Purwokerto (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Dr Indra Permanajati mengingatkan bahwa peningkatan intensitas air akibat hujan bisa memicu gerakan tanah jenis luncuran cepat terutama di wilayah perbukitan dengan lereng yang curam sehingga perlu terus mengintensifkan program mitigasi bencana.
"Longsoran dengan jenis luncuran tanah atau earth slide serta luncuran campuran tanah dan batu atau debris slide bisa disebabkan karena intensitas air yang meningkat saat musim hujan," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.
Koordinator Bencana Geologi Pusat Mitigasi Unsoed itu menjelaskan gerakan tanah secara cepat bisa terjadi pada material tanah ataupun campuran tanah dan batuan.
"Beberapa penyebab terjadinya gerakan tanah secara cepat yaitu karena material batuan biasanya adalah lapukan dari batuan breksi. Lapukan breksi mempunyai komponen fragmen yang tersusun atas batuan yang dilingkupi tanah lapuknya, sehingga tanah ini dalam satu lereng sangat berpotensi terjadi longsoran cepat mengingat bebannya yang tinggi terutama saat intensitas air meningkat," katanya.
Dia mengatakan sifat tanah yang mampu menyerap air menyebabkan konsentrasi air dalam tanah berlebih dan mampu menggerakkan tanah dalam suatu lereng sehingga gerakan tanah bisa bergerak dengan cepat.
Anggota Ikatan Ahli Kebencanaan Indonesia itu mencontohkan bahwa beberapa tipe tanah ini banyak dijumpai di bagian Utara Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah di sekitar Kecamatan Banjarmangu, Karangkobar dan Pagentan.
"Kondisi tanah di daerah ini merupakan lapukan dari batuan breksi kuarter Rogojembangan yang cukup berpotensi terjadinya gerakan tanah," katanya.
Kendati demikian, kata dia, kecepatan gerakan tanahnya juga sangat tergantung dari tingkat kemiringan lereng.
"Jika lerengnya curam maka akan lebih berpotensi untuk terjadinya gerakan tanah cepat," katanya.
Dia menambahkan salah satu upaya untuk mengurangi dampak risiko bencana pergerakan tanah dengan jenis luncuran cepat adalah mengintensifkan upaya mitigasi dan menggencarkan sosialisasi agar masyarakat selalu meningkatkan kesiapsiagaan saat musim hujan.
"Misalkan dengan memasang alat peringatan dini di lokasi rawan longsor," katanya.
Dia juga menambahkan selain gerakan tanah secara cepat, masyarakat juga perlu mewaspadai gerakan tanah jenis rayapan.
"Gerakan tanah dengan jenis rayapan ini berbeda dengan jenis luncuran tanah yang cepat, karena jenis rayapan ini merupakan jenis pergerakan yang lambat. Kondisi ini dimungkinkan karena topografi wilayah yang tidak terlalu terjal sehingga gaya gravitasi yang menyebabkan longsoran juga tidak terlalu besar," katanya.
Kendati demikian kondisi tersebut harus terus diwaspadai karena pergerakan tanah jenis rayapan biasanya membentuk retakan-retakan.
"Retakan ini sebagai media air masuk ke dalam tanah, sehingga kalau curah hujan tinggi maka gerakan tanah akan makin cepat. Tetapi kalau musim kemarau mungkin gerakan tanah menjadi lambat atau sama sekali berhenti," katanya.
Sebagai langkah antisipasi, kata dia, masyarakat bisa segera menutup retakan-retakan tersebut dengan tanah untuk meminimalisir aliran air yang masuk.
"Masyarakat juga bisa membuat media-media penghambat longsor seperti cerucuk bambu atau menanam pohon berakar kuat. Atau dapat juga memanfaatkan karung untuk menampung tanah dan dikombinasikan dengan cerucuk bambu lalu dipasang pada daerah longsor bagian bawah untuk menahan longsoran sementara," katanya.
Akademisi: Peningkatan intensitas air bisa picu luncuran tanah
Kamis, 31 Desember 2020 10:15 WIB