah simalakama, baik untuk keberlangsungan pemerintahan, namun bencana bagi (ada fakta) bertambahnya korban akibat terpapar virus corona," kata Budi di Banjarmasin, Sabtu (30/5).
Selain seluruh tahapan pilkada yang menerapkan protokol pencegahan COVID-19 yang ketat, Budi juga berharap ada mekanisme yang jelas ketika hari pencoblosan.
"Misalnya alat coblosnya harus sekali pakai, termasuk tinta yang biasa dicelupkan di jari juga diganti polanya. Semua hal-hal itu wajib diperhatikan, selain menjaga jarak, penggunaan masker dan pengecekan suhu tubuh ketika memasuki TPS," ujar guru besar bidang dosial dan politik ULM itu.
Di sisi lain, Budi menilai pilkada serentak pada masa pandemi dilakukan dalam rangka mengurangi risiko kekacauan dalam pemerintahan daerah yang tentunya akan berimbas pada kekacauan penanganan wabah COVID-19.
Menurut dia, daerah sangat rentan kekacauan penanganan COVID-19 karena kekosongan jabatan kepala daerah jika pilkada harus ditunda hingga tahun depan.
"Kekosongan jabatan kepala daerah ini akan menimbulkan ketidakefektifan dan ketidakefisienan penyelenggaraan pemerintah daerah. Dimana pejabat pengganti atau pelaksana tugas tidak bisa melakukan kebijakan politik yang strategis dan diperlukan," ujarnya.
Alhasil, ujar dia, kondisi pejabat sementara di jabatan kepala daerah justru bakal sangat berisiko dalam kondisi pandemi, dimana pemerintah daerah tidak bisa menangani wabah secara efektif dan efisien.
"Seperti yang sudah terlihat di beberapa daerah saat ini, pengisian jabatan kepala dinas yang lintas SKPD untuk penanganan wabah COVID-19 hanya pada level pejabat sementara, sehingga kerap menimbulkan ketidakseriusan dalam penanganannya," kata Budi.
Pesta demokrasi lima tahunan itu akan berlangsung di 270 daerah di Indonesia. Untuk Kalimantan Selatan, pilkada tahun ini digelar di tujuh kabupaten dan kota plus satu Pemilihan Gubernur Kalsel.