Banjarmasin (ANTARA) - Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) memastikan makin semangat menjaga kelestarian kera hidung panjang khas di tanah Borneo, yakni bekantan usai meraih penghargaan Kalpataru dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI.
Ketua Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) Amelia Rizki saat menerima hadiah peraih Kalpataru dari Gubernur Kalsel pada peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia 2022 di halaman Kantor Gubernur Kalsel di Kota Banjarbaru, Selasa, menyatakan rasa syukurnya atas penghargaan tertinggi nasional tersebut.
Pihaknya akan menerima secara resmi piala penghargaan Kalpataru kategori penyelamat lingkungan dari pemerintah pusat yang acaranya bertempat di Bogor pada Kamis ini.
"Kami sudah menerima surat resminya atas penghargaan Kalpataru ini, ini merupakan hasil kerja keras bersama, bukan perorangan, harapannya jadi semangat bagi generasi muda daerah ini untuk ikut menjaga kelestarian bekantan," tuturnya.
Amalia menyatakan, bahwa kehidupan hewan endemik bekantan sudah sangat terancam, karena kawasan konservasinya sudah mulai punah.
"Karenanya ini jadi sorotan pemerintah pusat," ujarnya.
Pihaknya di SBI, ucap Amelia, terus berupaya agar kehidupan bekantan dan wilayah tempat tinggalnya dapat tetap lestari, karena kera hidung panjang ini hanya ada di hutan Kalimantan.
Memang, kata dia, tempat konservasi bekantan yang khusus saat ini di Pulau Curian di daerah Kabupaten Barito Kuala, Kalsel.
Pihaknya berupaya terus memperluas ke wilayah lain di provinsi Kalsel ini hingga daerah di provinsi tetangga.
"Kita melakukan rescue itu bahkan lintas Kalsel hingga Kalimantan Tengah (Kalteng)," ujarnya.
Amelia juga menyatakan, SBI juga menjalin komunikasi dengan 3 provinsi lainnya, Kaltim, Kalbar dan Kaltara.
"Ini semua untuk penyelamatan bekantan, memang untuk penyelamatan mangrove atau hutan bakau di Pulau Curik, ini diharap jadi contoh untuk daerah lainnya, karena sebaran habitat bekantan itu banyak juga di luar lahan konservasi," ujar Amelia.
Dia pun menyampaikan, populasi bekantan sesuai data BKSDA pada 2013 sekitar 5 ribu ekor di wilayah Kalsel
"Sekarang 50 persen menurun, karena banyak faktor eksternalnya," ungkap Amelia.
Di antaranya, tutur dia, kebakaran hutan, perburuan liar.
"Karena juga ada masyarakat yang masih memakan daging bekantan," ujarnya.
Baca juga: Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia raih Kalpataru
Baca juga: Populasi bekantan di Desa Panjaratan terbesar se-Kalsel
Baca juga: Noormiliyani raih Bekantan Award 2022
SBI makin semangat jaga kelestarian bekantan usai raih Kalpataru
Selasa, 7 Juni 2022 21:31 WIB