Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) Provinsi Kalimantan Selatan, membentuk Komisi Irigasi Polder Alabio guna memaksimalkan manfaat fasilitas irigasi tersebut.
Regional Leader PIRIMP Mr A Takaoka pada saat Workshop pembentukan Komisi Irigasi di Amuntai, Selasa, mengatakan, Polder Alabio di HSU memiliki karakteristik dan sistem Irigasi yang berbeda jika dibanding sistem irigasi lainnya di Indonesia.
Dengan perbedaan tersebut membutuhkan penanganan yang khusus untuk rehabilitasi dan pengelolaannya, katanya.
Sistem Irigasi polder ini, ujarnya, merupakan satu-satunya di Indonesia yang memerlukan penanganan khusus.
Pembentukan Komisi Irigasi menurut dia, sangat diperlukan untuk membantu kepala daerah setempat memberikan masukan dalam mengambil kebijakan terkait pengembangan Polder Alabio.
Participatory Irrigation Rehabilitation and Improvement Management Project (PIRIMP) Direktorat Irigasi Kementerian Pekerjaan Umum (PIRIMP) DR Busro, menambahkan, tujuan pembentukan komisi ini untuk mewujudkan lembaga koordinatif yang demokratis, transparan dan bertanggung jawab dalam pengembangan dan pengelolaan irigasi.
Komisi ini menjadi wadah koordinasi dan komunikasi berbagai pihak yang berkepentingan terhadap pengelolaan polder, sehingga bisa mencapai hasil yang maksimal dalam meningkatkan produksi pertanian dikawasan itu.
Anggota komisi irigasi yang terdiri dari wakil perkumpulan petani pemakai air (P3A) dan kelompok pengguna jaringan irigasi diharapkan akan memberikan masukan kepada bupati untuk mengambil kebijakan meliputi upaya peningkatan dan pengelolaan jaringan irigasi, pengelolaan aset hingga pelaporannya.
"Komisi yang diketuai Kepala Bappeda atau Asisten II Sekretariat Daerah ini nantinya juga akan membantu kepala daerah untuk menetapkan rencana tata tanam, rencana tahunan penyediaan air irigasi dan pembagian ke lahan-lahan pertahian serta merekomendasikan prioritas alokasi dana," kata Busro.
Namun yang perlu pembahasan lebih lanjut oleh pihak komisi irigasi cetus Busro yakni terkait sumber dana untuk pengelolaan polder alabio karena dana dari APBD Hulu Sungai Utara pasti terbatas untuk mengelola polder yang pada umumnya membutuhkan dana besar.
"Dana bantuan pusat tetap ada untuk rehabilitasi polder namun tetap harus didukung dana dari pemerintah daerah setempat khususnya dalam hal pemeliharannya," cetus Busro.
Bahkan berdasarkan hasil survei di kalangan petani di kawasan Polder menyatakan sikap bersedia memberikan kontribusi berupa dana pemeliharaan, asalkan petani terlebih dahulu bisa merasakan manfaat dari pengelolaan Polder Alabio.
Para petani, imbuh Busro, juga menuturkan dari satu hektare lahan dikawasan pertanian Polder Alabio mempu menghasilkan produksi 4 hingga 5 ton Gabah Kering Giling (GKG) yang harga jualnya senilai Rp 4.400 per kilogram.
Sementara dari total luas lahan yang bisa digarap maka para petani dikawasan polder alabio mampu menghasilkan hingga 38.291 ton GKG.
"Sedangkan total biaya operasi pompa irigasi dan drainase diperkirakan mencapai Rp4 miliar lebih sehingga bisa dialokasikan berapa bantuan yang harus diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah," tandasnya.
Alternatif lain coba ditawarkan oleh Kepala Dinas Perikanan dan Peternakan HSU Ir. Suriani, M,Si dengan cara pengelolaan pertanian terintegrasi dengan perikanan dan peternakan.
"Sayang jika proyek sebesar ini hanya diperuntukan bagi peningkatan sektor pertanian saja tanpa diintegrasikan dengan budidaya perikanan dan peternakan yang tentu bisa menghasilkan keuntungan lebih besar sehingga dapat memberi kontribusi bagi biaya pemeliharaan jaringan polder," terangnya.
Apalagi, kata Suriani lagi, tidak semua lahan dikawasan polder yang bisa dimanfaatkan untuk pertanian sehingga bisa digunakan untuk budidaya ikan dan ternak.
Pada umumnya, tambahnya para petani di HSU biasa menekuni tiga bidang pekerjaan sekaligus yakni bertani, beternak dan mencari ikan sehingga kawasan polder diharapkan bisa juga menjadi tempat budi daya perikanan dan peternakan.
Kepala Bagian Hukum Setda Hulu Sungai Utara Amberani MH, mengingatkan, dalam rehabilitasi dan pengelolaam Polder Alabio ada yang menjadi kewenangan pemerintah pusat untuk pembiayaannya karena berdasarkan peraturannya luas lahan yang lebih 1.000 hektare menjadi kewenangan pemerintah pusat melalui pemerintah propinsi,
"Sehingga jika di bagi kewenangan pembiayaannya maka untuk rehabilitasi menjadi tanggung jawab pemerintah pusat sedangkan untuk kegiatan operasional, petugas dan lainnya ditanggung oleh pemerintah daerah" tandasnya.
Sementara itu, kawasan Polder Alabio Hulu Sungai Utara yang luasnya 5.987 hektare masuk dalam kawasan proyek Irigasi di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Proyek yang di beri nama Participatory Irrigation Rehabilitation and Improvement Management Project, dari Direktorat Irigasi pada Kementerian Pekerjaan Umum yang bekerja sama dengan Nippon Koei, Ltd konsultan asal Jepang tersebut memfasilitasi pembentukan Komisi Irigasi di sembilan buah kawasan irigasi di tanah air termasuk di Kabupaten Hulu Sungai Utara./D.