Jakarta (ANTARA) - Selama beberapa dekade, pasukan misi pemeliharaan perdamaian PBB telah menjadi salah satu bagian utama dari kemitraan global, kepemimpinan kolektif, dan tanggung jawab bersama untuk perdamaian.
Korps baret biru itu adalah para penjaga perdamaian yang diberi mandat oleh PBB untuk melindungi jutaan orang yang berada dalam wilayah-wilayah perang dan berkonflik di seluruh dunia.
Selain itu, pasukan penjaga perdamaian merupakan suatu bentuk kerja sama utama multilateral dalam upaya pemeliharaan perdamaian.
Namun, dengan realitas politik dan keamanan dunia saat ini, tantangan yang dihadapi oleh pasukan penjaga perdamaian semakin besar. Tantangan itu berasal dari sifat konflik yang berubah hingga kurangnya komitmen untuk solusi politik.
Selanjutnya, dari persiapan pasukan yang tidak memadai hingga kemungkinan keterlibatan aktor transnasional, termasuk teroris dan pejuang teroris asing (FTF), semua faktor tersebut berdampak pada keselamatan dan kinerja setiap personel pasukan perdamaian.
Padahal, pasukan perdamaian tentu sangat dibutuhkan dalam misi pemeliharaan perdamaian PBB, yang berdasarkan penelitian dinilai lebih efektif dan delapan kali lebih murah dibandingkan misi dan aksi unilateral.
Indonesia, sebagai salah satu negara penyumbang terbesar personel pasukan perdamaian, memandang penting sepenuhnya keberadaan pasukan penjaga perdamaian sebagai alat utama dalam upaya bersama untuk pemeliharaan perdamaian dunia.
Keselamatan dan kinerjaUntuk itu, pemerintah Indonesia berupaya mendorong peningkatan keselamatan dan kinerja para personel pasukan penjaga perdamaian PBB melalui perbaikan kualitas pelatihan dan pengembangan kapasitas mereka.
Indonesia sebagai Presiden Dewan Keamanan (DK) PBB pada Mei 2019 mengangkat isu tentang upaya peningkatan keselamatan dan kinerja pasukan pemelihara perdamaian PBB dalam kegiatan debat terbuka DK PBB.
Debat Terbuka DK PBB yang berlangsung pada 7 Mei 2019 di Markas PBB di New York, Amerika Serikat itu mengusung tema "Menabur Benih Perdamaian: Meningkatkan Keselamatan dan Kinerja Pasukan Penjaga Perdamaian".
Pemerintah Indonesia mengangkat tema tersebut mengingat pentingnya peran pasukan penjaga perdamaian dan meyakini bahwa persiapan yang memadai akan sangat membantu keberhasilan misi pemeliharaan perdamaian PBB, kata Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Ruddyard.
Menurut Febrian, tema tentang pasukan penjaga perdamaian itu juga juga sesuai dengan rekam jejak yang baik dari keterlibatan Indonesia dalam kontribusi personel pasukan penjaga perdamaian. Indonesia merupakan negara terbesar ke-8 dari 124 negara penyumbang personel pasukan perdamaian, yakni sejauh ini dengan total 3.080 personel dalam berbagai misi pemeliharaan perdamaian PBB.
"Kontribusi dalam pasukan penjaga perdamaian adalah salah satu kredensial Indonesia yang betul-betul diketahui oleh dunia. Mendapatkan 3.080 orang personel itu tidak gampang, khususnya dengan kualitas tinggi sebagai pasukan penjaga perdamaian. Itu sudah melakukan pelatihan dan melalui berbagai tes," ujar dia.
Dia pun menekankan pentingnya investasi dalam hal pelatihan dan pengembangan kemampuan para personel pasukan perdamaian PBB mengingat penentu terbesar dari keberhasilan suatu misi perdamaian PBB adalah kesiapan dan kemampuan yang matang dari personel pasukan yang akan menjalankan misi perdamaian itu sendiri.
"Tidak adanya kemampuan dan kredibilitas dengan standar yang baik tentu akan berpengaruh pada keberhasilan misi PBB dan keselamatan personel pasukan perdamaian itu sendiri," ujar Febrian.
Untuk itu, saat memimpin sidang/debat terbuka DK PBB tentang pasukan penjaga perdamaian, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga menyoroti pentingnya dukungan investasi bagi peningkatan kualitas pelatihan dan pengembangan kapasitas personel pasukan perdamaian.
"Penting untuk diingat bahwa pasukan penjaga perdamaian mewakili wajah Dewan Keamanan di lapangan. Karena itu, ketika konflik berkembang dan menjadi semakin beragam, dukungan kita kepada pasukan penjaga perdamaian harus mengimbangi tantangan yang ada," ucap Menlu Retno.
Senada dengan tujuan presidensi Indonesia di DK PBB tahun ini, Sekretaris Jenderal Antonio Guterres menekankan bahwa peningkatan kualitas pelatihan dan pengembangan kapasitas adalah komitmen utama bersama dari Inisiatif Aksi untuk Pemeliharaan Perdamaian (Action for Peacekeeping initiative).
