Banjarmasin (ANTARA) - Universitas Islam Negeri (UIN) Antasari Banjarmasin, Kalimantan Selatan menggelar webiner nasional bertema "Kurikulum FEBI menuju era baru kampus merdeka" yang dilaksanakan selama dua hari (21-22/7).
Kegiatan webiner nasional ini selenggarakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Antasari bersama Asosiasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (AFEBIS), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), dan Institut Tazkia Bogor.
Ada tiga narasumber yang kompeten di dalam bidangnya pada kegiatan webiner ini, yakni, Dr Mamat S Burhanudin MA selaku Kasubdit Pengembangan Akademik Dit. PTKI Kemenag RI, Dr Sutan Emir Hidayat, SP MBA sebagai Direktur Bidang Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah dari KNEKS dan Dr Murniati Mukhlisin M.Acc CEP, Rektor Institut Tazkia Bogor.
Narasumber pertama menyampaikan materi tentang arah kebijakan kurikulum FEBI menuju era kampus merdeka. Narasumber kedua, menyampaikan tentang pengembangan kurikulum FEBI menuju era kampus merdeka, sedangkan narasumber yang ketiga akan menyampaikan materi tentang Desain Kurikulum FEBI menuju era kampus merdeka.
Dalam sesi pembukaan webinar tersebut, Rektor UIN Antasari Banjarmasin Prof. Dr. H. Mujiburrahman, M.A. dalam sambutannya secara langsung menyampaikan apresiasinya kepada FEBI UIN Antasara yang telah berinisiatif dalam melaksanakan webinar tentang kurikulum.
"Ini selaras dengan renstra yang kita buat, selama COVID-19 ini kami punya waktu, jadi kami sempat berdiskusi panjang lebar menganai renstra kita," ungkapnya.
Mujiburrahman menyampaikan bahwa pada tahun 2018 UIN Antasari telah membuat kurikulum berbasis KKNI dan direncanakan pada tahun 2021 terkait dengan perubahanan zaman dan integrasi ilmu sebagai ciri khas UIN di seluruh Indonesia termasuk UIN Antasari maka kurikulum tersebut akan diperbaharui.
Lebih lanjut, dia menyatakan, ada dua hal terkait pengembangan kurikulum ini, yang pertama terkait gagasan Klaus Schwab (Founder and Executive Chairman of the World Economic Forum) yang telah heboh sebelum pandemic COVID-19, yang menulis artikelnya kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku yang berjudul The Fourth Industrial Revolution: what it means, how to respond.
Dalam buku itu, ungkap dia, Klaus Schcab mengamati bahwa ketika dunia berubah berkat teknologi yang canggih saat ini, maka sistem ekonomi juga mengalami perubahan dan kompetensi yang dibutuhkan dunia kerja juga berubah.
"Yang menarik bagi saya, apa yang dia kemukakan itu sungguh cocok dan relevan dengan gagasan integrasi ilmu yang ada di UIN-UIN saat ini termasuk di UIN Antasari karena dia mengatakan tidak zamannya orang itu berpikir linier dan spesialis," kata Mujiburrahman.
Dalam hal ini Mujiburrahman menegaskan, bawah tidak hanya Klaus Schcab yang mengemukaan ini, seperti Steve Jobs yang membuat Apple, Apple yang dibuat tidak hanya sekedar teknologi informasi tetapi perpaduan antara ilmu pengetahuan yang bersifat teknologi informasi dengan ilmu sosial dan humaniora, ada unsur sosiologis, antropologis dan psikologis dalam pembuatan Apple begitu juga dengan aplikasi media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter dan lain-lain.
"Kita bisa melihat di situ bagaimana misalnya aspek psikologis masuk dalam teknologi, kita bisa melihat kenapa di dalam facebook itu atau instagram itu ada tanda amor, atau tanda like kemudian ada komentar lalu ada share, itu adalah aspek sosiologis dan aspek psikologis dari pada aplikasi itu, bergabung antara ilmu pengetahuan saintifik terkait teknologi informasi dengan ilmu pengetahuan sosial dan humaniora," jelasnya.
"Ini saya kira satu poin penting menjadi bahan pemikiran kita dalam pengembangan kurikulum bahwa kurikulum itu harus terbuka kepada berbagai perspektif, berbagai ilmu pengetahuan terbuka seperti itu, yang satu memperkaya yang lain," tambahnya.
Adapun yang kedua, kata dia, adalah tulisan terbaru dari Slavoj Zizek dalam bukunya Pandemic COVID-19 Shakes The World.
Dalam hal ini Mujiburrahman menyampaikan, beberapa hal mengenai tulisan Zizek dalam mengembangkan kurikulum di antaranya adalah bahwa di seluruh dunia saat ini mengalami krisis kesehatan yang berdampak kepada ekonomi dan kemudian psikologis.
Tiga krisis ini, lanjut dia, akan membawa kepada krisis yang lebih besar, yaitu, krisis politik, di mana ini secara global akan berujung pada dua ekstrim, berbaris atau sebaliknya solidaritas global.
Munurut Mujiburrahman, hubungannya masalah ini dengan pengembangan kurikulum ada dua, yang pertama bahwa pada abad ke-20 yang telah lalu adalah abad ketika ekonomi dunia didominasi oleh sistem kapitalisme.
"Saya kira ini adalah momentum sejarah bagi kita yang bergerak di bidang ekonomi Islam, benarkah ekonomi Islam itu adalah ekonomi yang mengajarkan kesederhanaan, qona’ah, ada pemerataan dan keadilan bukan keserakahan dan bagaimakah kita mengembangkan kurikulum yang seperti itu," tuturnya.
Menurut dia, menanamkan bahwa prinsip-prinsip itu sangat penting bagi kesejahteraan umat manusia? Sebaliknya keserakahan justru akan menghancurkan kehidupan umat manusia itu sendiri.
Yang kedua, lanjutnya, bahwa globalisasi harus disikapi dengan moderat dalam arti tidak sepenuhnya tenggelam dalam globalisasi itu sendiri melainkan juga memperhatikan fenomena dan budaya lokal.
"Karena itu pertimbangan pengembangan-pengembangan ekonomi di masa yang akan datang harus berbasisi lokal tetapi berbawasan global, inilah yang kita pegang di UIN Antasari bahwa salah satu filosofi keilmuan kita adalah berbasis lokal berwawasan global, fundamental ekonomi kita akan sangat kuat apabila basis lokalnya itu kuat, kalau kita sangat tergantung kepada investasi asing, saya khawatir kita akan gampang goyah dan dihancurkan," pungkas Mujiburrahman.