Banjarmasin (ANTARA) - "Pasar Wadai Ramadhan" ( Ramadhan Cake Fair) Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, yang diperkenalkan sejak pertengahan tahun 80-an tetap sebagai lokasi yang menarik, baik sebagai sentra penjualan penganan berbuka puasa, juga sebagai atraksi budaya dan wisata.
Bahkan Pasar Wadai Ramadhan (PWR) menjadi lokasi yang menarik bagi kawula muda, dan magnet untuk ngabuburit selama bulan Ramadhan.
Hanya saja dari tahun ke tahun keberadaan PWR ini terkesan "pasang surut" baik dari segi jumlah transaksi, jumlah pengunjung, atau bentuk atraksi wisata dan atraksi budayanya.
Dulu jika siapapun bergambar (berfoto) di lokasi ini sudah bisa dipastikan hampir semua orang tahu kalau itu berada di Pasar Wadai Ramadhan (PWR) Banjarmasin.
Masalahnya, bangunan PWR berarsitektur khas Banjar, seperti rumah adat Banjar bubungan tinggi atau gajah baliku.
Begitu juga bahan yang digunakan untuk bangunan PWR terbuat dari bahan lokal yang khas, seperti atap sirap, atap rumbia, dinding daun nipah, umbul-umbul dengan hiasan daun kelapa.
Apalagi di lokasi PWR biasanya diberikan ukiran atau lukisan dengan ornamen budaya Banjar menambah kekentalan suasana budaya yang menceriminkan lokasi tersebut berada di tanah Banjar, kawasan paling selatan pulau terbesar di tanah air ini.
Dulu PWR berada di lokasi Jalan RE Martadinata selama beberapa tahun, kemudian berpindah pindah tempat, yang cukup lama di Jalan Sudirman, namun belakangan berada di Taman Kamboja.
Nuansa budaya untuk tempat berjualan di PWR pada 2022 ini dinilai agak kurang terlihat lagi, walau masakan dan penganan (kue) yang dijual relatif tak berubah, yakni kue Banjar 41 macam, dan masakan Banjar, seperti gangan waluh, papuyu baubar masih terlihat.
"Saya masih ada foto Pasar Wadai Ramadhan yang dulu sangat eksotis, dan itu kenang-kenangan yang tak terlupakan," kata Husain Abdullah seorang warga setempat.
Tujuan awal berdirinya PWR selain untuk menyediakan warga Muslim mencari penganan dan makanan untuk berbuka puasa juga sebagai pelestarian budaya, khususnya kuliner suku Banjar, sekaligus sebagai atraksi wisata tahunan yang mengusung keunikan budaya nenek moyang setempat.
Salah seorang warga Kota Banjarmasin memperhatikan beberapa tahun belakangan kondisi PWR tidak semarak seperti dulu lagi, seakan kehilangan keasliannya, bangunan kios-kios yang tadinya kental budaya Banjar sekarang sudah berubah banyak.
"Lihat saja pintu gerbang masuk ke Pasar Wadai Ramadhan yang sekarang tidak menggambarkan kekhasan budaya Banjar. Kalau tidak ada tulisan Banjarmasin di pintu gerbang itu, maka bagi siapa yang mengambil foto tidak akan tahu kalau di situ Pasar Wadai Ramadhan," kata warga tersebut,
Kalau dulu pintu gerbang dibentuk sedemikian rupa dari bahan-bahan lokal dengan ukiran dan lukisan nuansa budaya Banjar.
Keberadaan pasar wadai ini belakangan ini memang sempat terhenti, lantaran musim pandemi sejak beberapa tahun belakangan ini, tetapi karena banyaknya desakan masyarakat maka pemerintah kota setempat membiarkan PWR hidup lagi pada tahun 2022 ini, tetapi dikelola oleh masyarakat sendiri.
Penulis yang mengunjungi lokasi tersebut untuk ngabuburit, melihat kunjungan warga cukup membludak seakan sebuah ekspresi kerinduan terhadap kegiatan PWR yang sempat ditiadakan dua tahun sebelumnya, lantaran pandemi.
