Banjarmasin (ANTARA) - Peredaran narkoba di Kota Banjarmasin kian meresahkan dengan ramainya pengungkapan demi pengungkapan tindak pidana narkoba terutama jenis sabu-sabu yang dilakukan Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan dan Polresta Banjarmasin hingga jajaran polsek.
Sejumlah wilayah terdeteksi menjadi sarang narkoba berdasarkan seringnya penangkapan dari satu lokasi dimaksud sehingga masyarakat kerap menyebutnya dengan kampung narkoba.
Salah satunya di kawasan Jalan Tanjung Berkat Kelurahan Teluk Tiram, Kecamatan Banjarmasin Barat, Kota Banjarmasin, yang baru saja digerebek Direktorat Reserse Narkoba Polda Kalsel bersama Polresta Banjarmasin.
Saat penggerebekan, polisi mengamankan lebih dari 30 orang, baik yang diduga pengedar maupun pembeli.
Meski begitu, hanya dua orang bisa ditetapkan sebagai tersangka, yakni SL (35) dan PZ (43), dengan total barang bukti dua paket sabu-sabu 0,43 gram dan sejumlah alat isap yang masih ada sisa sabu-sabunya termasuk uang tunai Rp2.320.000 hasil penjualannya.
Sementara yang lainnya, lantaran ketiadaan barang bukti narkoba maka hanya dilakukan pendataan oleh Polresta Banjarmasin.
Direktur Reserse Narkoba Polda Kalsel Kombes Pol. Kelana Jaya mengakui kedatangan timnya yang dibantu perkuatan personel Polresta Banjarmasin dan Polsek Banjarmasin Barat dengan total 80 anggota diduga terdeteksi para pengedar dengan mematikan lampu penerangan pada tiga rukun tetangga (RT) di Jalan Tanjung Berkat.
Kelana menyebut padamnya lampu itu semacam kode sehingga pengedar sempat menghilangkan barang bukti sebelum polisi melakukan penggeledahan pada rumah-rumah yang dicurigai menyimpan narkoba.
Pemandangan memilukan diungkapkan Kelana ketika pihaknya berada di Tanjung Berkat, di mana banyaknya orang datang untuk membeli narkoba.
Bahkan dari sebagian calon pembeli yang tidak menyadari kedatangan polisi seakan bersikap cuek dengan berkata jujur ingin membeli sabu ketika ditanya petugas.
Parahnya lagi, ada satu orang dengan membawa ikan segar hasil tangkapan sebanyak dua ember mengaku ingin menukarnya dengan sabu-sabu.
Alhasil, terjadi sistem barter di Tanjung Berkat bagi mereka yang menginginkan sabu-sabu tanpa harus membawa uang untuk membeli.
Ada lagi seorang sopir travel jurusan Banjarmasin ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah, mengaku datang untuk membeli sabu-sabu agar kuat mengemudi di perjalanan.
Korban penyalahgunaan narkoba seperti antre masuk ke Tanjung Berkat, mereka disambut para kurir yang kerap disebut kodok, untuk selanjutnya menyerahkan uang dan menunggu narkoba diambilkan dari rumah pengedar.
Usai penggerebekan itu, polisi kemudian melakukan sejumlah langkah sebagai upaya preventif menekan peredaran narkoba di Tanjung Berkat.
Polresta Banjarmasin sebagai yang punya wilayah hukum gerak cepat membangun semacam pos pantau dengan menempatkan anggota dari satuan gabungan untuk berjaga.
Edukasi dan penyuluhan juga intensif dilakukan salah satunya lewat program "Jumat Curhat" dengan memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk bersama-sama memberantas narkoba dengan cara memberikan informasi ke polisi.
Sementara, Direktorat Reserse Narkoba Polda Kalsel fokus melakukan pengembangan kasus dari dua pengedar yang ditangkap.
Hasilnya, Tim Subdit 1 Ditresnarkoba Polda Kalsel dipimpin Kasubdit 1 AKBP Meilki Bharata berhasil menangkap tiga orang lagi sebagai pemasok sabu-sabu di Tanjung Berkat.
Mereka adalah MH (32) ditangkap di Jalan Asang Permai Desa Banyu Hirang, Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar, dengan barang bukti 103 gram sabu-sabu.
Kemudian NS (41) dan NI (32) ditangkap di Jalan Kaca Piring, Banjarmasin Tengah, dengan total sabu-sabu 8,05 gram.
Pemberantasan peredaran narkoba menjadi atensi Kapolda Kalsel Irjen Pol. Andi Rian Djajadi dengan perintah untuk terus digempur mulai deteksi terhadap upaya penyelundupan jumlah besar dari jaringan masuk ke Kalsel hingga peredaran dengan barang bukti lebih kecil yang kerap terjadi di setiap sudut kota dan perkampungan.
Harus intens melaporkan
Keberadaan suatu wilayah yang disebut sarang atau kampung narkoba lantaran bebasnya aktivitas peredaran narkoba menjadi fenomena tersendiri di tengah maraknya virus candu akan barang haram tersebut.
Para korban penyalahguna kerap mencari tempat yang "aman" untuk mereka membeli dan bagi pengedar unjuk gigi dengan memberikan semacam "keamanan" dalam transaksi.
Pakar antropologi masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah, MA menilai sebutan kampung narkoba berarti telah mengklasifikasikan semacam teritorial berkumpulnya orang-orang yang memiliki ikatan yang sama.
Kemudian dibuat semacam klaim aturan bebasnya narkoba beredar sehingga setiap calon pembeli tidak takut masuk untuk membelinya lantaran sang pengedar merasa memiliki kekuatan.
"Yang berbahaya dari kampung narkoba ini bisa menjadi embrio munculnya gangster, apalagi jika ada kekuatan beking," katanya.
Nasrullah pun menyebut adanya wilayah yang disebut kampung narkoba juga menurunkan wibawa polisi jika tak diberantas hingga stigma negatif tersebut hilang.
Selain upaya represif dari aparat penegak hukum, tak kalah penting peran serta masyarakat itu sendiri dengan kepedulian memberikan informasi bahkan melapor jika menemukan ada hal tidak wajar di lingkungannya.
Masyarakat mesti intens melapor dengan jaminan tidak dibocorkan identitasnya agar narkoba bisa benar-benar diberangus termasuk membersihkan satu wilayah dari sebutan kampung narkoba.
Memberantas narkoba hingga ke akar-akarnya memang membutuhkan keterlibatan aktif warga masyarakat.