Jenewa (ANTARA) - Lebanon telah mengalami beberapa kekerasan paling mematikan dalam beberapa minggu terakhir, sementara negara itu berjuang mempertahankan pasokan medis yang semakin menipis, kata Koordinator Kemanusiaan PBB, Imran Riza, pada Jumat (27/9).
“Kita sedang menyaksikan periode paling mematikan di Lebanon dalam satu generasi, dan banyak orang menyatakan ketakutan bahwa ini baru permulaan ... Peristiwa minggu lalu, termasuk ledakan perangkat komunikasi, hampir menghabiskan pasokan kesehatan. Dengan eskalasi baru-baru ini dan rumah sakit yang penuh, sistem kesehatan berjuang dengan sumber daya yang terbatas untuk memenuhi kebutuhan yang terus meningkat,” kata Riza dalam sebuah pengarahan di Jenewa.
Juru bicara Badan Pengungsi PBB, Gonzalo Vargas Llosa, memperkirakan lebih dari 30.000 orang telah menyeberang ke Suriah dari Lebanon dalam upaya mencari keselamatan dalam seminggu terakhir, sebagian besar dari mereka adalah wanita dan anak-anak.
Israel memulai kampanye pengeboman besar-besaran, yang diberi sandi Northern Arrows, di bagian selatan dan timur Lebanon pada Senin (23/9).
Kementerian Kesehatan Lebanon melaporkan jumlah korban tewas lebih dari 1.500 orang.
Hizbullah membalas dengan menembakkan puluhan roket ke wilayah utara Israel.
Eskalasi ini didahului oleh serangkaian ledakan alat komunikasi penyeranta (pager) dan walkie-talkie yang mengguncang Lebanon pada 17-18 September, menewaskan lebih dari 40 orang dan melukai hampir 3.500 orang lainnya.
Sumber: Sputnik-OANA
Baca juga: Aksi kekerasan di Lebanon paksa 90.000 orang mengungsi
Baca juga: Lebanon nyatakan 1.540 orang dibunuh Israel sejak 8 Oktober
Baca juga: Komandan Hizbullah Muhammad Srour gugur akibat serangan Israel
Penerjemah: Primayanti
Editor: Azis Kurmala