Untuk mencari lokasi parkir kendaraan saja cukup sulit, karena begitu berjejalnya warga. Begitu juga untuk memasuki lokasi PWR harus rela berdesakan, dan sebagian besar pengunjung lokasi tersebut adalah kawula muda.
Di lokasi PWR tahun ini memang ada bagian untuk penganan, bagian untuk makanan, bagian lagi untuk makanan kecil dan kering, ada pula lokasi khusus campur-campur dari barang mainan anak anak, elektronik, serta lokasi aneka jualan dari berbagai daerah tanah air, termasuk kerak telor asli betawi.
Mengunjungi lokasi ini menurut penulis cukup mengasyikkan, bisa menyaksikan aneka penganan atau kue Banjar yang beraneka ragam, berbahan tepung beras, ketan, tapioka, dan tepung gandum.
Kue Banjar, memang lebih dominan tepung beras , gula aren, dan pewarna alami, daun pandan dan bahan lokal lainnya. Dijual per tatak (karat) atau pakai talam, umumnya manis manis.
Juga tampak makanan khas Banjar, seperti urap, pucuk gumbili bajarang, pecal, gangan waluh, pakasam, hintalu iwak batanak, gangan humbut, gangan nangka, iwak haruan baubar, papuyu baubar, pais patin, pais pada dan aneka lainnya.
Tetapi jualan kali ini tak sedikit bernuansa Arabic, seperti nasi samin, roti mariyam, nasi mandi, gulai kambing, dan aneka masakan berbahan daging kambing, dan kebanyakan yang jualan juga adalah warga Banjarmasin keturunan Arab. Ternyata makanan nuansa Arab ini cukup diminati dan terlihat pembelinya berjejal walau dinilai agak mahal.
Kue Unik
Walau nuansa budayanya agak berkurang tetapi jenis makanan dan penganan yang dijual masih terbilang unik dan sebagian dinilai langka.
Seorang pengunjung mengaku datang ke PWR karena masih yakin di lokasi itu dijual kue aneh-aneh dan unik karena tidak dijual di pasaran pada hari-hari biasa di wilayah Kota Banjarmasin.
Dinilai unik lantaran termasuk kue-kue khas atau kue tradisional suku Banjar yang sering digunakan saat-saat tertentu, seperti untuk selamatan atau kenduri. Ia menggambarkan seperti kue tradisional khas Banjar yang disebut wadai 41 macam,
Berdasarkan catatan, wadai 41 macam wadai suku Banjar yang bisa dinikmati terutama untuk berbuka puasa diantaranya apa yang disebut wadai cincin, wajik, cucur, cingkaruk, kayu apu, sasunduk lawang, kakoleh, putri selat, kalepon buntut, laksa, apam balambar (apem basah), apam putih, dan pais sagu.
Kemudian, wadai putri bekunjang, bingka tapai, aloha, bingka kentang, amparan tatak, intalu (telur) keruang, apam habang (apem merah), jaring baras (beras), gagauk, rangai, kararaban, gagati, wadai sari, petah, kulit langsat, bubur baayak, kakicak.
Wadai (kue) karingnya dulu ada yang disebut walatih, sasagun, wadai satu, wadai sagu, ginjil, garigit, talipuk, ilat sapi, dan lainnya sekarangpun tersisih oleh kue kering modern seperti ciki-cikian atau kue kering buatan pabrik besar seperti produksi Garuda Food dan Indofood.
Walau makanan tradisional khas Banjar masih tersedia, seperti garih balamak, gangan waluh, gangan kaladi, tumis tarung, papuyu baubar, haruan baubar, gangan kecap, cacapan asam, iwak bapais, gangan balamak, gangan asam kapala patin, pucuk gumbili bajarang, dan lainnya.
Dari sekian kue Banjar yang khas tersebut, ada yang dinilai sakral, dan dulu hanya dibuat jika ada hajatan, atau untuk bahan pengobatan seperti cangkarok, bubur habang bubur putih, cucur, lamang dan kue khas lainnya.
Masyarakat tetap merasa gembira PWR masih bisa dihidupkan sebagai sarana multi manfaat, baik sebagai pelestari budaya kuliner Banjar, juga atraksi wisata di samping sebagai lokasi ngabuburit.