Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Pemberian hukuman bersifat kontak fisik menjadi larangan dalam pelaksanaan Masa Orientasi Sekolah di SMAN 1 Banjarmasin untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
"Panitia MOS tidak diperkenankan melakukan hukuman kontak fisik dengan peserta, pemberian hukuman pun harus bersifat mendidik," M Widyan Akbar, koordinator lapangan MOS SMAN 1 Banjarmasin.
Sebanyak 252 siswa yang terdiri dari 101 putera dan 151 puteri tersebut mengikuti dua tahap kegiatan pra MOS pada Senin (12/8) dan MOS Selasa - Rabu (13-14 Agustus) sebelum mengikuti proses belajar pada 14 Agustus 2013.
"Kami menyelenggarakan MOS bagi siswa baru agar mereka mengenal lingkungan sekolah, pembinaan wawasan wiyata mandala hingga pembinaan karakter," kata Fuji Hidjriyati, Wakil Kepala SMAN 1 bidang Kesiswaan.
MOS di laksanakan OSIS dan Majelis Perwakilan Kelas (MPK) dengan bimbingan gurunya tersebut melaksanakan berbagai kegiatan bersih-bersih lingkungan, keagamaan, olahraga, disiplin, tata krama, bakti sosial hingga pengenalan empat pilar kebangsaan (NKRI, UUD 45, Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika).
"Pelaksanaan MOS disekolah diisi dengan kegiatan positif seperti penyuluhan bahaya narkoba disamping penguatan nilai-nilai kebangsaan dan spiritual," kata Ngadimun, Kadisdik Kalsel. "Disdik Kalsel telah melakukan MoU dengan Ditnarkoba Polda kalsel untuk melakukan penyuluhan kepada siswa didik agar mereka mengenal bahaya narkoba," lanjut Ngadimun.
Masa orientasi sekolah juga diharapakan menjadi bekal siswa baru untuk mengikuti proses belajar mengajar di SMAN 1 Banjarmasin, terlebih lagi pada kelas sepuluh atau disaat mereka memasuki proses awal belajar mengajar telah melakukan penentuan jurusan pendidikan.
"Pada pelaksanaan MOS, siswa baru akan dibimbing untuk mampu menentukan jurusan pendidikannya dan dapat mengenal proses belajar efektif di jenjang SMA yang baru dimasuki," lanjut Fuji.
Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, pihak sekolah mensiagakan dokter remaja dan PMR selama berlangsungnya MOS. Disamping memberikan kelonggaran bagi siswa yang mengalami sakit. Seperti yang keterangan urangtua siswa tentang penyakit jantung bawaan yang di derita peserta, sehingga tidak diperkenankan mengikuti kegiatan secara penuh.