Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Banjarbaru Arih Dwi Prasetyo di Kota Banjarbaru, Jumat mengatakan, pertumbuhan ekonomi tahun 2022 di Kota Idaman mencapai 7,93 persen atau tertinggi di Kalsel.
"Pertumbuhan ekonomi 7,39 persen itu merupakan hasil dari perhitungan sistem neraca regional menunjukkan laju pertumbuhan ekonomi ibukota Kalsel melampaui 12 kabupaten dan kota lainnya," ujar Arih.
Disebutkan, setelah Banjarbaru yang berada di posisi puncak, urutan dua adalah Kota Banjarmasin dengan capaian 5,69 persen dan urutan ketiga Kabupaten Tanah Bumbu sebesar 5,45 persen.
Diketahui, sesuai data BPS pada 2021, pertumbuhan ekonomi di kota berpenduduk 265 juta jiwa lebih itu tercatat sebesar 3,33 persen namun melompat signifikan menjadi 7,93 persen pada 2022.
Capaian itu menjadi angka tertinggi dan tidak pernah terjadi sebelumnya, bahkan dibandingkan pertumbuhan ekonomi dari waktu ke waktu sejak beralihnya status Kota Administratif menjadi Kota pada 1999 silam.
"Ada empat komponen besar yang menjadi pendukung perekonomian Kota Banjarbaru sepanjang tahun 2022 di antaranya transportasi dan pergudangan, konstruksi, hingga perdagangan," ungkapnya.
Ia menyebutkan, transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 26,20 persen, konstruksi 13,74 persen, perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 10,79 persen.
Sementara, komponen pendukung lainnya yang mendongkrak naiknya pertumbuhan ekonomi berasal dari administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib sebesar 10,37 persen.
"Perekonomian Banjarbaru dilihat dari besaran PDRB, selama 2022 mampu menghasilkan nilai tambah bruto sebesar Rp11,788 triliun yang jika dilihat harga konstan sekitar Rp6,23 triliun," sebutnya.
Selanjutnya, di era kepemimpinan Aditya-Wartono, tantangan ke depan terjadi seiring sinyal perlambatan ekonomi dan salah satunya yang terjadi adalah inflasi kenaikan harga bahan pokok.
Wali Kota M Aditya Mufti Ariffin tak menampik terjadi inflasi dan disikapi melalui penyaluran bantuan beras hingga pasar murah tersebar pada 5 kecamatan menjadi upaya menanggulangi situasi itu.
"Kami berharap dalam menghadapi tantangan ke depan guna menahan laju pertumbuhan ekonomi hingga menyebabkan tingginya inflasi dapat teratasi melalui pembagian beras dan pasar murah," kata dia.
Ditambahkan, dampak inflasi tidak bisa diremehkan dan harus disikapi dengan benar meskipun merombak kebijakan anggaran untuk mencegah penurunan daya beli masyarakat agar inflasi tidak semakin tinggi.
"Kami tidak ingin terlena kinerja perekonomian sesaat. Inflasi jika tidak ditangani serius, bukan tidak mungkin dampaknya jadi gejolak ekonomi dan sosial sehingga harus diwaspadai," katanya.