Banjarmasin, (Antara)- Direktur Kerja Sama dan Promosi, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementerian Hukum dan HAM Timbul Sinaga mengatakan saatnya batu bara yang melimpah di Indonesia dijadikan minyak pertamax.
"Kalau kita kirim terus batu bara, akhirnya Sumber Daya Alam (SDA) tersebut akan habis," kata Timbul Sinaga ketika menjadi pembicara dalam seminar HKI bagi komunitas atau kelompok masyarakat kreatif di Banjarmasin, Selasa.
Seminar tersebut diikuti 50 peserta terdiri dari komunitas fotografi, cosplay, mangaka (komik jepang), sasirangan, sastrawan, budarawan, desainer grafis, animator, kaos souvenir khas banjar, dosen, instansi pemerintah terkait.
Menurut dia, Indonesia harus mengubah pola untuk memperoleh devisa lebih besar dengan tidak lagi bersandar terhadap SDA seperti batu bara itu, tetapi bagaimana mengolah SDA menjadi barang yang berharga dan bernilai.
Teknologi mengubah semua tersebut sudah tersedia tinggal bagaimana keinginan kuat untuk melakukannya, agar bisa mengurangi "pengurasan" SDA yang kian menipis tersebut, katanya.
Seperti batu bara tersebut dengan sentuhan tehnologi bisa menjadi minyak pertamax untuk mengatasi persoalan kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM).
Apalagi pertamax yang dihasilkan dari pengolahan bahan bakar batubara tersebut konon lebih berkualitas.
Berdasarkan keterangan dari 75 ton batu bara bila diolah menjadi pertamax bisa menjadi 25 ton partamax dan cukup besar dan lumayan untuk BBM kendaraan.
Lihat saja berapa juta ton batu bara dijual begitu saja ke luar negeri, tanpa menghasilkan nilai yang lebih.
Begitu juga komoditi lain, karet, kopi, sawit, teh dan banyak lagi komoditi SDA hanya dijual begitu saja tanpa diolah melalui kekayaan intelektual, dengan begitu maka bangsa indonesia tak bisa bersaing dengan negara yang lebih maju.
Padahal jika memadukan kekayaan SDA dengan kekayaan intelektual maka bangsa ini mungkin bisa mengalahkan bangsa lain di dunia termasuk negara maju, seperti Jepang, Korea, ataupun Amerika Serikat.
Sebagai contoh tadi bagaimana batu bara yang melimpah itu tidak lagi dijual mentah tetapi berupa hasil kekayaan intelektual yang bisa diolah menjadi BBM.
Menurut dia, Indonesia sudah saatnya tidak lagi mengandalkan penjualan komoditi SDA asalan, tetapi bagaimana komoditi SDA itu bisa lebih bernilai melalui peningkatan kreativitas intelektual.
"Bayangkan saja devisa Indonesia 90 persen lebih hanya mengandalkan SDA, seperti ekspor aneka komoditi alam, hanya sebagian kecil devisa yang berasal dari kekayaan intelektual," kata dia.
Padahal negara lain yang begitu maju pesat ekonominya tidak memiliki SDA, contoh saja, Jepang Korea Selatan, Singapura, Taiwan dan beberapa negara lain, termasuk Amerika Serikat.
"Devisa Jepang 90 persen adalah hasil dari kekayaan intelektual melalui hasil industri otomotif,elektronik, dan lainnya, yang menyebabkan negara tersebut melejit bidang ekonominya," katanya.