Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Asisten Deputi Pengasuhan Hak Anak Atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Rohika Kuniadi Sari mengatakan kasus pernikahan anak di Kalimantan Selatan jumlahnya kini menduduki urutan tiga nasional.
Menurut Rohika pada "Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak", di Banjarmasin Rabu mengatakan, tingginya kasus perkawinan anak di Kalsel, terjadi di tiga kabupaten.
Berdasarkan data BKKBN Kalimantan Selatan, usia perkawinan anak di Kalsel mencapai 9,24 persen. Persentase itu merupakan yang tertinggi di seluruh Indonesia.
Melalui data tersebut juga terungkap, perkawinan usia 10-14 tahun diKalsel sudah mencapai 9,2 persen dari jumlah perkawinan dan usia 15-19 tahun sebesar 46 persen, dari jumlah perkawinan.
Tiga kabupaten dan kota penyumbang perkawinan anak terbesar adalah Banjarmasin, Tapin dan Hulu Sungai Selatan.
"Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak", di Banjarmasin, dihadiri oleh Staff Ahli Gubernur Bidang Ekonomi dan Pembangunan Kalimantan Selatan, Gusti Yanuar Noor Rifai,Kepala Dinas P3A Kalsel, Husnul Khatimah.
Melalui gerakan tersebut, diharapkan, seluruh pihak terkait, terutama masyarkat, orangtua dan seluruh pihak terkait, memiliki kesadaran untuk menekan angka pernikahan anak tersebut.
Kegiatan yang sama, sebelumnya juga telah berlangsung di lima provinsi yaitu, Jawa Barat (18/11), Jawa Tengah (20/11), Jawa Timur (26/11), Sulawesi Selatan (2/12) dan Nusa Tenggara Barat (10/12).
Gerakan tersebut, bekerjasama dengan 13 kementerian/lembaga dan lebih dari 30 Organisasi/lembaga masyarakat yang bergerak di bidang pendampingan anak dan perempuan.
Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak ini diluncurkan pertama kali oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembesi, pada tanggal 3 November 2017 di Jakarta sebagaimana diamanahkan Pasal 72 UU 35/2014.
Berdasarkan data UNICEF, Indonesia sendiri menempati urutan ke-7 tertinggi didunia dan urutan ke-2 tertinggi di ASEAN dalam kasus perkawinan anak.
"Perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan dan diskriminasi terhadap anak,serta pelanggaran terhadap hak anak," katanya.
Hak tersebut, khususnya hak untuk menikmati kualitas hidup yang baik dan sehat, serta hak untuk tumbuh dan berkembang sesuai usianya.
BPS dan UNICEF juga mencatat indikasi pernikahan anak di Indonesia hampirterjadi di semua wilayah.
Pada laporan tersebut, angka perkawinan usia anak atau di bawah 18 tahun sudah mencapai 23 persen dengan perkawinan usia anak di daerah perdesaan sepertiga lebih tinggi dibandingkan di daerah perkotaan.