Rabies merupakan suatu penyakit menular akut, menyerang susunan syaraf pusat, disebabkan oleh virus rabies jenis Rhabdho virus yang dapat menyerang semua hewan berdarah panas dan manusia.
Penyakit rabies sangat ditakuti dan mengganggu ketentraman hidup manusia, karena apabila sekali gejala klinis penyakit rabies timbul maka biasanya diakhiri dengan kematian.
Penyakit ini juga disebabkan oleh virus rabies yang terdapat pada air liur hewan yang terinfeksi.
Hewan tersebut menularkan infeksi kepada hewan lainnya atau manusia melalui gigitan dan terkadang melalui jilatan.
Virus akan masuk melalui saraf-saraf menuju ke medulla spinalis dan otak, yang merupakan tempat mereka berkembangbiak, selanjutnya virus akan berpindah lagi melalui saraf ke kelenjar liur dan masuk ke dalam air liur.
Sering menjadi sumber dari rabies adalah anjing, namun kucing, kelelawar, rakun, sigung, dan rubah juga dapat menjadi sumber penularan penyakit rabies.
Untuk memutus mata rantai penularan penyakit rabies, Pemerintah Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan, melakukan beberapa langkah strategis.
Diantaranya, mengurangi (eliminasi) populasi hewan anjing, khususnya anjing liar dengan meracun dan membunuh dengan cara ditembak melalui kerjasama dengan Persatuan Menembak dan Berburu Indonesia (Perbakin).
"Untuk 2010 kita mentargetkan eliminasi anjing liar 300 ekor, namun kenyataanya hingga saat ini jumlah anjing liar yang telah dibunuh lebih dari itu," kata Kepala Dinas Peternakan Kotabaru H Sabri Madani.
Menurut Kepala Bidang Kesehatan Hewan Dinas Peternakan Kotabaru Usman, jumlah anjing yang dieliminasi dari tahun ke tahun terus bertambah.
Namun kenyataanya, populasi anjing liar itu bukan berkurang malah semakin banyak. Hal itu disebapkan perkembangbiakan anjing dengan jumlah anjing yang dieliminasi tidak seimbang.
Dia mengatakan, populasi anjing tertinggi terjadi di wilayah perkampungan transmigran asal Bali, dan daerah permukiman warga Dayak serta warga Mandar.
"Mereka memelihara anjing untuk menjaga kebun dan berburu," ujarnya.
Tetapi sayang, meskipun mereka memberi makan setiap hari, namun anjing piaraan tersebut tidak dapat ditangkap pemiliknya, hal itu juga menyulitkan petugas dalam memberikan vaksin/pengebalan anti penyakit rabies.
Usman menjelaskan, khusus anjing piaraan Dinas Peternakan Kotabaru menyiapkan 500-1.000 vial vansin anti rabies, di mana satu vial vaksin dapat digunakan untuk sekitar lima ekor anjing.
Diharapkan masyarakat yeng memelihara dapat membawa anjing-anjingnya ke dinas peternakan untuk mendapatkan vaksin kekebalan rabies minimal setahun sekali.
Akan tetapi banyak masyarakat yang memelihara tidak bisa menangkap anjingnya, sehingga banyak anjing peliharaan juga tidak mendapatkan vaksin.
"Untuk mencegah penyebaran penyakit rabies, Pemkab Kotabaru menyediakan dana melalui APBD di dinas peternakan rata-rata Rp100 juta per tahun, dana tersebut digunakan membeli vaksin dan eliminasi," katanya.
Program KB
Mencegah agar populasi anjing tidak terus membludak, pemerintah daerah perlu mempelajari adanya program keluarga berencana (KB) khusus untuk anjing.
"Pemerintah perlu melakukan penelitian untuk membuat suplemen atau sejenis makanan khusus yang dapat mengatur angka kelahiran anjing," ujar Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Sekretariat Daerah Kotabaru, Kamrul.
Menurutnya, saat ini jumlah kelahiran anjing, khusus di daerah perkotaan mencapai sekitar 100 ekor per bulan.
