Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Provinsi Kalimantan Selatan berada di peringkat ketiga nasional sebagai daerah penyalur Kredit Perumahan Rakyat (KPR) terbesar, setelah Jawa Barat dan Banten.
Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Lana Winayanti, pada rapat koordinasi pemetaan potensi pembangunan rumah 2017 dan 2018, di Banjarmasin, Jumat mengatakan, Kalsel merupakan salah satu dari 10 provinsi terbesar yang berhasil menyalurkan KPR bersubsidi.
Menurut dia, pada 2016 Kalsel telah menyalurkan KPR bersubsidi sebanyak 14.430 unit melalui tiga program yaitu penyaluran subsidi melalui program Fasilitas Likuidasi Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP) sebanyak 3.198 unit dengan totap anggaran Rp313,17 miliar.
Selanjutnya, penyaluran subsidi selisih bunga (SSB) sebanyak 6.146 unit dan penyaluran program Bantuan Subsidi Uang Muka (BSUM) sebanyak 3.677 unit dengan anggaran Rp14,7 miliar.
Tingginya realisasi penyaluran kredit KPR bersubsidi di Kalsel dalam rangka mendukung program pemerintah pusat, berupa pembangunan satu juta rumah di Kalsel tersebut, membuat Kementerian PUPR kembali menyalurkan bantuan subsidi kepada warga kurang mampu di provinsi ini pada 2017.
Menurut Lana, Direktorat Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR telah menetapkan target bantuan pembiayaan rumah 2017 sebagai berikut, target penyaluran KPR FLPP sebanyak 120 ribu unit dengan anggara Rp9,7 miliar, penyaluran SSB untuk 225 ribu unit, dengan anggaran Rp3,7 miliar, dan penyaluran SBUM sebanyak 345 ribu unit dengan anggaran Rp1,3 miliar.
Selain kebijakan bantuan pembiayaan perumahan, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan pendukung lainnya, dalam rangka mendukung keberhasilan penyediaan perumahan dan program pembangunan sejuta rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Kebijakan pendukung tersebut, kata dia, berdasarkan Instruksi Presiden 3/2016, berupa Paket Kebijakan Ekonomi XIII dan Peraturan Pemerintah 64 tahun 2016, berupa pembangunan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Kebijakan tersebut dilakukan, tambah Lana, untuk membantu masyarakat berpendapatan rendah, mendapatkan rumah sebagaimana yang mereka inginkan.
Berdasarkan data BPS, permasalah perumahan secara nasional, sejak 2014, terdapat 13,5 juta keluarga belum memiliki rumah atau hunian dan pada 2015 turun menjadi 11,4 juta keluarga belum memiliki rumah atau hunian dan sebanyak 3,4 juta rumah tidak layak huni.
Sementara itu, berdasarkan data Perpres nomer 2 tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019 "backlog" atau kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan (rakyat) sebesar 7,6 juta unit pada tahun 2014 dan pada 2019 ditargetkan tersisa menjadi lima juta unit pada 2019.
Sedangkan berdasarkan data BPS dan Bappenas backlog sebesar 13,5 juta unit pada 2014 menjadi sebesar 6,8 juta unit pada 2019 dan sebanyak khusus rumah tidak layak huni, pada tahun 2014 sebanyak 3,4 juta unit menjadi 1,9 juta unit pada 2019.