IHSG diprediksi menguat
Selasa, 10 Maret 2020 10:01 WIB
Jakarta (ANTARA) - Indeks Harga Saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa diprediksi menguat seiring sinyal positif dari pasar saham AS.
IHSG dibuka menguat 12,68 poin atau 0,25 persen ke posisi 5.149,49. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 3,17 poin atau 0,39 persen menjadi 816,92.
Baca juga: IHSG anjlok hingga 6 persen lebih
Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah di Jakarta, Selasa, mengatakan wabah COVID-19 yang menjadi ancaman ekonomi global telah merontokkan harga minyak dan membuat pelaku pasar semakin panik sehingga tekanan ke pasar juga kian kuat.
"Kendati masih dibayangi kekhawatiran dampak dari wabah COVID-19 ini, namun sinyalemen indeks saham Asia untuk menguat pada hari ini terbilang terbuka lebar pasalnya muncul sinyal positif indeks AS dari Dow Jones Index Future tentatif menguat," ujar Alfiansyah.
Sinyalemen tersebut setidaknya diperkirakan menjadi katalis positif bagi pasar termasuk saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan indeks acuan IHSG bisa terbawa sentimen dari pasar AS tersebut.
Baca juga: IHSG kembali dibuka melemah 62,56 poin
Jatuhnya harga minyak mentah dunia, menjadi ancaman baru bagi prospek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Karena dengan turunnya harga minyak berisiko menekan penerimaan negara terutama dari pos penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas.
Jika dilihat tahun 2019, kondisi penerimaan negara sudah mengalami tekanan sejak awal, salah satunya dipengaruhi oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang berada jauh di bawah asumsi dalam APBN 2019.
Namun demikian, pemerintah masih perlu melihat apakah penurunan harga minyak mentah dunia merupakan situasi yang berlangsung hanya dalam jangka pendek hitungan bulan, atau jangka panjang yaitu kuartal atau semester.
Sementara itu, berkenaan dengan wabah COVID-19, pemerintah tetap fokus memitigasi dampaknya ke perekonomian nasional karena risiko penurunan yang besar sudah terlihat akibat lumpuhnya ekonomi China dan Singapura.
Demikian pula dengan aktivitas perdagangan dunia hampir semuanya terhambat karena industri di China yang diperkirakan lumpuh.
Akibatnya, Indonesia yang selalu mengimpor bahan baku yang di impor dari China telah menghambat produktivitas di dalam negeri.
Sementara dalam APBN 2020 harga minyak dipatok 63 dolar AS per barel. Artinya, ada potensi penurunan penerimaan negara dari PPh Migas dan PNBP migas. APBN sebagai sumber solusi, kini juga tengah mendapatkan tekanan.
Merespons anjloknya IHSG awal pekan kemarin, BEI menerapkan kebijakan "auto rejection" baru yang dimulai hari ini. Kebijakan tersebut adalah harga saham hanya bisa turun maksimal 10 persen dalam satu hari, jika melebihi maka akan terkena auto rejection bawah. Untuk batas atas masih sama 20-35 persen sesuai fraksi harga.
Bursa saham regional Asia pagi ini antara lain indeks Nikkei melemah 224,4 poin atau 1,14 persen ke 19.474,4, indeks Hang Seng menguat 142,3 poin atau 0,57 persen ke 25.182,8, dan indeks Straits Times menguat 38 poin atau 1,37 persen ke 2.820,37.
IHSG dibuka menguat 12,68 poin atau 0,25 persen ke posisi 5.149,49. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak naik 3,17 poin atau 0,39 persen menjadi 816,92.
Baca juga: IHSG anjlok hingga 6 persen lebih
Kepala Riset Valbury Sekuritas Alfiansyah di Jakarta, Selasa, mengatakan wabah COVID-19 yang menjadi ancaman ekonomi global telah merontokkan harga minyak dan membuat pelaku pasar semakin panik sehingga tekanan ke pasar juga kian kuat.
"Kendati masih dibayangi kekhawatiran dampak dari wabah COVID-19 ini, namun sinyalemen indeks saham Asia untuk menguat pada hari ini terbilang terbuka lebar pasalnya muncul sinyal positif indeks AS dari Dow Jones Index Future tentatif menguat," ujar Alfiansyah.
Sinyalemen tersebut setidaknya diperkirakan menjadi katalis positif bagi pasar termasuk saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan indeks acuan IHSG bisa terbawa sentimen dari pasar AS tersebut.
Baca juga: IHSG kembali dibuka melemah 62,56 poin
Jatuhnya harga minyak mentah dunia, menjadi ancaman baru bagi prospek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Karena dengan turunnya harga minyak berisiko menekan penerimaan negara terutama dari pos penerimaan pajak penghasilan (PPh) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor migas.
Jika dilihat tahun 2019, kondisi penerimaan negara sudah mengalami tekanan sejak awal, salah satunya dipengaruhi oleh realisasi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang berada jauh di bawah asumsi dalam APBN 2019.
Namun demikian, pemerintah masih perlu melihat apakah penurunan harga minyak mentah dunia merupakan situasi yang berlangsung hanya dalam jangka pendek hitungan bulan, atau jangka panjang yaitu kuartal atau semester.
Sementara itu, berkenaan dengan wabah COVID-19, pemerintah tetap fokus memitigasi dampaknya ke perekonomian nasional karena risiko penurunan yang besar sudah terlihat akibat lumpuhnya ekonomi China dan Singapura.
Demikian pula dengan aktivitas perdagangan dunia hampir semuanya terhambat karena industri di China yang diperkirakan lumpuh.
Akibatnya, Indonesia yang selalu mengimpor bahan baku yang di impor dari China telah menghambat produktivitas di dalam negeri.
Sementara dalam APBN 2020 harga minyak dipatok 63 dolar AS per barel. Artinya, ada potensi penurunan penerimaan negara dari PPh Migas dan PNBP migas. APBN sebagai sumber solusi, kini juga tengah mendapatkan tekanan.
Merespons anjloknya IHSG awal pekan kemarin, BEI menerapkan kebijakan "auto rejection" baru yang dimulai hari ini. Kebijakan tersebut adalah harga saham hanya bisa turun maksimal 10 persen dalam satu hari, jika melebihi maka akan terkena auto rejection bawah. Untuk batas atas masih sama 20-35 persen sesuai fraksi harga.
Bursa saham regional Asia pagi ini antara lain indeks Nikkei melemah 224,4 poin atau 1,14 persen ke 19.474,4, indeks Hang Seng menguat 142,3 poin atau 0,57 persen ke 25.182,8, dan indeks Straits Times menguat 38 poin atau 1,37 persen ke 2.820,37.