Balangan (ANTARA) - Selama ini kita mungkin berpikiran bagaimana tambang batu bara yang selama ini terkesan sebagai biang kerok rusaknya berbagai kualitas kehidupan masyarakat. Namun fakta di Balangan tidak demikian. Dari hasil riset ULM, awal tahun tadi, Adaro menyumbang kenaikan signifikan bagi Balangan dalam beberapa sektor fundamental seperti kesehatan, pendidikan dan ekonomi serta budaya.
Total anggaran CSR Adaro 2023, dalam kajian tersebut mendapatkan nilai tingkat kepuasan rakyat yang tinggi. Di kesehatan 93,5 persen, pendidikan 93,50 persen dan kemandirian ekonomi rakyat sebesar 89,07 persen.
Saya tidak akan mengurai data secara detail, karena Anda semua bisa mendapatkannya di berbagai situs publik. Yang akan saya elaborate adalah, mengapa Adaro terlihat mampu menghadirkan wajah industri pertambangan ekstraktif yang hasilnya bukan saja dirasakan tentu oleh para pemegang sahamnya, tapi juga menjadi jawaban atas berbagai permasalahan rakyat, khususnya di tempat mereka bekerja.
Dalam pengamatan lapangan saya sebagai jurnalis, Adaro terlihat memiliki sistem kerja yang dilandaskan kepada kepatuhan peraturan, dan memiliki idealisme gagasan ekonomi yang mereka pegang sebagai pakem yang kemudian dituangkan salah satunya dalam program CSR mereka. Sederhananya, Adaro secara aktif melibatkan diri secara kontekstual dengan kondisi masyarakat di mana mereka berkegiatan.
Melibatkan diri secara kontekstual dengan kepentingan masyarakat yang fundamental inilah yang saya lihat agak sedikit diabaikan beberapa industri pertambangan. Sudah menjadi rahasia umum, beberapa program CSR perusahaan mesti mengikuti keinginan personal para pemegang kekuasaan di daerah: trias politika. Menjadi permakluman kalau keinginan berpihak kepada gagasan peningkatan kualitas kehidupan rakyat, tapi menjadi soal ketika keinginan oknum trias politika hanya menjadi cerminan egoisme pragmatis sesaat.
Di sini saya lihat Adaro dengan baik menghadirkan orang-orang pilihan mereka untuk terus melakukan komunikasi dan kolaborasi dengan para pemangku kepentingan di daerah, dengan tetap mempelajari semua variabel di masyarakat secara kontekstual.
Program Kredit Sanggam Babungas hasil kolaborasi pemerintah, perbankan daerah dan Adaro menjadi salah satu indikator kuat, bagaimana industri ekstraktif menjadi pilar ekonomi kerakyatan. Program kredit kepada usaha kecil yang tanpa memberikan beban bunga juga biaya admin ini dalam perjalanannya terbukti memberikan kemandirian ekonomi bagi para pelaku usaha kecil di Balangan.
Lalu tanpa ragu, program ini dilanjutkan di Balangan pada awal triwulan kedua dengan angka mencapai Rp8 miliar. Inilah salah satu alasan kenapa Balangan menjadi satu dari 20 daerah terinovatif sekala nasional.
Sederhananya, Adaro dalam perjalanan programnya di Kalsel telah memberikan contoh, bagaimana ketika uang CSR dikelola bukan saja sebagai bentuk kewajiban menyalurkan anggaran. Tapi lebih jauh lagi, bagaimana anggaran itu diusahakan sedemikian rupa agar memberikan dampak berkelanjutan. CSR dalam ruang pikiran Adaro mesti mampu bertumbuh secara mandiri di masyarakat.
Sebagai pembanding sebagai ilustrasi, dalam beberapa kasus, kita bisa menemukan dana CSR perusahaan raksasa yang menjelma dalam pembangunan monumen fisik megah. Dan dalam perjalanan waktunya kemudian, kemegahan monumental tersebut gagal menjadi jawaban berbagai permasalahan di sekitarnya, karena salah satunya berangkat dari keinginan yang tidak kontekstual dengan permasalahan di dekatnya.
Bahkan saya lihat Adaro menjadi perusahaan -mungkin sedikit dari sekian- yang dengan serius masuk ke ranah kebudayaan. Dalam riset ULM, peran Adaro dalam perannya di sosial-kebudayaan mendapat nilai 85 persen tingkat kepuasan rakyat. Sederhana kita melihatnya, terjadi nuansa yang berbeda dari rakyat terhadap Adaro di tengah anggapan umum kita kalau tambang adalah penyumbang kemerosotan moral.
Ya, kita tidak bisa juga menutup mata dari dampak kemerosotan moral yang masih ada karena geliat tambang. Salah satu yang mudah kita temukan di lapangan adalah warung remang malam, yang sejauh ini memang tumbuh subur di daerah tambang. Tapi tentu kita juga harus adil menilai warung remang salah satunya adalah bukan tanggung jawab satu atau dua pihak, karena solusi jangka pendeknya pun sebenarnya hanya soal kebijakan teknis eksekutif.
Tentu tidak ada yang sempurna dalam praktik program kita, dari sejak zaman merdeka sampai sekarang. Komplekstitas sengkarut sistem kita yang diperparah dengan kualitas SDM kita secara kolektif masih menjadi PR bersama, bahkan secara nasional.
Hanya saja, menurut saya, tidak juga berlebihan kalau kita mengambil keberhasilan program CSR Adaro di Balangan sebagai salah satu indikator, atau argumen data, bahwa industri ekstraktif bisa kok menjadi modal peningkatan kualitas rakyat, bukan saja ekonomi tapi bahkan kualitas SDM kita yang antara lain ditopang geliat kebudayaan dan pendidikan.
Kita punya batubara, fakta atau takdir rakyat Kalsel yang tidak dapat kita hindari. Tapi tentu, kita mau ke depan, bagaimana emas hitam ini bukan saja menjadi jawaban masalah ekonomi (daerah dan nasional) tapi juga menjadi sarana rakyat kita dapat mandiri, terpenting menjadi sarana semacam bahan bakar untuk meningkatkan level kualitas hidup yang sebenarnya berkorelasi kuat dengan ketentraman hati para orang tua tentang masa depan anak mereka.