Total kerugian
Kebakaran hebat itu mengharuskan tiga hektare lebih dari total 115 hektare kebun di sentral cabai rawit Desa Hiyung pada Jumat itu dengan kerugian ditaksir mencapai setengah miliar rupiah lebih.
Staf Bidang Hortikultura Dinas Pertanian Tapin, Kalimantan Selatan Junaidi menaksir petani Cabai Rawit Hiyung mengalami kerugian mencapai Rp540 juta akibat karhutla pada Jum'at lalu itu.
Kerugian itu berdasarkan hitungan tanaman Cabai Rawit Hiyung siap panen sebanyak 12 ribu batang yang terbakar. Jika dihitung luas, maka ada lebih tiga hektare.
Dihitung berdasarkan luas, rata-rata per hektare bisa menghasilkan cabai rawit sekitar empat sampai enam ton. Angka Rp540 juta itu dihitung dengan asumsi harga cabai Rp45 ribu per kg.
"Petani yang terdampak ini, yakni Juhani, Ardiansyah, Irun dan Fahri," ujarnya yang juga sekaligus Ketua Kelompok Tani Desa Hiyung.
Junaidi menjamin, tak ada rekayasa terkait dampak karhutla tersebut. Terkait jumlah ia klaim kemungkinan lebih dari 12 ribu batang Cabai Rawit Hiyung yang terbakar. Saat ini pun, pihaknya masih melakukan verifikasi terkait dampak karhutla, untuk menemukan data kongkrit.
"Kemungkinan lebih, namun tak jauh dari angka 12 ribu, kita masih lakukan pendataan," ungkapnya, Minggu.
Setelah bencana ini, secercah harapan timbul dari pemerintah daerah Kabupaten Tapin, yakni janji bantuan untuk para petani agar tetap semangat menanam cabai rawit andalan daerah ini.
Belajar dari pengalaman ini, Sekretaris Daerah Kabupaten Tapin Sufiansyah mengatakan akan melakukan pemetaan khusus untuk mitigasi bencana agar petani Cabai Rawit Hiyung tak perlu was-was terhadap karhutla.
Baca juga: BPBD Tapin : Ribuan Cabai Rawit Hiyung siap panen terbakar
Tumpuan Ekonomi
Hampir seluruh masyarakat di Desa Hiyung, Kecamatan Tapin Tengah telah menggantungkan hidup dari tanaman cabai rawit yang tumbuh subur di ekosistem rawa ini.
Khusus di Desa Hiyung saja, saat ini lahan produktif ada 116 hektare milik 11 kelompok tani.
Lahan seluas itu melibatkan 300 kepala keluarga (KK) setempat. Jika ditambah dengan 140 hektare lahan milik petani mandiri, maka totalnya ada 329 KK atau 99 persen penduduk Desa Hiyung mengandalkan tanaman cabai ini sebagai tumpuan ekonomi.
Apabila sepanjang musim tahun ini cuaca bagus dan ancaman penyakit bisa diminimalisir, maka panen besar bisa dilakukan 20 kali lebih.
Jika terjadi musim kemarau kering, petani cabai di Hiyung bisa menghasilkan 3 ton/hektare. Namun apabila terjadi kemarau basah, maka hanya 1,5 ton/hektare dan panen sepanjang musim cuma bisa dilakukan di bawah 20 kali oleh petani.
Terkait harga, cabai rawit hiyung lebih unggul dari pada cabai jenis lainnya, sehingga di pasaran, nilai jual bisa selisih Rp5 ribu-Rp10 ribu/kg dari cabai rawit asal daerah lain.
Harga tertinggi dan terendah belakangan ini yang dialami cabai rawit hiyung, yaitu Rp35 ribu-120 ribu/kg, yang fluktuasinya sangat dipengaruhi oleh kondisi pasar.
Jika harga anjlok, misalnya di bawah Rp35 ribu, sejak 2015 kelompok tani di desa itu sudah mempunyai cara untuk menjaga stabilitas harga di tingkat petani. Kelompok akan membeli sebagian hasil panen petani untuk kebutuhan rumah produksi abon atau sambal Cabai Rawit Hiyung.
Tentunya, nilai tukar pada konsep dagang itu disesuaikan, tetap memperhitungkan keuntungan petani dan rumah produksi turunan Cabai Rawit Hiyung.
Beda kondisi apabila harga bersahabat. Anggaplah di atas Rp90 ribu, di saat musim panen baik, momentum ini disebut petani sebagai berkah, keuntungan bisa berlipat ganda.
Baca juga: 12 hektare belukar dan sawit terbakar di Tapin Kalsel