Banjarmasin (ANTARA) - Pakar keamanan siber Ahmad Faizun mendorong pemerintah mempersiapkan aset teknologi berdaulat atau Sovereign Technological Asset (STA) untuk mengamankan perekonomian Indonesia sekaligus menjaga aset-aset ekonomi digital.
"Yang terpenting, mengamankan seluruh aset ekonomi digital Indonesia yang bernilai triliunan rupiah," kata Faizun dalam keterangannya di Banjarmasin, Selasa.
Baca juga: UMKM binaan Pertamina Banjarmasin manfaatkan teknologi hidroponik
Faizun menilai STA harus segera disiapkan sebagai antisipasi menghadapi dampak potensi terjadinya perang baru seiring memanasnya eskalasi konflik di beberapa negara internasional.
Ia mengatakan investasi pemerintah terhadap STA akan menghasilkan efek berganda, mulai dari menciptakan lapangan kerja yang membutuhkan keterampilan tinggi, mendorong ekosistem inovasi dalam negeri, hingga menghasilkan pendapatan ekspor signifikan.
Faizun berpendapat keamanan siber bukan lagi sekadar pos pengeluaran dalam anggaran negara. Keamanan siber harus diposisikan ulang sebagai investasi strategis dalam fondasi ekonomi masa depan lantaran hal tersebut bisa menjadi jalan untuk mengubah kerentanan menjadi kekuatan, dan ancaman jadi peluang ekonomi.
"Inilah satu-satunya arsitektur pertahanan yang relevan dan berkelanjutan untuk mengamankan posisi Indonesia sebagai negara yang benar-benar berdaulat di era digital," ujarnya.
Menurutnya investasi dalam keamanan siber bukan tanpa sebab, Faizun menyebut medan perang konvensional yang dibatasi secara geografis kini telah berubah menjadi teater digital tanpa batas. Data dan jaringan kini telah menjadi sebuah infrastruktur yang paling penting dan rentan.
Konflik global yang ditandai dengan perang dagang AS-Tiongkok, invasi mendadak Rusia ke Ukraina, serta potensi eskalasi di sejumlah wilayah lain menurut Faizin telah memicu potensi jenis perang dunia baru.
Karena itulah Faizun menyerukan pemerintah merancang ulang seluruh paradigma pertahanan Indonesia. Dari sebelumnya sekadar pengeluaran material beralih menjadi investasi strategis dalam arsitektur ekonomi pertahanan yang relevan untuk zaman.
"Perang ini (perang dunia) tidak lagi dideklarasikan, perang ini dilaksanakan melalui serangan siber diam-diam, spionase ekonomi besar-besaran, dan sabotase digital yang dapat melumpuhkan suatu negara tanpa satu tembakan pun dilepaskan," ujarnya.
Lebih jauh Faizun berargumen, bagi Indonesia ancaman perang dunia baru bersifat non-linier, tidak datang secara bertahap tetapi dapat muncul tiba-tiba yang mampu melumpuhkan urat nadi ekonomi.
Diakui Faizun pembenahan sektor siber tentunya membutuhkan anggaran lebih dari pemerintah. Namun hal itu diyakininya sangat efektif dan justru akan memberikan keuntungan lain secara ekonomi.
Berbagai negara kata Faizun telah menerapkan pengembangan Siber sebagai alat pertahanan. Amerika pada tahun 2024 ucapnya, menghabiskan anggaran gabungan melebihi 106 miliar dolar AS untuk komunitas intelijennya. Sementara, Tiongkok memproyeksikan anggaran keamanan siber sebesar 10 miliar dolar AS untuk 2025.
Sebelum memetakan langkah ke depan terkait pembenahan, Faizun mengatakan pemerintah seyogyanya mempelajari doktrin para aktor global utama. AS misalnya mengelola kemampuan sibernya seperti portofolio investasi yang terdiversifikasi. NSA, CIA, CISA, dan USCYBERCOM menjadi aset yang berbeda dengan spesialisasi, mulai dari intelijen sinyal dan operasi rahasia hingga pertahanan infrastruktur sipil.
