Boyolali (ANTARA) - Jumlah pengungsi warga tiga desa yang masuk di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III erupsi Gunung Merapi, Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, hingga Jumat, terus bertambah sehingga menjadi 630 orang.
Data jumlah pengungsi terus bertambah dari tiga desa di Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali yakni Tlogolele, Klakah dan Jrakah yang masuk daerah KRB III erupsi Merapi," kata Sekretaris Daerah Kabupaten Boyolali Masruri, saat acara kunjungan Kepala BNPB Doni Monardo, di tempat penampungan pengungsian sementara (TPPS) Desa Tlogolele Selo Boyolali, Jumat.
"Jumlah warga masuk kelompok rentan yang dievakuasi di TPPS desa masing-masing sejak status Gunung Merapi dinaikan dari waspada ke siaga per 5 November hingga sekarang sudah mencapai 630 orang, sedangkan hari sebelumnya 586 orang," kata Masruri yang ketua Satgas COVID-19 di Boyolali itu.
Pihaknya melalui pemerintah desa, Tim Siaga Desa (TSD) dan relawan TNI/Polri melakukan sosialisasi agar warga yang masih kelompok rentan baik lansia, ibu hamil, balita, anak-anak, ibu menyusui, dan disabilitas baik dievakuasi ke tempat lebih aman atau TPPS desa masing-masing.
Jumlah warga Desa Tlogolele yang rentan dan dievakuasi di TPPS balai desa setempat, hingga Jumat ini, ada sebanyak 275 jiwa. Jumlah itu, terdiri dari lansia 29 jiwa, Balita 63 jiwa, anak-anak 47 jiwa, ibu hamil 5 jiwa, ibu menyusui 63 jiwa, disabilitas 3 jiwa, dan dewasa 65 jiwa.
Jumlah pengungsi di Desa Klakah ada 119 jiwa yakni terdiri dari lansia 6 jiwa, balita 36 jiwa, anak-anak 30 jiwa, dewasa 46 jiwa, dan ibu hamil satu jiwa. Mereka menempati di TPPS Balai Desa Klakah.
Jumlah pengungsi di Desa Jrakah ada 121jiwa asal Dukuh Sepi dan 125 jiwa asal Dukuh Kajor, sehingga totalnya 246 jiwa. Jumlah itu, terdiri dari lansia 71 jiwa, balita 58 jiwa, disabilitas 4 jiwa, anak-anak 30 jiwa, dewasa 66 jiwa, ibu hamil 3 jiwa, dan ibu menyusui 14 jiwa.
"Jumlah pengungsi akan terus bertambah sambil melihat perkembangan terkini status Gunung Merapi dari BPPTKG," kata Masruri.
Kendati demikian, pihaknya terus meminta warga dalam pengungsian terus menerapkan protokol kesehatan dengan memakai masker, menjaga jarak, selalu mencuci tangan dengan sabun, dan menjauhi kerumunan untuk mencegah penularan COVID-19.
Menyinggung soal bantuan dari BNPB pusat, Masruri menjelaskan ada sebanyak 2.500 reagen pemeriksaan tes usap untuk pengungsi, 75.000 masker, 150 lampu garam, dan setiap kabupaten juta mendapatkan bantuan dari pusat Rp1 miliar untuk operasional penanganan pengungsi atau bencana erupsi Merapi.
Dia mengatakan pihaknya untuk 2.500 reagen justru mengutamakan untuk pemeriksaan tes cepat atua tes usap untuk semua sukarelawan dan petugas yang bertugas di lokasi pengungsian. Mereka datang dari luar daerah harus steris dari COVID-19 sebelum bertugas ke pengungsian.
"Saya yakin warga di lereng Merapi justru malah steril dari COVID-19. Namun, yang dicurigai justru mereka dari luar yang masuk di daerah ini," katanya.
Dia mengatakan soal penerapan protokol kesehatan COVID-19 di TPPS, sudah ada yang mendampingi oleh Satgas Jogo Tonggo desa dan satgas COVID-19 selalu memantau di lokasi. Sehingga, mereka selalu memberikan tahu dan mengingatkan agar memakai masker dan menjaga jarak untuk menghindari kerumunan.
Menyingung soal tenaga kesehatan baik dari swasta maupun negeri, kata dia, disetiap lokasi pengungsian sudah ada. Kalau tenaga kesehatan dari Dinkes ada di Puskesmas, dan jika terjadi apa-apa bisa langsung dirujuk ke Puskesmas setempat.