Banjarmasin, (Antaranews Kalsel) - Diduga karena banyak terjadi penyelewengan kuota bahan bakar minyak jenis solar bersubsidi di Kalimantan Selatan 2013 turun 2,4 persen dibanding kuota 2012 sebanyak 291.935 kiloliter.
Sekretaris Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan Arsyadi di Banjarmasin, Selasa mengatakan, turunnya kuota solar bersubsidi di Kalsel tersebut terjadi antara lain disebabkan karena adanya indikasi penyelewengan oleh pihak-pihak tertentu.
"Berdasarkan perhitungan jumlah kendaraan di Kalsel, kuota bersubsidi solar di Kalsel seharusnya cukup," katanya.
Hal tersebut berbeda dengan kuota BBM bersubsidi premium yang justru naik 3,3 persen dari total kuota 2012 sebanyak 557.333 kiloliter.
Menurut Arsyadi, ada dugaan bahwa solar bersubsidi di Kalsel banyak dipasok ke perusahaan pertambangan dan perkebunan pada 10 kabupaten di Kalsel.
Dengan demikian, kata dia, berapapun kuota BBM solar bersubsidi yang digelontorkan dikhawatirkan tidak akan pernah cukup, selama pengawasan pendistribusian BBM tidak maksimal.
"Kalau solar bersubsidi dimanfaatkan perusahaan pertambangan dan perkebunan, jelas hal tersebut sudah menyalahi, karena sudah tidak sesuai dengan peruntukkannya," katanya.
Berdasarkan indikasi-indikasi di lapangan dan perhitungan jumlah kendaraan di Kalsel, pemerintah pusat memperhitungkan bahwa kuota BBM solar bersubsidi seharusnya cukup.
Berdasarkan data dari PT Pertamina Kalimantan realisasi BBM bersubsidi 2012 yaitu, khusus premium sebesar 557.333 kiloliter, karosine sebanyak 90.996 kiloliter dan solar 291.935 kiloliter.
Namun demikian, kata Arsyadi, dengan banyaknya antrean yang terjadi, sebaiknya kuota solar bersubsidi dinaikkan, dengan jaminan pengawasan pendistribusiannya juga ditingkatkan.
Banyaknya dugaan penyalahgunaan solar bersubsidi antara lain karena adanya perbedaan harga antara solar bersubsidi yang hanya Rp4.500 per liter dan nonsubsidi Rp10 ribu per liter.
Perbedaan yang cukup menyolok tersebut, membuat sebagian warga tergiur untuk mengantre solar bersubsidi di SPBU dan menjual ke perusahaan pertambangan dan perkebunan dengan harga yang lebih mahal dari solar subsidi dan lebih murah dari nonsubsidi