"Model ini memiliki kekuatan pada R & D yang mendalam, meskipun birokrasi antar lembaga dapat menimbulkan gesekan," jelas Faizun.
Sedangkan Tiongkok menerapkan model monolitik kapitalis-negara. Tiongkok menggunakan pendekatan sangat tersentralisasi, yang mana garis antara militer, negara, dan industri menjadi kabur. Fokus model adalah pada agresi ekonomi melalui kekayaan intelektual dan dominasi teknologi untuk keuntungan kompetitif jangka panjang.
"Model ini sangat efisien karena struktur komandonya yang terpadu," ujarnya.
Negara lain, Israel menetapkan model Inkubator Modal Ventura. Entitas seperti Unit 8200 IDF berfungsi sebagai inkubator bakat siber paling efektif di dunia.
Israel "berinvestasi" pada individu melalui dinas militer. Setelah diberhentikan, para veteran itu kemudian mendirikan perusahaan teknologi pertahanan, salah satu contohnya adalah NSO Group, yang menjadi mesin ekspor bernilai miliaran dolar .
"Ini adalah model di mana pertahanan nasional secara langsung menyemai industri ekspor yang sangat menguntungkan," ungkapnya.
Menyadari realitas fiskal Indonesia dan belajar dari doktrin-doktrin global yang ada, Faizun memandang Indonesia tidak punya pilihan selain menempuh jalan yang radikal dan cerdas.
"Saya mengusulkan pembentukan Aset Teknologi Berdaulat (Sovereign Technological Asset), sebuah ekosistem industri pertahanan dan penyerangan siber nasional yang dibangun melalui konsolidasi nasional terpusat," urai Faizun.
Baca juga: Pemkab Tabalong - Institut Teknologi PLN komitmen pengembangan SDM
Model ini pungkas Faizun menggunakan paradigma negara di bawah komando strategis langsung presiden, bertindak sebagai kepala arsitek dan investor tahap awal. Sementara swasta dengan semua inovasi dan ketangkasannya bertindak sebagai pengembang dan operator utama.
"Di sini, harus memiliki keberanian untuk belajar dari efisiensi komando 'Model Tiongkok' tanpa perlu mengadopsi ideologi politiknya," tambahnya.
Faizun menekankan untuk proyek dengan signifikansi nasional ini diperlukan visi dan komando tunggal. Tujuannya untuk mencegah terjadinya fragmentasi oleh kepentingan sektoral sehingga STA bukan saja menciptakan perisai tetapi juga menempa mesin ekonomi baru.
Pembuatan Open Source Intelligence (OSINT) sebagai Platform Business Intelligence Nasional menjadi salah satu langkah awal merealisasikan proyek itu. OSINT yang bersifat proprietary berfungsi tidak hanya untuk security intelligence tetapi juga sebagai alat untuk analisis ekonomi, pelacakan sentimen pasar, dan penilaian risiko geopolitik.
"Dengan pasar OSINT global yang diproyeksikan bernilai hingga $14,85 miliar pada tahun 2024 dan berpotensi melampaui $49 miliar pada tahun 2029, ini merupakan ceruk pasar yang harus kita masuki dan kuasai," pesannya.
Lebih jauh Faizin menuturkan, kemampuan Zero-Clicksebagai instrumen penangkalan dan aset strategis bernilai tinggi adalah pilar yang paling sensitif namun paling vital.
Kemampuan serangan zero-click, seperti ditemukan dalam spyware Pegasus dikemukakannya mewakili puncak kekuatan serangan siber. Menguasai ini tak lantas digunakan Indonesia untuk agresi, tetapi sebagai instrumen penangkalan asimetris . Lebih dari itu, ini adalah bisnis perangkat lunak dengan margin tinggi.
"Dokumen sumber mengutip laporan biaya pengaturan awal Pegasus sebesar 500.000 dolar AS, dengan lisensi untuk 10 target seharga 650.000 dolar AS, ditambah biaya pemeliharaan tahunan sebesar 17-22 persen dari total nilai kontrak," tuturnya.
Baca juga: Pemprov Kalsel siapkan pemuda hadapi era digital