Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Kementerian Perdagangan Republik Indonesia berjanji akan membantu pengusaha rotan di Provinsi Kalimantan Selatan baik petani maupun pengepul dan pengolah setengah jadi komoditas tersebut.
Anggota Komisi II bidang ekonomi dan keuangan DPRD Kalsel H Suripno Sumas, di Banjarmasin, Senin, mengungkapkan janji Kemendag RI tersebut sesudah komisinya bertemu dengan pihak kementerian, di Jakarta, 11 November lalu.
Alumnus Fakultas Hukum dan pascasarjana ilmu hukum pada Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin itu menerangkan, janji dari Kemendag tersebut antara lain menetapkan standar harga penjualan atau pembelian agar petani dan pengepul rotan tidak rugi.
"Selain itu, akan memfasilitasi alih teknologi, sehingga olahan produk rotan tidak lagi setengah jadi, tapi betul-betul sudah menjadi barang jadi yang bernilai ekspor tinggi," ujar wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Kalsel I/Kota Banjarmasin tersebut.
"Kami berharap janji Kemendag segera terealisasi, agar petani dan pengepul rotan, terutama di provinsi dengan 13 kabupaten dan kota ini tidak lama menanggung derita karena larangan ekspor setengah jadi komoditas tersebut," katanya pula.
Pensiunan pegawai negeri sipil yang bergabung dengan Partai Kebangkitan Bangsa itu menerangkan, dalam kunjungan ke Kemendag tersebut, Komisi II DPRD Kalsel yang diketuai Suwardi Sarlan mendapat arahan untuk bertemu dengan jajaran Direktorat Jenderal (Ditjen) Perdagangan Luar Negeri.
"Arahan itu tepat, karena permasalahan yang mau kami bicarakan berkaitan dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2011 yang berisikan larangan ekspor rotan, baik mentah atau rotan bulat maupun setengah jadi," katanya lagi.
Pasalnya dengan keluar Permendag 35/2011 tersebut, petani dan pengepul rotan yang termasuk golongan usaha mikro kecil menengah (UMKM) mengeluh, karena penjualan komoditas itu terbatas dan harga murah.
Karena itu, mereka yang tergabung atau mengatasnamakan petani pedagang dan industri rotan Kalimantan (Pepirka) meminta DPRD Kalsel agar memperjuangkan kepada pemerintah pusat atau Kemendag yang mengeluarkan Permendag 35/2011, demikian Suripno Sumas.
Secara terpisah Ketua Komisi II DPRD Kalsel Suwardi Sarlan mengharapkan, usaha rotan di Kalsel berjaya kembali sebagaimana tahun 1970-an atau pada awal tahun 2000-an.
Harapan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut disampaikan, sesudah Komisi II DPRD setempat menerima pengaduan dan keluhan pengurus Pepirka.
Berdasarkan pengaduan atau keluhan Pepirka, ujarnya lagi, usaha rotan dan produk komoditas tersebut di Kalimantan pernah berjaya pada awal tahun 2000-an sampai 2011, volume ekspor mencapai 4.500 ton per bulan dengan tujuan China dan India.
"Tetapi menurut Pepirka, harga rotan beserta produk komoditas tersebut belakangan ini anjlok dengan keluar Permendag 35/2011," kata wakil rakyat asal Dapil Kalsel V/Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Balangan, dan Kabupaten Tabalong itu lagi.
Dia mencontohkan rotan jenis 811 harganya hanya sekitar Rp1.500/kilogram, itu pun dibagi dua antara petani dan buruh. Jika dihitung estimasi penghasilan per hari tidak sampai Rp50.000, sedangkan biaya hidup dan operasional di atas Rp100.000, katanya pula.
Pepirka mengharapkan pencabutan Permendag 35/2011 supaya bisnis rotan dan produknya berjaya kembali sebagaimana era tahun 2000-an sampai 2011.
"Kami juga mengharapkan agar pemerintah atau Kemendag mencarikan solusi terbaik bagi permasalahan Pepirka tersebut, supaya usaha mereka terlindungi dan dapat berkembang lebih maju lagi," ujar Suwardi.
Pejabat dari Dinas Perindusterian dan Perdagangan (Disperindag) Kalsel mengaku, Permendag 35/2011 salah satu penyebab anjlok industri rotan di provinsi yang dulu atau tahun 1970-an terkenal dengan industri lampit rotan tersebut.
Karena itu, Disperindag setempat sependapat dan mendukung upaya pencabutan Permendag 35/2011 agar pelaku usaha rotan di Kalsel kembali bergairah, dan pada gilirannya akan menumbuhkembangkan ekonomi kerakyatan, terutama petani rotan.
Disperindag Kalsel tidak bisa berbuat banyak terhadap masalah larangan ekspor rotan dan produk rotan tersebut, karena aturan itu merupakan kewenangan atau kebijakan pemerintah pusat melalui Kemendag.
Kebijakan Kemendag melarang ekspor rotan mentah tersebut untuk mendukung hilirisasi industri dalam negeri agar mengejar nilai tambah, dengan mengembangkan kreativitas dan desain produk rotan tersebut.