Banjarmasin (ANTARA) - Prof Dr Yusril Ihza Mahendra memastikan pembelaan maksimal untuk eks Sekda Tanah Bumbu RS yang kini terjerat dugaan tindak pidana korupsi di Kejaksaan Negeri Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Dengan ditetapkannya RS sebagai tersangka maka saat ini kami sebagai advokat profesional berupaya melakukan penangguhan penahanan serta mendalami perubahan status tersangka," kata dia seperti rilis yang diterima ANTARA, Rabu.
Pria yang dikenal pakar hukum tata negara itu meyakini, RS memang tampak menjadi target untuk dijerat.
Hal itu dapat dilihat dari pola kerja yang dilakukan Kejari Tanah Bumbu dalam penyidikan tersangka lainnya AF, yang perkaranya mulai sidang hari ini di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Yusril pun tidak sependapat dengan pola kerja Kejari Tanah Bumbu dalam menyidik AF. Menurut pendapat dia, harus dibuktikan dulu AF bersalah baru kasusnya dikembangkan ke RS.
"Kini AF diadili saja belum, tetapi kasusnya sudah dikembangkan untuk menjerat orang lain sebagai tersangka dengan dalih delik penyertaan," katanya menyesalkan.
Padahal menurut Yusril penegakan hukum harus mengedepankan HAM dan menghormati harkat dan martabat seseorang.
Jika nantinya AF ternyata tidak bersalah, dan Yusril berkeyakinan demikian karena ada tidaknya kerugian negara akibat tindakan AF belum pernah diaudit oleh BPK, maka menjadikan RS sebagai tersangka dan menahannya, jelas merupakan tindakan yang menyengsarakan seseorang.
Diketahui Kejari Tanah Bumbu menetapkan RS sebagai tersangka dan menahannya sejak Senin (19/4). RS diseret kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan kursi rapat dan tunggu di 10 kecamatan, 14 puskesmas, 5 kelurahan dan puluhan desa di Kabupaten Tanah Bumbu.
Diangkatnya kasus dugaan korupsi pengadaan kursi tersebut sempat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat karena diduga sarat aroma politik.
RS diketahui memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan mantan Bupati Tanah Bumbu Sudian Noor yang menjadi pendukung utama paslon pemenang dalam Pilkada 2020 lalu.
Bahkan RS diberhentikan dari jabatannya sebagai Sekda oleh mantan bupati tersebut karena melanggar disiplin pegawai dan hanya menjadi staf di Dinas Satpol PP dan Damkar Tanbu.
Kasus dugaan korupsi pengadaan kursi tersebut menjadi aneh jika dilihat dari proses pengesahan anggaran dan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sebab dari hasil pengesahan anggaran hingga pemeriksaan oleh BPK tahun anggaran 2019 tidak ada masalah.