Rantau (ANTARA) - Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tapin, Kalimantan Selatan saat ini tengah menyelidiki penyebab kebakaran hutan dan lahan (karhutla), pemilik kawasan yang terdampak disebut bisa masuk penjara.
Kasat Reskrim Polres Tapin AKP Haris Wicaksono menerangkan seandainya pemilik area luput dari sangkaan sebagai pelaku pembakaran, bisa juga tersandung pidana lain yaitu kelalaian yang menyebabkan karhutla.
"TKP yang dipasang garis polisi akan tetap ditutup sampai dengan proses penyelidikan selesai dilakukan," ujarnya saat di konfirmasi ANTARA, Rabu.
Baca juga: Bupati Tapin : Jangan terjadi lagi karhutla lahap pertanian
Artinya, selama proses itu, tak boleh ada siapa pun yang memanfaatkan situs yang pernah terbakar ini.
Hemat Haris, periode Juli-Agustus tadi yang teridentifikasi ada 88 hospot karhutla, luas lahan terdampak rata-rata di bawah dua hektar. Kategori kawasan yakni, semak belukar hingga pertambangan batu bara.
"Semua (88 hospot karhutla) masuk dalam penyelidikan kita, paling banyak batu bara yang terbakar alami," ujarnya.
Baca juga: Satgas Karhutla Tapin solid, seluruh titik api mampu dipadamkan
Dari sekian banyak dampak titik api itu, kata Haris, saat ini pihaknya masih dalam upaya penyelidikan.
Adapun kendala penyelidikan ini, yakni sulitnya mengidentifikasi kepemilikan kawasan di wilayah semak belukar, mencari saksi dan tersangka.
Mengingat ancaman pidana terkait karhutla ini, himbau Haris, masyarakat diingatkan kembali agar tak membakar hutan atau lahan yang bisa menyebabkan bencana.
"Di Kalsel kita urutan yang kelima tingkat jumlah hospot karhutla," ujarnya.
Baca juga: Karhutla Kalsel - Area lubang tambang batu bara dominasi titik panas di Tapin
Peringkat itu, kata Haris, menjadi alarm agar semua pihak berkontribusi terhadap upaya pencegahan karhutla. Dikarenakan ancaman pidana karhutla, bisa mencapai 15 kurang tahun penjara.
Petani ditangkap
Akibat karhutla ini, tak sedikit masyarakat yang dijebloskan ke penjara. Telusur awak media ini, pada 2019 lalu ada empat orang telah terjerat hukum dan mendekam dipenjara.
"Terakhir 2019 lalu," ujar Haris.
Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang merupakan portal pelayanan informasi perkara bagi masyarakat pencari keadilan yang dapat diakses kapan saja secara online, menunjukkan para tersangka adalah berprofesi sebagai petani.
Empat kasus yang bisa dirangkum ini, yaitu
Heriyanto bin Mastu asal Desa Baulin RT03/RW002, Kecamatan Candi Laras Utara. Dituduh membakar lahan miliknya sendiri seluas 0,3 hektar untuk menanam padi pada Oktober 2019.
Heriyanto divonis Pengadilan Negeri Rantau April 2020 dengan artikel 187 KUHP, hukuman 17 bulan penjara.
Terus, ada Junai bin Jurni situs bakar berada di Desa Tatakan, Kecamatan Tapin Selatan. Ia dituduh membakar lahan miliknya untuk menanam di September 2019.
Juani, divonis pada Februari 2020 lalu dengan UU Lingkungan 2009, hukuman 36 bulan penjara plus denda Rp3 miliar atau satu bulan lagi penjara.
Selanjutnya, ada Muhammad Sayuti bin Misran asal Jalan Melati RT06/RW002, Desa Bitahan, Kecamatan Lokpaikat. Ia dituduh membakar lahan miliknya untuk menanam di September 2019.
Sayuti Januari 2020 lalu dengan UU Lingkungan 2009, hukuman 36 bulan
penjara plus denda Rp3 miliar atau satu bulan lagi penjara.
Sedangkan yang terakhir, ada Ucung bin Alus asal Desa Masta, Kecamatan Bakarangan. Ia dituduh membakar lahan miliknya sendiri untuk menanam padi dan jagung di Agustus 2019.
Ucung, divonis pada Januari 2020 dengan UU Lingkungan 2009, hukuman 36 bulan
penjara plus denda Rp3 miliar atau satu bulan lagi penjara.
Baca juga: Hadapi El Nino, Tapin Kalsel lakukan mitigasi Karhutla