Satu kelompok terdiri dari enam orang perempuan berbaju kaos, bercelana panjang, bersemangat masuk sungai. Tangan mereka cekatan mengeruk lumpur di dasar sungai menggunakan keranjang rotan.
Pasir itu diangkatnya ke bak sebuah truk yang sudah disediakan di dekat lokasi tersebut. Tidak peduli bedak putih di wajah para ibu tersebut berubah menghitam setelah hampir seluruh tubuh mereka berlumuran lumpur warna hitam dari sungai di Jalan A Yani, depan gedung RRI Banjarmasin itu.
Diiringi suara musik dangdut dari pengeras suara, ibu-ibu tersebut terus bekerja sambil sesekali berjoget mengiringi irama musik yang dibunyikan panitia penyelanggara dalam lomba tersebut. Lomba angkat lumpur kini sudah dibudayakan di wilayah yang berjuluk "Kota Seribu Sungai" itu.
Ibu-ibu itu merupakan satu dari 32 kelompok yang menjadi peserta dalam kegiatan lomba angkat lumpur yang diselenggarakan Pemerintah Kota (Pemkot) Banjarmasin, Kalimantan Selatan, bekerja sama dengan Pangkalan TNI AL (Lanal) Banjarmasin, Minggu (14/9) 2014.
Lomba itu dibuka dibuka oleh Komandan Lanal Banjarmasin Letkol Laut (P) Haris Bima Bayuseto didampingi oleh Wali Kota Banjarmasin H Muhidin.
Wali Kota Banjarmasin menyatakan terus membudayakan lomba unik tersebut karena, selain akan merevitalisasi sungai, sekaligus untuk menanamkan kecintaan sekitar 700 ribu penduduk kota itu pada sungai.
"Ke depan lomba angkat lumpur akan ditingkatkan lagi pesertanya dengan mengundang dari 52 kelurahan, kalau perlu akan memperoleh penghargaan MURI," katanya.
Dalam lomba itu tampil sebagai juara kelompok PMK Sinar Daha yang berhak atas hadiah Rp10 juta, disusul kelompok Maya Daha denga hadiah Rp7,5 juta dan ketiga kelompok Ikan Haruan dengan hadiah Rp5 juta. Ketiga kelompok itu juga mendapatkan tropi.
Lomba untuk memeriahkan hari jadi ke-448 Kota Banjarmasin dan HUT ke-69 TNI AL tersebut bertujuan untuk mengajak masyarakat agar lebih peduli terhadap kebersihan lingkungan di sekitarnya, khususnya memelihara sungai.
Revitalisasi Sungai
Kepala Dinas Sumber Daya Air dan Drainase (SDA) Banjarmasin Muryanta yang ikut dalam kelompok lomba dengan tersengal-sengal menahan nafas lantaran kelelahan mengaku merasa gembira melihat antusias ratusan orang peserta dalam lomba itu.
"Ini tampaknya paling ramai dibandingkan dengan lomba angkat lumpur tahun-tahun sebelumnya, dan semoga ke depan kian ramai lagi," kata Muryanta yang kelompoknya dari kantor SDA tidak menang dalam lomba tersebut.
Menurutnya, lomba itu berdampak positif dalam upaya pemerintah menyosialisasikan kebersihan sungai, karena kepedulian masyarakat memelihara sungai merupakan kunci sukses menghidupkan kembali keberadaan sungai sebagai sarana transportasi, drainase, dan kelestarian lingkungan hidup.
Di Banjarmasin sendiri terdapat 105 sungai besar dan kecil, yang besar Sungai Barito dan Sungai Martapura. Dari jumlah itu sebanyak 30 persen sungai tersebut sudah mati karena sedimentasi, diserang gulma, dan karena kalah oleh pemukiman penduduk dan pembangunan perkotaan.
Apalagi ke depan dalam kebijakan Pemkot setempat akan menjadikan sungai sebagai urat nadi perekonomian, mengingat wilayah itu tidak memiliki sumberdaya alam seperti hutan, tambang, pertanian, perkebunan, dan lainnya.
Salah satu yang dipilih untuk mendongkrak ekonomi adalah sungai. Karena itu sungai harus dihidupkan lagi sebagai sarana transportasi, khususnya dibenahi untuk dunia kepariwisataan mengingat kota itu sudah dikenal luas sebagai kota wisata sungai di Tanah Air.
Upaya membenahi sungai tersebut sudah dilakukan Pemkot Banjarmasin melalui kantor SDA yang menghabiskan dana ratusan miliar rupiah lebih yang dilakukan secara bertahap.
Mulai dengan pembebasan beberapa lokasi bantaran sungai yang kumuh menjadi sebuah kawasan pertamanan yang indah.
"Lihat saja tepian Sungai Martapura, baik yang di Jalan Sudirman, Jalan Piere Tendean, setelah dibebaskan dari pemukiman kumuh, sekarang sudah menjadi kawasan wisata yang menarik dan menjadi ikon kota," tuturnya.
Kemudian Pemkot Banjarmasin juga bertahap membebaskan tepian Sungai Kerokan, Sungai Teluk Dalam, Sungai Kuripan, Sungai Jalan Veteran dan beberapa lokasi lain yang sudah menghabiskan dana tak sedikit itu.
