Jakarta (ANTARA) - Indonesia membuktikan keseriusannya dalam mengurus olahraga setelah mencatas sukses besar pada Asian Games 2018 yang menjadi pesta olahraga multi-event terbesar di dunia setelah Olimpiade.
Setelah event itu, perhatian pemerintah kepada atlet dan pengembangan olahraga pun meningkat, meski belum merata ke seluruh cabang olahraga.
Salah satu cabang yang diperhatikan adalah angkat besi. Kementerian Pemuda dan Olahraga RI (Kemenpora) dan Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABBSI) sampai berani menggelar kejuaraan internasional yang sudah memasuki tahun kedua.
Menurut Sekretaris Kemenpora Gatot S. Dewa Broto, kejuaraan bertajuk "Indonesia International Weightlifting Championships" bertujuan mengukur kemampuan atlet dari jenjang anak-anak hingga junior, dan menjadi media mencari bibit atlet nasional yang saat ini disorot mengingat kecilnya pertumbuhan lifter muda yang dipersiapkan sebagai pengganti lifter senior.
Menurut Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PABBSI Alamsyah Wijaya, Kemenpora dan PB PABBSI sepakat bahwa regenerasi angkat besi mendesak untuk dilakukan, apalagi timnas cabor ini hanya punya 10 atlet yang siap.
Indonesia sudah tentu tak mau kehilangan kesempatan memperpanjang daftar prestasi angkat besi baik nasional maupun internasional seperti pernah ditorehkan lifter kawakan Eko Yuli, Triyatno, dan Sri Wahyuni.
Para lifter baik yang tergabung dalam timnas maupun non timnas telah memupuk prestasi membanggakan dalam lima tahun terakhir
Pada Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan, Eko Yuli dan Sri Wahyuni, menyumbangkan medali perunggu dan medali perak. Dua medali ini mendorong adanya evaluasi terhadap timnas agar perolehan medali pada ajang selanjutnya lebih besar dari itu.
Pada tahun yang sama, timnas berhasil mengamankan kursi keikutsertaan pada Olimpiade 2016 Rio de Janeiro, Brasil, berhasil hasil lumayan baik pada Kejuaraan Dunia 2014 di Almaty, Kazakhstan.
Akhiri penantian panjang
Di situ, Indonesia menduduki peringkat kedelapan dengan 105 poin, sehingga mengamankan kuota lima atlet pada Olimpiade sebagaimana target yang diminta Satlak Prima kala itu.
Dua tahun kemudian, Olimpiade 2016 di Brasil menjadi pembuktian adanya perbaikan pada kapabilitas timnas angkat besi. Di sini, angkat besi menyumbangkan dua medali perak dari total lima medali perak dan lima perunggu yang diraih Indonesia pada Olimpiade ini.
Adalah Sri Wahyuni yang meraih medali dari kelas 48kg dengan total angkatan 192kg, dan Eko Yuli pada kelas 62kg dengan total angkatan 318kg.
Prestasi itu begitu membanggakan Sri Wahyuni karena ia baru pertama kali mengikuti Olimpiade, tapi bisa langsung menggondol medali perak.
Lifter kelahiran Bandung 1994 ini sempat terancam tidak bisa mengikuti Olimpiade karena penampilan buruknya pada Kejuaraan Dunia 2015 di Houston, Amerika Serikat.
Sedangkan bagi Eko yang berasal dari Lampung, medali Olimpiade menjadi menarik mengingat dia adalah atlet Indonesia pertama yang sukses mendapatkan tiga medali Olimpiade secara berturut-turut, pada Olimpiade Beijing 2008, London 2012, dan Rio de Janeiro 2016.
Pada 2018, lagi-lagi angkat besi Indonesia menorehkan prestasinya dalam Asian Games Jakarta-Palembang.
Angkat besi Indonesia menyudahi kehampaan medali emas pada Asian Games berkat usaha Eko Yuli yang mengakhiri penantian panjang angkat besi nasional dalam meraih medali emas setelah sukses pada kelas 62kg dengan total angkatan 311kg.
Sebelum Asian Games 2018, angkat besi Indonesia hanya bisa mengumpulkan lima medali perak dan 13 medali perunggu.
Ingin lunasi utang
Aksi Eko ternyata tak berhenti sampai Asian Games 2018
Ia kembali mencetak sejarah dan mengharumkan Indonesia setelah mencetak sejarah angkatan baru pada kelas 61kg dengan meraih medali emas kejuaraan dunia angkat besi di Asghabat, Turkmenistan, pada November 2018.
Dalam kelas ini, Eko berhasil melakukan angkatan snatch 143kg dan clean and jerk 174kg, dengan total angkatan 317kg yang sekaligus melampaui rekor sebelumnya 313kg.
Kejuaraan ini juga menjadi kualifikasi pertama untuk Olimpiade 2020 di Tokyo, Jepang.
Sementara itu, lifter putri Indonesia Sahari Dumaini Sinamo meraih medali perak kelas 48 kilogram pada Kejuaraan Dunia IWF Masters World Championship of Olympic Weightlifting 2018 di Barcelona.
Lifter yang berdomisili di Afrika Selatan ini kembali membanggakan Indonesia setelah menjuarai World Masters Weightlifting Championship 2019 di Montreal, Kanada, Agustus tahun ini.
Meski harus berjuang sendirian dan minim dukungan, atlet master berusia 48 tahun ini membuktikan bahwa tekad dan semangatnya sudah cukup membawa Merah Putih berkibar di negeri orang.
Dengan deretan prestasi para atlet terbaik ini, tidak salah jika Gatot menganggap Indonesia berutang kepada dua cabang olahraga, yaitu bulutangkis dan angkat besi.
Oleh karena itu, Kemenpora dan PB PABBSI ingin melunasi utang itu dengan regenerasi sebesar-besarnya dan mencetak lifter-lifter muda melalui kejuaraan dan program pelatihan lebih terukur.
Dengan cara begitu, akan banyak putra-putri Indonesia yang bisa meneruskan jejak Eko Yuli dan Sri Wahyuni di level dunia.
Perlu egenerasi angkat besi untuk pertahankan prestasi
Minggu, 8 September 2019 10:49 WIB