Banjarmasin (ANTARA) - Pakar antropologi masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah S.Sos.I, MA mengatakan sebutan Jembatan Basit, aspek viral yang bisa dijadikan nama jembatan Sei Alalak di Kalimantan Selatan.
"Jika ingin melihat manfaat jembatan menjadi ikon wisata boleh juga mengambil aspek viral ini," cetusnya di Banjarmasin, Jumat.
Menurut Nasrullah, pemerintah daerah mesti bekerja keras untuk menyosialisasikan nama resmi jembatan ikonik yang melintas di sungai Alalak membelah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala itu.
Penyebabnya adalah meme di media sosial yang menyebut Jembatan Basit karena suatu peristiwa, di mana pengendara dibukakan portal untuk melewati jembatan hanya dengan menyebutkan kata kunci "Aku ading Basit". Padahal jembatan yang baru rampung dikerjakan itu belum resmi dibuka alias tertutup untuk umum.
Dijelaskan Nasrullah, suatu tempat memang akan sangat terkenal karena menjadi ingatan publik oleh suatu peristiwa penting. Nama tempat itu biasanya dilekatkan jika peristiwa tersebut merupakan gambaran heroik, tragedi kesetiaan, solidaritas ataupun kebangkitan.
"Nah meme Jembatan Basit ini tidak lain sebagai kritik sosial karena hak keistimewaan satu pihak (termasuk pengendara moge) yang melampaui hak publik sebagai pengendara," jelas dosen Prodi Pendidikan Sosiologi FKIP ULM itu.
Secara antropologis, ungkap dia, masyarakat orang Banjar, Dayak atau Melayu di Kalsel secara umum lebih mengenal gelar seseorang bahkan hingga dewasa daripada nama asli.
Apalagi jika dilekatkan dengan nama suatu tempat tentu akan mudah disosialisasikan. Nama asli hanya muncul pada acara resmi, pernikahan, dan kematian.
Jembatan Basit sendiri sangat progresif dengan dikuatkan video pengendara melewati portal, video singkat lain yang mengaku sebagai "Ading Basit".
Kreativitas netizen juga luar biasa dengan membuat desain baju berlatar desain jembatan ikonik, bulan purnama di atas sungai dengan teks bernada deklaratif "Aku Ading Basit".
Tidak hanya itu, di google Maps, jika mengetik "Jembatan Basit" memang terletak di lokasi jembatan ikonik di sungai Alalak itu.
"Jadi terkenalnya jembatan ini kini dan kedepan diyakini bukan karena konstruksi jembatan dengan biaya besar, bukan karena lama waktu pembuatan dan kemacetan akibatnya, bukan pula karena desain, tapi karena sebuah nama," tandas akademisi jebolan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.
Diketahui aksi konvoi motor gede (moge) dari Harley-Davidson Club Indonesia (HDCI) melintas di Jembatan Sei Alalak viral di media sosial dan menuai kritik masyarakat mengingat jembatan tersebut belum dibuka untuk umum lantaran menunggu peresmian yang direncanakan oleh Presiden Joko Widodo secara langsung.
Belakangan muncul lagi sebuah video yang menunjukkan pengendara mobil bisa melintas di atas jembatan melewati penjagaan petugas proyek hanya dengan menyebut "Aku ading Basit".
Jembatan Sei Alalak sepanjang 850 meter dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Pelaksana Jalan Nasional Wilayah I Kalimantan Selatan Direktorat Jenderal Bina Marga menggantikan Jembatan Kayu Tangi 1 yang telah berusia sekitar 30 tahun.