"Pelatihan menyelamatkan nyawa. Pasukan penjaga perdamaian kita ditempatkan di lingkungan yang semakin kompleks dan seringkali bermusuhan. Pelatihan dapat mempersiapkan mereka untuk tugas-tugas pemeliharaan perdamaian yang vital dan meningkatkan kinerja mereka. Dan seperti yang kita ketahui, peningkatan kinerja dapat mengurangi jumlah kematian," ucap Guterres.
Dengan demikian, Sekjen Guterres menekankan bahwa pelatihan adalah investasi strategis yang diperlukan dalam pemeliharaan perdamaian serta merupakan tanggung jawab bersama antara negara-negara anggota dan Sekretariat PBB.
Pelatihan dan pengembangan
Untuk mendorong peningkatan kinerja dan keselamatan personel pasukan penjaga perdamaian, Pemerintah Indonesia menilai bahwa setidaknya ada empat poin penting yang perlu diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelatihan dan pengembangan kapasitas pasukan perdamaian.
Pertama, pelatihan dan persiapan untuk pasukan penjaga perdamaian disesuaikan dengan kebutuhan misi dan kondisi setempat.
"Dari perspektif negara penyumbang pasukan, keberhasilan misi akan bergantung pada persiapan pra-penempatan yang memadai, dan didasarkan pada pengetahuan tentang kebutuhan dan kondisi setempat," ujar Menlu Retno.
Hal itu, menurut dia, membutuhkan konsultasi yang lebih baik antara Dewan Keamanan, negara tuan rumah, negara yang berkontribusi, dan Sekretariat PBB, untuk memastikan sinergi yang lebih baik antara mandat, kebutuhan aktual di lapangan, dan pelatihan.
Kedua, personel pasukan perdamaian perlu dibekali dengan kemampuan untuk merangkul komunitas lokal di wilayah konflik dan perang.
"Kemampuan pasukan penjaga perdamaian harus melampaui keterampilan prajurit dasar, dan dilengkapi dengan soft skills, seperti komunikasi dan pembangunan kepercayaan," jelas Menlu Retno.
Ketiga, peningkatan peran dan jumlah personel perempuan dalam pasukan penjaga perdamaian PBB.
Hal itu diperlukan karena personel perempuan lebih efektif dalam memenangkan hati dan pikiran penduduk lokal serta memberikan kenyamanan bagi warga yang trauma akibat konflik.
Menlu RI menyebutkan bahwa partisipasi perempuan dalam proses perdamaian terbukti dapat meningkatkan kemungkinan perdamaian berkelanjutan sebesar 20 persen dan berkontribusi pada perdamaian yang berlangsung lebih lama dan kokoh.
"Untuk itu, Indonesia berkomitmen untuk meningkatkan peran perempuan penjaga perdamaian. Untuk pertama kalinya, jumlah personel perempuan pasukan penjaga perdamaian Indonesia sudah melebihi 100, dan kami berkomitmen untuk menambah lebih banyak," katanya.
Keempat, hal yang tidak kalah penting adalah membangun kemitraan untuk pelaksanaan pelatihan yang berkualitas bagi pasukan perdamaian.
"Tantangan di lapangan semakin sulit maka pelatihan harus disesuaikan untuk menjawab tantangan. Ini membutuhkan investasi dalam pelatihan dan pengembangan kapasitas, yang perlu didukung oleh kemitraan antara negara-negara anggota PBB," ucap Menlu Retno.
Menlu RI menegaskan bahwa Indonesia siap menjalin kemitraan untuk pelatihan pasukan perdamaian, dan bahkan menawarkan Pusat Pelatihan Penjaga Perdamaian Indonesia untuk berfungsi sebagai pusat pelatihan internasional.
Indonesia juga memanfaatkan pendekatan inovatif untuk mengadakan pelatihan, seperti melalui kemitraan triangular. Misalnya, penyelenggaraan Proyek Kemitraan Triangular pada 2020-2021 untuk memberikan pelatihan berkualitas bagi pasukan penjaga perdamaian di Asia Tenggara dan sekitarnya.
Pada akhirnya, dari kegiatan debat terbuka tersebut, negara-negara anggota DK PBB pun menyatakan kesamaan pandangan yang menekankan pentingnya misi dan pasukan pemeliharaan perdamaian sebagai suatu alat paling efektif bagi upaya pemeliharaan perdamaian dan keamanan dunia.
Hal itu dituangkan dalam pernyataan presiden DK PBB di bawah kepemimpinan Indonesia, dan pernyataan tersebut telah disetujui oleh semua negara anggota DK PBB.
Pernyataan itu juga merupakan dokumen pertama Dewan Keamanan yang berfokus pada pelatihan dan pengembangan kapasitas untuk mempromosikan kinerja, keselamatan, dan keamanan pasukan penjaga perdamaian, dalam mendukung Aksi Pemeliharaan Perdamaian yang diprakarsai oleh Sekretaris Jenderal PBB.
"Mari kita semua berdiri teguh mendukung pasukan penjaga perdamaian kita, dan memberi mereka semua dukungan yang layak mereka dapatkan," ucap Menlu RI di hadapan semua negara DK PBB.