Pembenahan sungai tersebut karena arah pembangunan berkelanjutan kota itu yang dicanangkan sejak tahun 2009 adalah berbasis sungai.
Dengan arah pembangunan berkelanjutan berbasis sungai maka tak ada pilihan lain selain bagaimana agar sungai-sungai itu bisa menjadi daya tarik ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
Pemkot juga membangun sejumlah dermaga pada titik strategis untuk menghidupkan kepariwisataan sungai tersebut. Dermaga dimaksud juga mengembalikan kejayaan angkutan sungai Kota Banjarmasin, seperti lokasi siring sungai di Jalan Tendean dan Ujung Murung.
"Kalau di Banjarmasin ini terdapat 15 jembatan berarti yang kita bangun dermaga nantinya sebanyak 15 buah," tutur Muryanta.
Maksudnya dengan adanya dermaga di dekat jembatan, maka hal itu akan memudahkan masyarakat bepergian, baik melalui angkutan sungai maupun angkutan darat.
Mereka yang menggunakan angkutan sungai bisa singgah di dermaga dekat jembatan kemudian bepergian lagi lewat angkutan darat kemana mereka mau pergi, dengan demikian maka menghidupkan angkutan sungai maupun angkutan darat, ujarnya.
Ia juga mengemukakan bahwa pembangunan siring sebagai di lokasi "water foront city" menuju kota metropolis akan memanjang hingga lima kilometer, diyakininya selesai 10 tahun, padahal target sebelumnya itu baru bisa dikerjakan selama 25 tahun.
Optimisme mampu merampungkan proyek tersebut didasari kenyataan selama lima tahun terakhir, sudah dibangun tiga kilometer. Siring sepanjang tiga kilometer tersebut seperti di Jalan Piere Tendean, eks SMP-6, serta Jalan Sudirman.
Menurut dia, pihaknya tinggal penyelasaian antara siring eks SMP 6 ke Pekapuran hingga ke Jalan RK Ilir tepatnya hingga Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Air Tawar Jalan RK Ilir.
Tiga kilometer proyek siring tersebut sudah menghabiskan dana sedikitnya Rp75 miliar, sebagian besar atau Rp60 miliar berasal dari dana APBN melalui Balai Besar Sungai Kementerian PU, sisanya melalui APBD Pemprov Kalsel, serta APBD Kota Banjarmasin.
Untuk menyelasaikan sepanjang lima kilometer proyek siring tersebut dibutuhkan dana sedikitnya Rp150 miliar lagi, katanya, seraya menyebutkan bahwa proyek siring dikerjakan sejak tahun 2008.
"Kami akan lanjutkan pembangunan siring Sungai Martapura, agar kota kita tambah indah dan nyaman, hingga nantinya terdapat pusat kuliner ketupat seperti di Pekapuran serta pusat cendramata kain Sasirangan di kampung Seberang Masjid," kata Muryanta.
Apalagi sekarang sedang diselesaikan proyek menara pandang Rp14 miliar berlantai empat yang berarsitektur khas budaya Banjar di lokasi siring Piere Tendean menambah kesemarakan kota yang berada paling selatan pulau terbesar nusantara ini.
Kawasan lain yang segera dibenahi wisata sungai sebagai sentra kuliner, yakni di Desa Pekapuran, khususnya ketupat, mengingat di lokasi tersebut banyak sekali perajin makanan tersebut. Jika terbangun siring mempermudah wisatawan mendatangi sentra kuliner ketupat, baik melalui sungai maupun melalui darat.
Dana pembangunan siring Desa Pekapuran akan diperoleh dari bantuan Balai Besar Sungai Kementerian Pekerjaan Umum (PU). Pemkot hanya memikirkan dana pembebasan bangunan lama atau permukiman penduduk wilayah itu, antara Jembatan Dewi ke Pekapuran atau menyambung ke siring terdahulu.
Di Desa Pekapuran yang tadinya membuat ketupat hanya penduduk asli setempat, tetapi setelah potensi ekonomi membuat ketupat begitu menjanjikan, belakangan banyak pendatang yang juga ikut-ikutan menjadi pembuat.
Di desa tersebut mereka bukan hanya mengayam daun kelapa dan daun nifah menjadi kulit ketupat, tetapi tak sedikit yang menjadi pedagang grosir, pedagang eceran, dan ada juga yang menjadi pencari bahan baku daun kelapa dan daun nifah.
Kawasan tersebut juga ramai pengunjung untuk membeli ketupat, apalagi jika menjelang Idul Fitri dan Idul Adha.
Selain itu Pemkot juga membangun wisata bantaran sungai Desa Seberang Masjid sebagai kawasan cendramata kain sasirangan, serta pusat suvenir lainhya.
Bila semua fasilitas wisata sungai dibenahi, termasuk penyediaan sarana angkutan seperti kapal-kapal wisata, spead boat, klotok, pasar terapung, pemukiman terapung, industri terapung, dan kehidupan sungai lainnya ditambah akomodasi penginapan yang memadai, maka akan keinginan menjadikan sungai sebagai penggerak ekonomi masyarakat melalui dunia kepariwisataan akan menjadi kenyataan.Â
 Â