Banjarmasin (ANTARA) - Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Kalimantan Selatan (DJPb Kalsel) menyatakan kondisi perekonomian provinsi setempat masih positif dengan tingkat inflasi 1,71 persen (yoy) atau deflasi 0,36 persen (mtm) pada periode Agustus 2024.
Kepala DJPb Provinsi Kalsel Syafriadi menyebutkan di Banjarmasin, Senin, mengatakan indikator inflasi sebesar 1,17 persen (yoy) masih terhitung rendah dari rata-rata nasional yang mencapai 2,12 persen (yoy).
Baca juga: Pemkab Balangan: Harga kebutuhan pokok stabil hingga awal September
"Penyumbang inflasi di Kalsel antara lain emas perhiasan, gula pasir, tarif parkir, dan sigaret kretek mesin (rokok),” kata Syafriadi.
Safriadi menyebutkan lima daerah di Kalsel menjadi sampel pengukuran dengan tingkat inflasi tertinggi di Kota Banjarmasin sebesar 2,20 persen (yoy), sedangkan terendah pada Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) sebesar 0,72 persen (yoy).
Usai perayaan Hari Kemerdekaan RI pada Agustus 2024, Safriadi menuturkan pengeluaran masyarakat didominasi untuk mendukung kegiatan bersifat seremonial, perlombaan olahraga, kesenian, dan aktivitas lain.
Sedangkan dari sisi belanja pemerintah pada Agustus 2024, menurut Syafriadi merupakan periode bagi pemerintah melanjutkan pengeluaran atau belanja untuk proyek infrastruktur dan program yang telah direncanakan sebelumnya.
Syafriadi memaparkan neraca perdagangan kembali mengalami surplus tetapi jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2023 tercatat mengalami kontraksi -7,37 persen.
Baca juga: Pemprov Kalsel antisipasi harga sembako naik saat kampanye pilkada
Namun jika dilihat secara month-to-month mengalami peningkatan dibanding bulan sebelumnya sebesar 35,58 persen dengan surplus Neraca Perdagangan Kalsel pada Agustus 2024 sebesar 917,66 juta Dolar AS.
"Pendapatan Negara di Kalsel masih turun, sehingga perlu langkah strategis untuk memenuhi target kinerja APBN dari sisi pendapatan sampai dengan Agustus 2024 telah terealisasi sebesar Rp13,46 triliun atau 59,27 persen dari target, jika dibandingkan pada periode yang sama pada 2023, kinerja pendapatan APBN turun atau terkontraksi 17,10 persen,” ucap Syafriadi.
Syafriadi mengungkapkan kontraksi terus menurun jika dibandingkan dengan periode bulan sebelumnya, dan ditargetkan sampai dengan akhir tahun target penerimaan negara dapat tercapai.
Walaupun secara total pendapatan negara mengalami kontraksi, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menunjukkan angka pertumbuhan positif yaitu 11,64 persen dengan realisasi sebesar Rp1,23 triliun.
Dari sisi belanja negara, realisasi total belanja negara sebesar Rp24,79 triliun atau 64,00 persen dari pagu yang menunjukkan meningkat 29,97 persen dibandingkan tahun lalu.
Realisasi Belanja pada Agustus 2024 terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat (BPP) sebesar Rp5,77 triliun dan Transfer ke Daerah (TKD) mencapai Rp19,12 triliun.
Baca juga: Kalsel terima penghargaan TPID 2024 dari Presiden Jokowi
"Penjelasan lebih rinci untuk pendapatan negara adalah Realisasi Penerimaan Pajak Dalam Negeri mencapai Rp12,01 triliun atau 57,13 persen dari target, terkontraksi sebesar 18,61 persen (yoy)," ucap Syafriadi.
Dikatakan Syafriadi, kontribusi terbesar berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp6,88 triliun, kemudian PPN memberikan kontribusi sebesar Rp4,37 triliun.
Tiga sektor perpajakan yang memberikan kontribusi penerimaan terbesar berasal dari sektor pertambangan dan penggalian dengan kontribusi sebesar 31,4 persen, kemudian sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 19,6 persen serta pengangkutan dan pergudangan sebesar 16,9 persen.
Secara kumulatif, mayoritas sektor utama masih tumbuh positif hingga Agustus 2024, kecuali sektor pertambangan (karena penurunan harga batubara), sektor perdagangan, sektor pertanian (karena penurunan harga TBS kelapa sawit), sektor aktivitas penyewaan dan sektor konstruksi yang mengalami kontraksi.
Baca juga: IPH urutan delapan di Kalsel, Pemkab Tapin lakukan upaya penurunan inflasi