Jakarta, (ANTARA News) - Seekor paus sperma yang ditemukan tewas terdampar oleh nelayan di Perairan Pulau Kapota Resort Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara, pada Senin (19/11), ternyata menyimpan kejutan yang menyedihkan.
Pasalnya, di dalam perut paus nahas tersebut ditemukan banyak sekali benda yang mengandung plastik, sehingga meningkatkan kecemasan terhadap apa yang telah lama diketahui oleh berbagai kalangan, khususnya aktivis lingkungan hidup.
Sampah plastik di perairan global, salah satunya di Indonesia, telah lama menjadi permasalahan yang besar, dan bisa sangat membahayakan, karena bahan plastik tersebut dapat dilahap begitu saja oleh binatang laut.
Pemberitaan mengenai bangkai paus yang di perutnya mengandung banyak plastik juga menyebar luas di berbagai belahan dunia.
Kantor berita Associated Press (AP) yang berbasis di Amerika menuturkan bahwa koordinator konservasi spesies binatang laut WWF Indonesia Supraprti menyatakan fakta yang ditemukan dari tewasnya paus ini sangatlah mencemaskan.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, sebagaimana dikutip dari AP, menyatakan bahwa penemuan bangkai paus itu seharusnya dapat meningkatkan kesadaran publik untuk mengurangi penggunaan plastik.
Luhut juga mengingatkan kemungkinan lebih banyak lagi hewan laut yang terkontaminasi oleh sampah plastik, yang ujung-ujungnya juga berbahaya bagi manusia yang mengonsumsinya.
Menko Kemaritiman menyatakan, Pemerintah RI telah mendorong pusat perbelanjaan untuk tidak menyediakan kantong plastik bagi pelanggan mereka, selaras dengan target pemerintah mengurangi plastik sebesar 70 persen pada 2025.
Sementara itu, Kepala Seksi Konservasi BKSDA Provinsi Sulawesi Tenggara Darman yang dihubungi oleh Antara mengatakan begitu mendapat laporan adanya paus terdampar di perairan Wakatobi, tim dari BKSDA serta Dinas Kelautan dan Perikanan langsung ke lokasi untuk memastikan penyebab kematiannya.
Kasubag TU Balai Taman Nasional Wakatobi Laode Ahyar mengungkapkan dari hasil identifikasi isi perut ikan paus yang dilakukan di kampus Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan Wakatobi disebutkan bahwa perut ikan paus tersebut berisi sampah dari berbagai jenis dengan berat total 5,9 kilogram.
Darurat Plastik
Koordinator Nasional PKS Muda Yoandro Edwar menyatakan bahwa kasus kematian paus di Wakatobi yang di dalam perut satwa itu ditemukan banyak sampah plastik, mengindikasikan bahwa Indonesia darurat sampah plastik.
Yoandro Edwar mendesak pemerintah segera menegakkan aturan peredaran plastik di masyarakat dan memberikan sanksi bagi yang tidak mengindahkan aturan tersebut.
Ia menegaskan bahwa harus ada aturan tentang peredaran plastik yang beredar harus bisa berdaur ulang.
Berbagai pemangku kepentingan, lanjutnya, juga harus membuat skema pengolahan plastik hingga ancaman yang tegas bagi pihak yang tidak mengindahkan aturan tersebut.
Yoandro mengingatkan bahwa berdasarkan data WWF Indonesia, di dalam perut bangkai hewan itu ditemukan antara lain plastik keras, botol plastik, kantong plastik, sandal jepit, tali rafia, dan gelas plastik.
Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi mengingatkan bahwa diperkirakan hingga 94 persen plastik yang masuk ke lautan akan berakhir di dasar laut.
Menurut Muharram, solusi utama untuk mengurangi invasi sampah plastik di lingkungan, termasuk lautan, adalah dengan mengurangi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan.
Sedangkan inisiatif pihak swasta, seperti perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods), ujar dia, harus lebih dari sekadar melakukan daur ulang.
Hal tersebut mengingat bahwa tingkat daur ulang juga masih sangat rendah, bahkan hanya sembilan persen sampah global yang diperkirakan didaur ulang.
Selain itu, pemerintah perlu membuat regulasi yang fokus pada pengurangan (reduksi) dan menunjangnya dengan meningkatkan kualitas sistem pengelolaan sampah secara nasional.
Masyarakat, lanjutnya, juga harus lebih sadar akan permasalahan dan ancaman yang nyata ini.
Petisi
Warga yang peduli juga telah bergerak begitu mendengar kabar mengenai ditemukannya bangkai paus yang mengandung banyak plastik itu.
Salah satunya adalah yang dilakukan runner up Puteri Indoensia 2004 Nadia Mulya, yang membuat petisi di www.change.org dalam rangka mendukung kebijakan penerapan cukai terhadap plastik.
Sejak kematian paus sperma di Wakatobi, petisinya terus mendapat dukungan hampir 100 ribu orang hingga Kamis (22/11) malam, sebagaimana dipantau Antara.
Petisi tersebut menunjukkan semakin banyak orang menganggap pentingnya kebijakan cukai plastik untuk mengontrol konsumsi plastik di masyarakat.
Nadia mengingatkan bahwa di Washington DC, Ibu Kota Amerika Serikat, setelah menerapkan cukai plastik sebesar 0.05 Dolar AS sejak tahun 2009, penggunaan plastik telah berkurang hingga 85 persen.
Begitu juga halnya di Inggris, yang setelah menerapkan cukai plastik sejak 2015, membuat penggunaan plastik berkurang hingga 80 persen.
Koordinator Nasional GIDKP Rahyang Nusantara mengatakan rencana penerapan cukai plastik, khususnya pada kantong plastik, tentunya akan mengurangi polusi plastik di lingkungan, terutama di laut.
Inisiatif tersebut akan mendukung upaya pengurangan konsumsi plastik di hilir yang sudah sangat gencar. Misalnya seperti kampanye bawa tas belanja sendiri dan aturan di kota-kota di Indonesia yang sudah mulai melarang penggunaan kantong plastik.
Sebagai informasi, lima negara di Asia, yaitu China, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand, menghasilkan 60 persen limbah plastik di lautan, menurut laporan tahun 2015 yang disusun lembaga Ocean Conservancy and the McKinsey Center for Business and Environment.
Persoalan Besar
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengingatkan bahwa sampah plastik di lautan Nusantara merupakan persoalan besar bagi umat manusia, sehingga berbagai pihak harus berkontribusi mengatasinya.
"Sampah di laut adalah persoalan besar umat manusia," kata Susi Pudjiastuti dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (22/11).
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), kata dia, telah melakukan berbagai hal semaksimal mungkin, antara lain dengan terus-menerus kampanye terkait hal itu.
Ia mencontohkan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP telah melakukan sejumlah aksi seperti membagikan jaring di sejumlah muara sungai agar sampah tidak keluar dari aliran sungai menuju lautan lepas.
? Meski regulasi untuk melarang penggunaan plastik bukan menjadi wewenang KKP, pihaknya tetap mendukung dan mendorong berbagai pemda agar mengeluarkan aturan yang terkait hal tersebut.
Susi mengutarakan harapannya agar semakin banyak masyarakat yang menyadari dan tidak lagi menggunakan beragam jenis plastik dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan ditemukannya hewan paus sperma yang tewas dengan berkilo-kilo plastik di dalam perutnya, seharusnya menyentakkan siapa saja yang memiliki hati nurani untuk bertekad mewujudkan lautan Indonesia yang suci dan bersih dari berbagai sampah plastik.
Editor: Royke Sinaga