Penambahan populasi 100 ekor per bulan tersebut, menurut dia, cukup fantastis, untuk sebuah habitat hewan yang tidak diternakkan.
"Dengan semakin banyaknya populasi anjing, membuat masyarakat perkotaan semakin resah, karena anjing-anjing tersebut berkeliaran dan mengganggu masyarakat saat tengah malam," tandasnya.
Untuk itu, lanjut Kamrul, perlu ada pengendalian pertumbuhan hewan tersebut.
Pencegahan dan pengendalian populasinya melalui semacam program KB, menurut dia, jauh lebih baik daripada harus membunuh anjing-anjing tersebut.
Pengurus Persatuan Menembak Seluruh Indonesia, Fahrani Akbar, mengatakan, Perbakin Kotabaru telah beberapa kali bekerjasama dengan instansi terkait untuk mengurangi populasi anjing dengan cara eliminasi.
Mengurangi dengan cara menembak, jauh lebih efektif dibandingkan dengan program yang lain, misalnya, program KB.
"Karena dengan cara ditembak, populasi anjing langsung berkurang. Namun untuk program KB akan memerlukan waktu cukup lama," katanya.
Dengan tiga personil menggunakan senapan gas, Fahrian yang akrab disapa Adi itu mengaku, dapat membunuh sekitar 30-40 ekor anjing liar setiap malam.
Untuk satu botol tabung gas ukuran standar, dapat membunuh sekitar 1.200 ekor anjing liar.
Khusus untuk membunuh anjing, juru tembak cukup menggunakan peluru timah dengan kaliber 4,5 mm.
"Rabies center"
Langkah lain untuk pencegahan penyebaran penyakit rabies, Dinas Kesehatan Kotabaru juga melakukan beberapa langkah strategis.
"Diantaranya, membangun posko "Rabies center", khusus menangani pasien yang digigit anjing," demikian Kepala Dinas Kesehatan Kotabaru drg Cipta Waspada.
Dinas Kesehatan juga menyiapkan Vaksin Anti Rabies (VAR) atau Vaksin Anti Rabies (VAR) disertai Serum Anti Rabies (SAR), sesuai kebutuhan.
Meskipun serum anti rabies harganya cukup mahal, yakni sekitar Rp600 ribu per ampul, namun pemerintah tetap menyiapkan jika sewaktu-waktu terjadi kasus gigitan anjing rabies kepada manusia.
Sementara satu orang yang digigit anjing gila, tidak hanya cukup diberi satu suntikan saja, tetapi lebih dari itu.
Karena jika penanganannya terhadap korban gigitan anjing gila kurang baik, prosentasi korban meninggal dunia mencapai 100 persen.
Cipta mengaku, dinas kesehatan juga meningkatkan tatakelola penanganan kasus gigitan anjing dan hewan yang terinveksi rabies.
Menurutnya, korban gigitan anjing beberapa tahun terakhir cenderung turun.
"Sedangkan untuk gigitan anjing gila terakhir terjadi Mei 2009 dengan dua korban, yakni, Marinah (60) warga Tapaling, dan Hengki (11) warga Pantai, Kelumpang Selatan, Kotabaru," kata Kepala Puskesmas Pantai di kelumpang Selatan Arifin.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan Usman, mengaku, setelah menggigit korbannya, anjing tersebut langsung dibunuh dan kepalanya, dikirim ke laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Veteriner (BPPV) Regional V wilayah Kalimantan dan Sulawesi di Banjarbaru untuk diperiksa.
"Kenyataanya anjing tersebut positif rabies," tegasnya.
Sementara itu, berdasarkan data jumlah gigitan anjing pada 2002 sebanyak 118 kasus, 2003 sebanyak 96 kasus, dan satu orang meninggal.
Sedangkan 2004 sebanyak 38 orang, satu orang meninggal dunia, 2005 sebanyak 24 kasus dan 2006 sekitar 23 kasus gigitan.
Lipsus - CEGAH RABIES DENGAN RACUN Oleh Imam Hanafi
Senin, 15 November 2010 10:45 WIB