Selesai ikhtiar itu, menggunakan semprotan rumput, ember dan kayu keluarga Ardiansyah mencoba menghalau api. Beruntung sumber air cukup dekat dengan kebun di sisi satunya ini.
Meski nekat, usaha itu membuahkan hasil. Ratusan tanaman cabai rawit dan pondok tani berhasil diselamatkan. Mereka, baru bisa pulang setelah lewat penghujung malam, sekitar pukul 01:00 Wita dini hari.
Lokasi kebun milik Ardiansyah ini, memang jauh dari jalan utama Desa Hiyung. Harus diakses menggunakan sepeda motor. Pemadam kebakaran tak sempat menyelamatkan kebun milik Ardiansyah.
Ada puluhan pemadam kebakaran di Desa Hiyung hari itu, tak terkecuali Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tapin. Mereka berjibaku menyelamatkan ratusan hektare kebun cabai rawit dan juga mengamankan pemukiman warga.
Ardiansyah mengaku rugi tak kurang dari Rp50 juta akibat gagal panen karena karhutla. Sekitar 4.000 batang cabai rawit siap panen miliknya ludes terbakar, hanya beberapa ratus batang saja yang berhasil diselamatkan.
"Cuma sempat panen tujuh ons," ujarnya.
Niat hati Ardiansyah dan Fatimah istrinya ingin memperingati 100 hari kepulangan anak bungsu ke Rahmatullah yang meninggal karena sakit, terancam pupus, akibat karhutla yang melalap ribuan cabai rawit itu.
Sekarang, untuk modal tanam lagi saja suami istri ini bingung harus mencari uang ke mana belum lagi untuk biaya hidup. Modal untuk sarana produksi misal bibit dan pupuk bisa mencapai puluhan juta.
Baca juga: Petani Rawit Hiyung di Tapin rugi Rp540 juta akibat karhutla
"Modal bisa lebih Rp10 juta lebih, itu pun tak dihitung biaya tenaga," ungkap Ardiansyah ditemui usai kebakaran.
Terus, hasil panen itu juga rencananya untuk membayar hutang anaknya yang baru meninggal itu sebesar Rp1,7 juta.
Utang ini, diwasiatkan anaknya melalui surat di dalam dompet. Uang itu digunakan untuk keperluan sehari-hari, saat menuntut ilmu agama di Batulicin, Kalimantan Selatan.
Satu petani tewas
Kebakaran di wilayah sentral Cabai Rawit Hiyung ini bukan kali pertama terjadi, musim kemarau ini sudah terjadi berkali-kali. Bahkan, menewaskan seorang petani, yakni Supian Suri (55).
Baru saja, petani itu tewas pada Senin siang (28/8), usai berjibaku dengan api untuk menyelamatkan kebun cabai rawit.
Ternyata, sosok petani yang tewas tewas ini adalah keponakan dari Ardiansyah, hal itu diungkapkannya saat bercerita setelah kebakaran di pondoknya usai mengais sisa cabai di dahan yang terbakar.
Saksi Ardiansyah, keponakan itu tewas karena lupa diri tentang kesehatan dan kondisi sebaran api yang mengancam tanaman Cabai Rawit Hiyung. Ya, mungkin sama halnya apa yang dilakukan Ardiansyah pada Jumat lalu itu.
Supian ditemukan dalam kondisi hidup di kebun cabai oleh personel pemadam dan masyarakat. Tergeletak di tengah kepungan asap di atas tanah.
Tubuh keponakan Ardiansyah itu dilarikan ke RSUD Datu Sanggul yang berjarak lebih 20 KM di Kota Rantau ibukota Kabupaten Tapin, menggunakan mobil Palang Merah Indonesia (PMI) yang saat itu berjaga di lokasi kebakaran.
Namun, nahas. Setelah ditangani pihak rumah sakit selama 25 menit, Supian dinyatakan tak bernyawa. Dengan dugaan penyakit jantung.
Baca juga: Perkiraan 12 ribu Cabai Rawit Hiyung terbakar, petani di Tapin rugi ratusan juta