Kepala Badan Kesbangpol Kotabaru Adi Sutomo, Rabu mengatakan, perjuangan panjang harus dilalui untuk mendapat pengakuan negara atas keberadaan kepercayaan Kaharingan yang dianut masyarakat etnis Dayak itu.
"Dua tahun kami mengupayakan agar umat Kaharingan ini bisa legal di Indonesia, kami sering berkomunikasi dan berkoordinasi dengan kementerian," ujarnya.
Selama dua tahun, MUKK Kabupaten Kotabaru berjuang keras agar bisa memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan.
Salah satunya, membukukan kitab agama mereka yang selama ini diajarkan secara lisan. Itupun masih belum sempurna dan memerlukan perbaikan.
Meski demikian, Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Tradisi tetap menerbitkan legalitas yang selama ini dibutuhkan umat Kaharingan.
Mereka sudah resmi jadi warga Negara Indonesia, karena selama ini penganut Kaharingan seperti tidak dianggap oleh negara, kata Adi.
MUKK Kabupaten Kotabaru bahkan menjadi satu-satunya organisasi penghayat kepercayaan Kaharingan di Kalimantan yang sudah disahkan pemerintah pusat.
Namanya pun diubah menjadi Dewan Musyawarah Pusat Majelis Umat Kepercayaan Kaharingan.
"Kami sangat berterimakasih kepada pemerintah daerah yang sudah mengupayakan pengakuan umat Kaharingan," ucap Ketua MUKK Kabupaten Kotabaru Sukirno.
Di Kabupaten Kotabaru sementara terdata sekitar enam ribu penganut kepercayaan Kaharingan yang tersebar di tujuh kecamatan.
Yakni, Hampang, Kelumpang Hulu, Kelumpang Barat, Pamukan Barat, Pamukan Utara, dan Sungai Durian.
Itu masih akan berkembang karena ada beberapa desa yang belum menyampaikan data, tambahnya.
Dengan sudah adanya legalitas, diharapkan berbagai persoalan yang selama ini dihadapi umat Kaharingan dapat diselesaikan, terutama menyangkut administrasi kependudukan dan pencatatan sipil.
Selama ini, umat Kaharingan tidak dapat mencantumkan secara jelas kepercayaan mereka di kolom agama pada Kartu Tanda Penduduk.
Banyak orang kita yang diadministrasinya itu masuk di agama-agama lain, padahal pada kenyataannya mereka masih memegang Kaharingan, kata Sukirno.
Kemudian, umat Kaharingan yang melakukan pernikahan secara adat juga tak bisa mendapat akta nikah.
Tanpa akta nikah, maka pada akta kelahiran anak hanya bisa mencantumkan nama ibu seperti halnya anak yang dilahirkan di luar pernikahan.
Namun setelah kepercayaan Kaharingan terinventarisasi, penghulu adat akan disertifikasi oleh kementerian sehingga pernikahan yang dilakukan bisa diakui negara